....... Demikian pula para penjajah telah meracuni masyarakat dengan paham kebangsaan (nasionalisme), patriotisme, sosialisme, sebagaimana mereka juga telah meracuni masyarakat dengan paham kedaerahan yang sempit. Panjajah telah menjadikan semua itu sebagai sumbu putar aktivitas-aktivitas temporer. Demikian juga masyarakat diracuni dengan kemustahilan berdirinya Daulah Islam dan kemustahilan persatuan dan kesatuan negeri-negeri Islam dengan adanya perbedaan kultur, penduduk dan bahasa, sekalipun mereka merupakan suatu umat yang terikat dengan aqidah Islam yang terpancar darinya sistem Islam. Selain itu mereka juga meracuni masyarakat dengan konsep politik yang keliru seperti Slogan: "Ambillah dan Mintalah;" "rakyat adalah sumber kekuasaan;" "kedaulatan di tangan rakyat;" dan lain-lain sebagainya. Mereka juga meracuni masyarakat dengan pemikiran-pemikiran yang salah seperti slogan: "Agama milik Allah, tanah air milik semua orang", Kita dipersatukan oleh penderitaan dan harapan", "Tanah air di atas segalanya", "Kemuliaan bagi tanah air", dan sejenisnya. Mereka juga meracuni masyarakat dengan pendapat-pendapat pragmatis yang klasik, seperti: " "Sesungguhnya kita menggali sistem kita dari kenyataan hidup kita", "Rela dengan kenyataan atau apa yang ada", "Kita harus realistis", dan sejenisnya. ..........
........ Pengaruh tsaqofah asing ini tidak hanya terbatas pada kaum terpelajar itu saja, tetapi merata dalam masyarakat secara keseluruhan. Akibatnya, pemikiran-pemikiran masyarakat pun terpisah dari perasaannya. Persoalan dalam masyarakat menjadi bertambah ruwet, dan beban kelompok politik yang benar untuk membangkitkan umat semakin berat. Persoalan yang dihadapi umat dan partai Islam sebelum PD I adalah membangkitkan suatu masyarakat Islami. Sekarang, persoalannya adalah bagaimana menciptakan keserasian antara pikiran dan perasaan di kalangan kaum terpelajar, menciptakan keserasian antara individu masyarakat dan jamaa'ahnya dalam suatu pemikiran dan perasaan, tak terkecuali antara kaum terpelajar dengan masyarakatnya. Kaum terpelajar telah menerima pemikiran-pemikiran asing dengan sepenuh hati, tetapi tanpa mengambil perasaan-perasaannya. Penerimaan mereka yang sepenuh hati itu telah memisahkan mereka dari masyarakat, juga telah mengakibatkan mereka memandang rendah dan tak perduli terhadap masyarakat. Pemikiran asing itu juga telah membuat mereka kagum dan hormat terhadap orang asing, mereka berusaha mendekatkan diri dan bergaul erat dengan orang-orang asing itu. Oleh karena itu kaum terpelajar semacam ini tak mungkin dapat memandang berbagai situasi yang ada di negerinya kecuali dengan mengikuti orang asing tersebut dalam memandang situasi negerinya tanpa memahami hakikat situasi sebenarnya. Oleh karena itu mereka tidak lagi mengetahui apa yang dapat membangkitkan umat, kecuali dengan mengikuti orang asing tersebut ketika mereka membicarakan kebangkitan. Hati nurani kaum terpelajar semacam ini tidak tergerak karena dorongan mabda' tetapi tergerak karena rasa patriotisme dan kerakyatan/kebangsaan, dan ini merupakan gerakan yang salah. Dengan demikian ia tidak akan berjuang demi negerinya dengan benar, dan ia tidak berkorban untuk kepentingan rakyat secara sempurna. Karena perasaannya, dalam melihat situasi negerinya, tidak dilandasi oleh pemikiran Islam, dan ia juga tidak menangkap kebutuhan-kebutuhan rakyatnya dengan perasaan yang dilandasi pemikiran Islam. Kalaupun kita memaksakan diri untuk mengatakan bahwa ia berjuang menuntut suatu kebangkitan, maka sesungguhnya perjuangannya itu lahir dari pertarungan untuk suatu kepentingan khusus atau suatu perjuangan yang meniru-niru perjuangan rakyat lain. Oleh karena itu perjuangannya tak akan bertahan lama, hanya sampai halangan-halangan untuk merebut kepentingannya sudah tak ada lagi, dengan diangkatnya ia menjadi pegawai atau nafsunya telah terpenuhi, atau penentangannya itu pudar karena kepentingan pribadi terganggu atau ia disiksa ketika berjuang. ........
........... Apabila kita kaji pengorganisasian gerakan-gerakan yang muncul sekitar abad silam, maka kita dapatkan bahwa thariqoh (metode) pengorganisasian yang rusaklah yang merupakan sebab utama kegagalan mereka. Sebab, gerakan-gerakan tersebut tidak berdiri atas dasar kepartaian yang dilandasi oleh pemahaman hakiki. Mereka berdiri hanya sekedar membentuk kelompok, atau membentuk partai semu1). Artinya hanya namanya saja partai, tetapi tidak memenuhi syarat-syarat sebuah partai.
Kaum Muslimin, sebelum Perang Dunia (PD) I merasa bahwa mereka mempunyai sebuah Negara Islam. Sekalipun Negara ini telah lemah dan mengalami kekacauan, ia tetap menjadi pusat arahan pemikiran dan perhatian umat. Orang-orang Arab memandang negara ini sebagai penghancur hak-hak mereka, berkuasa totaliteris atas mereka, tetapi pada saat yang bersamaan mereka juga mengarahkan mata dan hati mereka padanya untuk memperbaikinya karena bagaimanapun negara ini adalah negara mereka. Mereka ini, hanya, tidak memahami hakikat kebangkitan, tidak memahami thoriqoh kebangkitan itu, dan mereka tak punya suatu kelompok apapun untuk itu. Dan kita bisa mengatakan bahwa hal ini dialami oleh sebagian besar kaum Muslimin. ...........
........ Di samping gerakan kebangsaan (nasionalisme) dan gerakan Islam, berdiri pula gerakan-gerakan patriotisme di berbagai negeri Islam sebagai reaksi dari pendudukan orang-orang kafir penjajah atas sebagian wilayah Negara Islam; serta sebagai reaksi atas kezaliman politik dan ekonomi yang terjadi di masyarakat yang disebabkan oleh penerapan sistem kapitalis atas mereka di negeri-negeri tersebut.
Sekalipun gerakan-gerakan tersebut muncul sebagai reaksi dari berbagai penderitaan-penderitaan tersebut, sebagiannya masih memiliki aspek-aspek Islam yang dominan, sebagiannya lagi didominasi hanya oleh aspek patriotisme sebagai kelanjutan dari gerakan-gerakan yang dirancang dan diada-adakan oleh penjajah. Akibat gerakan ini, umat telah terdorong dan disibukkan dengan perjuangan murahan yang justru menguatkan pijakan musuh. Apalagi gerakan-gerakan tersebut tidak mempunyai atau kekurangan pemikiran-pemikiran yang mesti mereka terapkan. ........
..... Adapun mereka yang bergerak dalam gerakan kebangsaan (nasionalisme), maka orang-orang Arab menyerukan kebangkitan bangsanya atas dasar nasionalisme yang kabur dan tidak jelas, tanpa memandang Islam dan Muslimin. Mereka mempropagandakan slogan-slogan kebangsaan, ketinggian martabat dan kehormatan bangsa Arab, keAraban, nasionalisme Arab, kemerdekaan dan sejenisnya, tanpa memahami maknanya dengan jelas, yang sesuai dengan hakikat kebangkitan. Sedangkan orang-orang Turki menyerukan kebangkitan Turki atas dasar kebangsaan Turki. Para propagandis nasionalisme Turki maupun Arab bergerak sesuai dengan arahan penjajah, sebagaimana mereka mengarahkan kawasan Balkan, juga dengan gerakan nasionalisme, melepaskan diri dari Daulah Utsmaniyah yang merupakan Daulah Islamiyah (negara Islam). ......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar