Unduh BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Jumat, 17 Agustus 2018

Musuh Setiap Nabi - TAFSIR al-Furqan: 31



Oleh: Rokhmat S. Labib, MEI

“Dan seperti itulah, telah Kami adakan bagi tiap-tiap nabi, musuh dari orang-orang yang berdosa. Dan cukuplah Tuhanmu menjadi Pemberi petunjuk dan Penolong.” (TQS. al-Furqan [25]: 31).

Dakwah tidak selalu diterima dengan tangan terbuka. Sebaliknya, kadang ditolak, bahkan dengan cara yang amat kasar. Ada juga yang justru menjadikan para dai yang mengajak kepada kebenaran dan kebaikan sebagai musuhnya. Mereka adalah orang-orang jahat, yang tidak rela kejahatannya diganggu dan dihentikan.

Ini pula yang dialami oleh Rasulullah dan para nabi lainnya. Mereka semua memiliki musuh yang menghadang dakwah dan mencederai diri mereka. Namun demikian, mereka tidak perlu takut dan khawatir. Sebab, ada Dzat yang senantiasa memberikan petunjuk dan pertolongan terhadap mereka.

Ayat ini adalah di antara yang menjelaskan perkara demikian.

Punya Musuh

Allah SWT berfirman: Wakadzaalika ja'alnaa likulli nabiyy[in] 'aduww[an] min al-mujrimiin (dan seperti itulah, telah Kami adakan bagi tiap-tiap nabi, musuh dari orang-orang yang berdosa). Dalam ayat sebelumnya diberitakan mengenai pengaduan Rasulullah kepada Allah SWT mengenai kaum beliau. Beliau mengadukan mereka karena mereka telah menjadikan Al-Qur’an sebagai mahjuur[an] (sesuatu yang ditinggalkan, ditelantarkan).

Ayat ini pun menghibur Nabi , bahwa kejadian itu bukan hanya dialami oleh beliau. Akan tetapi juga dialami oleh semua nabi. Diberitakan bahwa semua nabi memiliki musuh dari kalangan para pelaku kejahatan. Oleh karena itu, beliau diminta bersabar atas semua permusuhan kaum beliau, sebagaimana para nabi sebelumnya yang juga bersabar dalam menghadapi musuh-musuh mereka. Dikatakan Syihabuddin al-Alusi, ayat ini merupakan tasliyah (memberikan hiburan) bagi Rasulullah dan mengajak beliau untuk meneladani nabi-nabi sebelumnya. Bahwa setiap mereka memiliki aduww (musuh).

Frasa: Wa kadzaalika (dan seperti itulah) dalam ayat ini memberikan pengertian: Sebagaimana Kami adakan musuh-musuh bagimu dari kalangan kaum Musyrik Arab -padahal mereka adalah kaummu.

Dilanjutkan dengan frasa sesudahnya: ja'alnaa likulli nabiyy[in] 'aduww[an] (telah Kami adakan bagi tiap-tiap nabi, musuh). Diterangkan oleh al-Jazairi dalam Aysar al-Tafaasiir, "Sebagaimana Kami jadikan bagimu para musuh-musuh dari kalangan penjahat kaummu, Kami jadikan pula setiap nabi sebelummu musuh para penjahat dari kaum mereka. Karena itu, bersabarlah dan menanggung beban hingga kamu dapat menyampaikan risalah dan menunaikan amanahmu." Penjelasan yang kurang lebih sama juga dikemukakan oleh para mufassir lainnya.

Kata al-'aduww di sini bisa digunakan makna tunggal atau jamak. Ini seperti firman Allah SWT: Fa innahum 'aduww[un] lii (karena sesungguhnya apa yang kamu sembah itu adalah musuhku, TQS. al-Syuara [26]: 77).

Ditegaskan dalam ayat ini bahwa musuh para nabi itu adalah min al-mujrimiin (orang-orang yang berdosa). Kata mujrim merupakan bentuk ism al-faa'il dari kata ijraam. Menurut Ahmad Mukhtar dalam Mu'jam al-Lughah al-'Arabiyyah al-Mu‘aashirah kalimat ajrama al-rajul berarti irtakaba dzanb[an] aw janaa jinaayah (melakukan suatu dosa atau mengerjakan suatu kejahatan).

Dalam Al-Qur’an, banyak sekali celaan terhadap al-mujrimuun dan ancaman terhadap mereka. Allah SWT berfirman: “Maka siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang mengada-adakan kedustaan terhadap Allah atau mendustakan ayat-ayat-Nya? Sesungguhnya, tiadalah beruntung al-mujrimuun (orang-orang yang berbuat dosa)” (TQS. Yunus [10]: 17). Juga firman-Nya: “Dan kamu akan melihat al-mujrimiin (orang-orang yang berdosa) pada hari itu diikat bersama-sama dengan belenggu” (TQS. Ibrahim [14]: 49).

Adanya musuh bagi para nabi ini juga diberitakan dalam firman Allah SWT: “Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia).” (TQS. al-An’am [6]: 112).

Pemberi Petunjuk dan Penolong

Allah SWT berfirman: Wa kafaa bi Rabbika Haadiy[an] wa Nashiir[an] (dan cukuplah Tuhanmu menjadi Pemberi petunjuk dan Penolong). Dalam ayat ini ditegaskan cukuplah bagi Allah SWT sebagai Haadiy[an] wa Nashiir[an].

Menurut al-Jazairi, Dia sebagai Haadiy[an] (Pemberi petunjuk) kepada jalan kemenangan dan keselamatan; dan Nashiir[an] (Penolong, Pelindung) bagimu atas semua musuhmu. Tak jauh berbeda, Fakhruddin al-Razi mengatakan bahwa Haadiy[an], menunjukkan kepada kemaslahatan agama dan dunia; Nashiir[an], Pelindung dan Penolong atas para musuh. Perhatikan firman Allah SWT: “Hai Nabi, cukuplah Allah (menjadi Pelindung) bagimu dan bagi orang-orang mukmin yang mengikutimu.” (TQS al-Anfal [8]: 64).

Dalam konteks ayat ini, menurut Ibnu Katsir petunjuk dan pertolongan itu diberikan kepada orang yang mengikuti Rasul, mengimani Kitab-Nya, membenarkan, dan mengikutinya. Maka, sesungguhnya Allah adalah Pemberi petunjuk dan Penolongnya di dunia dan akhirat. Masih menurut Ibnu Katsir, sesungguhnya Allah SWT berfirman: Haadiy[an] wa Nashiir[an] karena orang-orang musyrik menghalangi manusia untuk mengikuti Al-Qur’an, agar tidak ada seorangpun mendapatkan petunjuk dan sistem kehidupan mereka dapat mengalahkan sistem al-Qur’an.

Musuh Nabi

Sejak Nabi Muhammad diangkat sebagai utusan Allah SWT dan mendakwahkan Islam, mendapatkan penentangan dan permusuhan dari sebagian kaumnya. Permusuhan mereka semakin besar, ketika beliau mendakwahkan Islam secara terbuka dan mendapatkan penerimaan luas dari masyarakat. Berbagai kejahatan dan tindakan buruk ditimpakan kepada beliau, seperti caci-maki, intimidasi, pemboikotan, bahkan rencana pembunuhan.

Penentangan dan permusuhan bukan hanya dilakukan beberapa orang, juga dari berbagai suku Arab yang ada saat itu. Di antara mereka yang amat keras permusuhannya adalah Abu Lahab, pamannya sendiri. Ke manapun Nabi pergi, Abu Lahab mengikutinya, sambil mengatakan kepada setiap orang yang didakwahi Nabi : "Janganlah kalian menaatinya, karena dia pendusta." Hal yang sama ditunjukkan oleh Ummu Jamil, istri Abu Lahab.

Nama lainnya adalah Abu Jahal. Permusuhannya kepada Nabi juga luar biasa. Di antaranya adalah menyiksa para pengikut Nabi dan memprovokasi kaum kafir Quraisy memboikot keluarga Nabi dan pengikutnya. Bahkan dia juga memaki-maki Nabi , melempari beliau dengan pasir dan kotoran hewan, dan menyiksa beliau.

Tak hanya di Makkah, di Madinah pun ada orang-orang yang memusuhi beliau. Mereka adalah dari orang-orang munafik dan Yahudi. Di antara mereka adalah Abdullah bin Ubay bin Salul. Gembong kaum munafik itu menempuh berbagai cara kotor dan keji, seperti menyebarkan fitnah, mengadu-domba antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar, mempengaruhi kaum muslim agar tidak turut mendukung Nabi dalam Perang Badar dan Perang Uhud, menghasut kaum Yahudi agar lebih gencar memusuhi Nabi , dan lain-lain.

Meskipun mereka menempuh aneka cara untuk membunuh dan menghentikan dakwah, namun mereka gagal. Tak sedikit di antara mereka yang binasa dan mati dalam keadaan amat mengenaskan.

Maka siapapun yang menempatkan dirinya sebagai musuh nabi-Nya, kerugian dan penderitaanlah yang akan menimpa mereka di dunia dan akhirat. Semoga kita dijauhkan dari mereka. Wal-Laah a'lam bi al-shawaab.[]

Ikhtisar:

1. Setiap nabi memiliki musuh dari kalangan para penjahat.
2. Allah SWT memberikan petunjuk dan pertolongan kepada para utusannya.
3. Musuh para nabi adalah musuh Allah SWT. Mereka dibinasakan dan dijatuhkan azab yang berat di akhirat.[]

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 143

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Download BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam