Oleh:
Rokhmat S. Labib, MEI
“Dan di
antara mereka ada orang yang mendengarkan perkataanmu sehingga apabila mereka
keluar dari sisimu, orang-orang berkata kepada orang yang telah diberi ilmu
pengetahuan (sahabat-sahabat Nabi): "Apakah yang dikatakannya tadi?”
Mereka itulah orang-orang yang dikunci mati hati mereka oleh Allah dan
mengikuti hawa nafsu mereka. Dan orang-orang yang mau menerima petunjuk, Allah
menambah petunjuk kepada mereka dan memberikan balasan ketakwaannya.” (TQS.
Muhammad [47]: 16-17)
Manusia
mendapatkan apa yang diusahakan. Orang yang menolak petunjuk dari Allah SWT,
enggan mendengarkan nasihat yang baik, bahkan melecehkannya, hati mereka akan
dikunci mati. Itu adalah hukuman bagi mereka. Hukuman lainnya, mereka akan
terus mengikuti hawa nafsu dan kekufuran.
Sebaliknya,
orang-orang yang mau menerima petunjuk, akan ditambah oleh Allah SWT dengan
petunjuk dan diberikan taufik untuk melakukan amal shalih. Inilah di antara
yang diterangkan oleh ayat di atas.
Hukuman Bagi
Orang Kafir
Allah SWT
berfirman: Wa minhum man yastami'u ilayka
(dan di antara mereka ada orang yang mendengarkan perkataanmu). Dalam ayat
sebelumnya diberitakan tentang balasan yang akan diterima oleh orang-orang yang
bertakwa dan orang-orang yang kafir di akhirat. Bagi orang yang bertakwa,
balasan yang akan diterima adalah Surga, yang di dalamnya dipenuhi dengan
beragam kenikmatan. Sebaliknya, orang-orang kafir dimasukkan ke dalam Neraka
yang berisi aneka siksaan yang mengerikan.
Ayat ini
pun masih membicarakan dua golongan tersebut. Yang pertama diberitakan adalah
golongan orang-orang kafir. Ini ditunjukkan oleh dhamiir
hum (kata ganti mereka) pada kata minhum.
Mereka yang dimaksudkan ayat ini adalah orang-orang munafik. Demikian menurut
para mufassir, seperti Ibnu Jarir al-Thabari, al-Qurthubi, Fakhruddin al-Razi,
Ibnu Katsir, al-Khazin, al-Alusi, al-Jazairi, dan lain-lain.
Kesimpulan
para mufassir itu mengisyaratkan bahwa orang-orang munafik termasuk golongan
orang-orang kafir. Mereka menampakkan dirinya sebagai orang Mukmin, padahal
tidak ada iman dalam hati mereka.
Dikatakan pula oleh Ibnu Jarir al-Thabari, ketika itu orang-orang
munafik mendengar perkataan Rasulullah ﷺ. Akan tetapi, mereka tidak mengerti dan memahaminya
lantaran meremehkan kitab yang dibacakan kepada mereka, melalaikan perkataan
beliau, dan keimanan yang beliau serukan.
Kemudian dalam frasa berikutnya disebutkan: Hattaa idzaa kharajuu min 'indika
qaaluu li al-ladziina uutuu al-'ilm maa dzaa qaala anifa[n] (sehingga apabila mereka keluar dari sisimu
orang-orang berkata kepada orang yang telah diberi ilmu pengetahuan
[sahabat-sahabat Nabi]: "Apakah yang dikatakannya tadi?"). Jika
orang-orang yang keluar dari majelis Rasulullah ﷺ adalah orang-orang
munafik, maka orang-orang yang diberi ilmu, menurut Ibnu Zaid adalah para
sahabat. Demikian pula penjelasan al-Alusi, al-Khazin, al-Jazairi, dan
lain-lain. Sehingga, ayat ini dapat dipahami bahwa setelah keluar dari majelis
Rasulullah ﷺ, orang-orang munafik itu bertanya kepada beberapa
sahabat.
Mereka bertanya sebagaimana disitir ayat ini: Maa dzaa qaala anifa[n] (apa yang dikatakan tadi). Pertanyaan ini
sesungguhnya ungkapan untuk melecehkan. Dikatakan al-Khazin, itu terjadi ketika
Rasulullah ﷺ khutbah dan menyebut aib orang-orang munafik, lalu
mereka keluar dari masjid seraya bertanya kepada Ibnu Mas'ud dengan nada
mengolok-olok. Bahwa pertanyaan mereka itu sebagai bentuk ejekan, juga
dikemukakan oleh Imam al-Qurthubi, al-Khazin, al-Jazairi, dan lain-lain.
Menurut al-Jazairi, seandainya mereka orang Mukmin yang mencintai
Rasulullah ﷺ, niscaya mereka akan berkata: Maa dzaa qaala Rasuulul-Laah
anifa[n] (apa yang dikatakan Rasulullah
tadi?) dan bukan Maa
dzaa qaala anifa[n] (apa yang dia
katakan tadi?). Dengan ucapan itu, mereka bermaksud untuk mengatakan bahwa apa
yang dikatakan oleh Rasulullah ﷺ itu sama sekali tidak bermanfaat sedikitpun.
Menurut Sayyid Quthb dalam Fii Zhilaal al-Qur'aan,
pertanyaan yang mereka ajukan setelah menyimak perkataan Rasulullah ﷺ
-kata al-istimaa' bermakna al-samaa' bi al-ihtimaam, mendengarkan dengan penuh perhatian- menunjukkan kepura-puraan mereka
mendengar perkataan Rasulullah ﷺ, padahal sesungguhnya hati mereka lalai dan terkunci
rapat.
Kemudian
ditegaskan: Ulaaika al-ladziina thaba'al-Laah
'alaa quluubihim (mereka itulah orang-orang yang dikunci mati hati
mereka oleh Allah). Ayat ini memberikan penjelasan tentang balasan yang
diberikan atas sikap mereka. Balasannya adalah ditutupnya hati mereka.
Dikatakan
al-Jazairi, hati mereka telah dikunci mati hati mereka oleh Allah SWT adalah
karena kekufuran dan kemunafikan mereka. Hal itu disebabkan oleh banyaknya
noda-noda kekufuran dan kemunafikan hingga menutupi hati mereka, maka menutup
dan mengunci mati hati mereka.
Lalu
diberitakan balasan lainnya untuk mereka dengan firman-Nya wa [i]ttaba'uu ahwaa‘ahum (dan mengikuti hawa
nafsu mereka). Yang dimaksud dengan mengikuti hawa nafsu mereka adalah
mengikuti kekufuran dan kemunafikan. Artinya, ketika mereka tidak mau mengikuti
kebenaran, maka Allah SWT mematikan hati mereka, sehingga hati mereka tidak
memahami dan tidak mengerti. Ketika itulah, mereka mengikuti hawa nafsu mereka
dalam kebatilan. Demikian, penjelasan al-Khazin dalam tafsirnya.
Diterangkan
al-Jazairi, 'mengikuti hawa nafsu mereka' menjadi sebab dua hal. Pertama,
penutup dan penghalang mereka dalam mencari hidayah. Kedua, yang membuatnya
menjadi buta dan tuli, sehingga mereka tidak mendapatkan petunjuk.
Balasan Bagi
Penerima Petunjuk
Setelah menceritakan sikap orang-orang kafir yang meremehkan petunjuk
dari Rasulullah ﷺ serta balasan yang diberikan kepada mereka, kemudian
Allah SWT berfirman: Wa
al-ladziina [iJhtadaw zaadahum hud[an]
(dan orang-orang yang mau menerima petunjuk, Allah menambah petunjuk kepada
mereka). Mereka yang dimaksudkan ayat ini adalah orang-orang Mukmin. Demikian
penjelasan al-Khazin dan al-Jazairi.
Orang Mukmin yang diterangkan ayat ini adalah orang-orang yang mau
menerima petunjuk. Karenanya, mereka pun mendengarkan semua petunjuk yang
disampaikan Rasulullah ﷺ dengan cermat dan sungguh-sungguh. Maka, mereka pun
memahami petunjuk dan ilmu yang diajarkan Nabi ﷺ. Ilmu mereka pun
bertambah.
Menurut
Ibnu Katsir, mereka adalah orang-orang yang bertujuan untuk mendapatkan
petunjuk. Terhadap mereka, Allah SWT pun memberikan taufik kepada mereka,
dengan memberikan petunjuk kepada mereka, meneguhkan mereka agar tetap berada
di atas petunjuk, dan menambahkan petunjuk kepada mereka.
Diterangkan al-Khazin, frasa: Zaadahum huda[n]
mengandung makna bahwa setiap kali mereka mendengarkan wahyu yang disampaikan
Rasulullah ﷺ, mereka pun mengimani dan membenarkan apa yang
mereka dengar, maka hal itu menambah hidayah yang telah ada pada mereka dan
menambah keimanan yang juga telah ada pada mereka.
Menurut
Fakhruddin al-Razi, ayat ini bermaksud untuk menerangkan perbedaan dua golongan
tersebut. Seolah-olah dikatakan: Mereka (golongan pertama) tidak memahaminya;
sedangkan mereka (golongan yang kedua) memahaminya. Juga, seolah-olah Allah SWT
telah mengunci mati hati mereka, lalu menambah mereka menjadi buta; sedangkan
kepada al-muhtadii (orang yang menerima
petunjuk) ditambahkan petunjuk.
Kemudian
disebutkan: Wa aataahum taqwaahum (dan
memberikan balasan ketakwaannya). Frasa ini bermakna, Allah SWT mengilhamkan
kepada mereka petunjuk. Demikian Ibnu Katsir dalam tafsirnya.
Tak jauh
berbeda, al-Khazin juga memaknai ayat ini bahwa Allah SWT memberikan taufik
kepada mereka untuk mengerjakan apa yang diperintahkan kepada mereka. lnilah
takwa.
Menurut
Abdurrahman al-Sa'di, Allah SWT memberikan taufik kepada mereka kepada
kebaikan, menjaga mereka dari keburukan. Diingatkan dalam ayat ini, al-muhtadiin (orang-orang yang mendapatkan
petunjuk) mendapatkan dua balasan, yakni: ilmu yang bermanfaat dan amal shalih.
Demikianlah.
Setiap manusia mendapatkan hasil dari apa yang dikerjakannya. Ketika mereka
enggan mendengarkan petunjuk, apalagi mengolok-olok dan meremehkannya, maka
hati mereka dibuat semakin tertutup rapat. Sebaliknya, mereka
bersungguh-sungguh mencari petunjuk dan bersedia menerima penjelasannya, Allah
SWT pun menambahkan petunjuk buat mereka. Semakin banyak ilmu yang bermanfaat
yang mereka dapatkan. Tak hanya itu, mereka pun diberikan taufik dan kekuatan
untuk mengamalkannya dalam kehidupan. Semoga kita termasuk golongan yang
terakhir ini. WalLaah a'lam bi al-shawaab.[]
Ikhtisar:
1. Orang-orang kafir yang tidak mau mendengarkan perkataan Nabi ﷺ
dengan sungguh-sungguh, apalagi melecehkan perkataan beliau, hati mereka
ditutup dan mengikuti kekufuran.
2.
Orang-orang Mukmin yang mau menerima petunjuk, diberikan tambahan petunjuk dan
diberikan taufik untuk mengerjakan amal shalih.[]
Sumber:
“Balasan Bagi Orang Menolak Dan Mencari Petunjuk” Tabloid Media Umat edisi 172
Tidak ada komentar:
Posting Komentar