Oleh:
Rokhmat S. Labib, MEI
“Bahwasanya
orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya mereka berjanji setia
kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka, maka barangsiapa yang
melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya
sendiri dan barangsiapa menepati janjinya kepada Allah maka Allah akan
memberinya pahala yang besar.” (TQS. al-Fath [48]: 10)
Dalam ayat sebelumnya diterangkan tentang tugas yang diemban Rasulullah ﷺ
kepada manusia. Beliau diutus agar menjadi saksi, pembawa berita gembira dan
pemberi peringatan.
Dengan
dijalankannya tugas itu, diharapkan manusia mau beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya, menguatkan agama-Nya, membesarkan-Nya, dan dan bertasbih kepada-Nya.
Kemudian, Allah SWT berfirman: Inna al-ladziina yubaayi'uunaka (bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada
kamu). Ayat ini memberitakan tentang orang-orang yang membaiat Rasulullah ﷺ.
Secara bahasa, kata al-bay'ah adalah akad yang diakadkan seseorang atas dirinya
untuk mengerahkan segala kemampuan dan menepati janji yang telah ditekadkan.
Yang dimaksud dengan baiat di sini adalah baiah al-Ridhwan di
Hudaibiyyah. Demikian menurut para mufassir. Mereka berbaiat kepada Rasulullah ﷺ
di bawah sebuah pohon untuk memerangi Quraisy. Jumlah sahabat yang ikut
berjanji setia pada saat itu berjumlah 1.300 orang. Ada yang mengatakan 1.400
orang, bahkan 1.500 orang. Menurut Ibnu Katsir yang tepat adalah yang
pertengahan, yakni 1.400. Ini didasarkan oleh riwayat Jabir yang diriwayatkan
oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim.
Ketika itu, Rasulullah ﷺ mengutus Utsman ra. untuk menemui Abu Sufyan dan
para pembesar Quraisy dan menyampaikan bahwa Rasulullah ﷺ
dan kaum Muslim datang bukan untuk berperang, namun berziarah di Baitullah.
Seteleh bertemu dengan mereka, Utsman menyampaikan surat yang dikirim
Rasulullah ﷺ untuk mereka. Setelah membacakan surat Rasulullah ﷺ,
Utsman dipersilakan untuk berthawaf. Utsman menjawab, "Aku tidak akan
mengerjakan thawaf hingga Rasulullah ﷺ bertawaf.” Kemudian orang-orang Quraisy menahan
Utsman. Hingga akhirnya berita itu terdengar Rasulullah ﷺ
dan kaum Muslimin bahwa Utsman telah terbunuh.
Mendengar berita tersebut, Rasulullah ﷺ bersabda: “Kita
tidak akan tinggal diam sehingga kita berperang dengan kaum itu.” Kemudian
Rasulullah ﷺ menyeru umat manusia untuk berbaiat. Itulah yang
disebut sabagai bay'atur
al-ridhwaan yang terjadi di bawah
sebatang pohon. Jabir bin Abdullah ra. berkata, "Sesungguhnya Rasulullah ﷺ
tidak membaiat mereka atas kematian, akan tetapi kami berbaiat untuk tidak
lari.” Demikian dikatakan Ibnu Katsir.
Kemudian ditegaskan: Innamaa yubaayu'uunaLlaah
(Sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah). Bahwa orang-orang yang
membaiat atau berjanji setia terhadap Rasulullah ﷺ sesungguhnya telah
berbaiat kepada Allah SWT. Dikatakan al-Syaukani, ini sebagaimana firman Allah
SWT: “Barangsiapa yang
menaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menaati Allah” (TQS. al-Nisa‘ [4]: 80). Hal itu disebabkan karena
mereka membaiat diri mereka dengan Allah SWT untuk memperoleh Surga.
Penjelasan serupa juga dikemukakan oleh al-Alusi. Menurutnya, mereka
dikatakan berbaiat kepada Allah SWT karena maksud atau tujuan berbaiat kepada
Rasulullah ﷺ adalah menaati Allah SWT dan mengerjakan semua
perintah-Nya karena barangsiapa menaati Rasul sesungguhnya dia telah menaati
Allah SWT (lihat: QS. al-Nisa [4]: 80). Maka, berbaiat kepada Allah SWT
bermakna menaati-Nya.
Kemudian Allah SWT berfirman: YaduLlaah fawq aydiihim
(tangan Allah di atas tangan mereka). Ada beberapa penjelasan tentang makna
ayat ini. Menurut al-Syaukani, ayat ini mengandung makna bahwa sesungguhnya
akad perjanjian dengan Rasulullah ﷺ seperti halnya akad dengan Allah SWT tanpa ada
perbedaan.
Imam
al-Qurthubi menukil pendapat al-Kalbi yang berkata, ”Sesungguhnya nikmat Allah
SWT berupa hidayah atas mereka melebihi baiat yang mereka kerjakan."
Sedangkan al-Kaisan berkata, ”Kekuatan dan pertolongan Allah SWT di atas
kekuatan dan pertolongan mereka."
Menurut
Ibnu Katsir, "Dia hadir bersama mereka, mendengar perkataan mereka dan
melihat tempat mereka, mengetahui apa yang mereka sembunyikan dan mereka
tampakkan. Dialah Dzat yang Maha Tinggi yang mereka baiat melalui rasul-Nya.
Ini seperti firman Allah SWT: “Sesungguhnya
Allah telah membeli dari orang-orang Mukmin diri dan harta mereka dengan
memberikan Surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka
membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di
dalam Taurat, Injil dan Al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya
(selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual-beli yang telah kamu
lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar” (TQS. al-Taubah [9]:
111).”
Melanggar
Baiatnya
Kemudian
Allah SWT menerangkan tentang orang yang melanggar sumpahnya dengan firman-Nya:
Faman nakatsa fa innamaa yankutsu 'alaa nafsihi
(maka barangsiapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu
akan menimpa dirinya sendiri).
Kata al-naktsu berarti melepaskan. Kemudian
digunakan untuk menyebut tindakan membatalkan perjanjian. Ini seperti dalam QS.
al-Taubah [9]: 12. Pengertian ini pula yang dimaksud oleh ayat ini.
Ibnu Jarir
al-Thabari berkata, ”Barangsiapa melanggar dan membatalkan baiatnya kepadamu,
wahai Muhammad, maka dia tidak akan menolongmu atas musuh-musuhmu dan menyalahi
janjinya kepada Tuhannya."
Menurut
Imam al-Qurthubi, itu artinya kemudharatan yang terjadi sebagai akibat
pelanggaran itu akan menimpa dirinya sendiri. Sebab, dia telah menjadikan
dirinya tidak mendapatkan pahala dan mengharuskan hukuman atas dirinya.
Balasan
Setelah diterangkan tentang ancaman bagi orang-orang yang melanggar dan
membaiat Rasulullah ﷺ, kemudian diterangkan tentang balasan bagi
orang-orang yang memenuhi baiatnya. Allah SWT berfirman: Waman awfaa bimaa 'aahadaLlaah
'alayhi (dan barangsiapa menepati
janjinya kepada Allah). Sebagaimana telah diterangkan, baiat tersebut adalah
sumpah atau janji setia untuk membela Utsman yang dikabarkan dibunuh oleh
orang-orang Quraisy.
Terhadap mereka, Allah SWT berfirman: Fasayu‘tiihi ajr[an] 'azhiim[an] (Maka Allah akan memberinya pahala yang besar).
Menurut al-Qurthubi, ajr[an]
azhiim[an] adalah Surga. Pendapat yang
sama juga dikemukakan oleh Qatadah. Tak jauh berbeda, al-Thabari juga
memaknainya sebagai tsawaab[an]
'azhiim[an] (pahala yang besar).
Menurutnya, dengan pahala tersebut Allah SWT memasukkannya ke dalan Surga
sebagai balasan atas penunaian janjinya kepada Allah SWT dan kesabarannya
bersama Rasulullah ﷺ dalam kesulitan yang membuktikan keimanan.
Demikianlah.
Orang-orang yang mengucapkan baiat kepada Rasulullah lalu melanggar janjinya,
akan menjerumuskan dirinya kepada kerugian dan kemudharatan. Sebaliknya, jika
mereka menunaikan janji setia mereka, mereka akan diberikan pahala yang besar. Wa-Llaah a'lam bi al-shawaab.[]
Ikhtisar:
1. Orang-orang yang mengucapkan baiat kepada Rasulullah ﷺ
mendapatkan pujian.
2.
Barangsiapa yang melanggar janji setia maka itu menjerumuskan dirinya kepada
kerugian dan kemudharatan.
3.
Barangsiapa yang menunaikan janji setia, mereka akan diberikan pahala yang
besar.[]
Sumber: Tabloid
Media Umat edisi 195
Tidak ada komentar:
Posting Komentar