Mengapa Kita Perlu Khilafah?
Banyak
sekali argumentasi rasional (baik secara politis, historis, maupun sosial) yang
dapat diajukan namun kami ingin mengajak para pembaca pada visi keharusan kaum
Muslim menegakkan negara Khilafah Islamiyah berdasarkan dalil syar‘î yang memang seharusnya menjadi landasan
bagi kaum Muslim dalam aspek hukum dan keterikatan terhadap syariat Islam.
Cukuplah
kiranya hujjah itu berdasarkan hujjah Allah (al-Qur'an), Rasul-Nya
(as-Sunnah) maupun Ijma' Sahabat -yang meniscayakan kewajiban untuk menegakkan
institusi negara yang berfungsi untuk menerapkan hukum-hukum Allah dan
menyebarluaskan risalah Islam ke seluruh penjuru dunia. Dalil-dalil yang dimaksud
adalah:
Pertama, firman Allah, antara lain adalah ayat
berikut:
“Hendaklah kamu menghukumi mereka berdasarkan apa
yang telah Allah turunkan kepadamu dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu
mereka.” (TQS al-Maidah [5]: 49).
“Siapa saja yang tidak berhukum dengan apa yang Allah
turunkan, mereka adalah orang-orang kafir.” (TQS. al-Maidah [5]: 44).
Pada
faktanya hukum-hukum Allah, bahkan hukum-hukum buatan manusia sekalipun, tidak
pernah bisa dijalankan tanpa adanya institusi -yaitu berbentuk negara- yang
melaksanakan. Apakah mungkin hukum-hukum sekular bisa ditegakkan tanpa ada
institusi (negara) sekular yang melaksanakannya? Jelas tidak mungkin. Begitu
pula hukum-hukum Islam tidak mungkin bisa ditegakkan tanpa adanya institusi
negara Islam, atau Daulah Khilafah Islamiyah yang melaksanakannya.
Kedua, hadits Rasulullah Saw., antara lain
adalah sabdanya berikut:
“Siapa saja yang mati, sementara di atas pundaknya
tidak ada baiat (ketaatan kepada seorang khalifah), maka matinya bagaikan mati
Jahiliyah (dengan menanggung dosa besar).” (HR. Muslim)
“Kelak akan ada para khalifah yang banyak jumlahnya.”
Para sahabat bertanya, “Lalu apa yang engkau perintahkan kepada kami?”
Rasulullah menjawab, “Penuhilah baiat pertama; hanya yang pertama saja.” (HR.
Muslim)
Dalam
hadits lain Rasul bersabda:
“Apabila terjadi baiat atas dua orang khalifah,
bunuhlah orang yang terakhir dibaiat dari keduanya.” (HR. Muslim)
Hadits-hadits
shahih yang berkenaan dengan baiat di atas secara pasti dan jelas mengandung
perintah yang tegas, yakni kewajiban untuk mewujudkan pihak yang akan dibaiat
oleh kaum Muslim, yakni seorang Khalifah/Imam, yang tidak lain adalah kepala
negara kaum Muslim. Artinya, kaum Muslim jelas diwajibkan untuk mewujudkan
negara Islam, yakni Daulah Khilafah Islamiyah. Sebab, tidak mungkin ada
khalifah/imam/kepala negara tanpa ada negara yang dipimpinnya.
Ketiga, Ijma' Sahabat, antara lain ditunjukkan
oleh tidak adanya perbedaan pendapat di kalangan para sahabat Rasulullah Saw.
mengenai wajibnya mengangkat pengganti (Khalifah) Beliau setelah Beliau wafat.
Tindakan para sahabat yang menunda pengurusan jenazah Rasulullah saw. -yang
tidak diingkari kewajibannya oleh mereka sendiri- dan malah sibuk di Saqifah
Bani Sa‘idah untuk mengurusi pemilihan Khalifah, menunjukkan betapa wajib dan
urgennya mewujudkan Kekhilafahan Islam bagi kaum Muslim. Kalaupun sempat terjadi
perselisihan di kalangan mereka, hal itu tidak berkaitan dengan wajib-tidaknya
pengganti (Khalifah) Rasulullah Saw., tetapi berkaitan dengan siapa yang pantas
menjadi Khalifah setelah wafatnya Rasulullah. Realitas sejarah ini jelas tidak
mungkin dipungkiri oleh mereka yang cerdas dan jujur.
Dalil-dalil
di atas, meski hanya sebagian, telah cukup menjadi bukti mengenai wajib dan
perlunya umat Islam menegakkan kembali Kekhilafahan Islam.
Hari Raya Idul Adha, Momentum Introspeksi
Bulan
Dzulhijjah ini tampaknya bisa dijadikan momentum yang tepat bagi umat Islam
untuk melakukan instrospeksi (muhâsabah),
setidaknya dengan menjawab beberapa pertanyaan berikut:
Apakah
dari tahun ke tahun kondisi umat Islam semakin baik?
Sudahkah
umat Islam mampu mengalahkan dan melenyapkan dominasi kekuatan kufur yang
dipimpin oleh Amerika, China dan negara-negara Barat saat ini?
Sudahkah
kita berusaha menunaikan kewajiban untuk mewujudkan kembali institusi
Kekhilafahan Islam sekaligus membaiat seorang Khalifah bagi seluruh kaum
Muslim?
Sudahkah
seluruh hukum-hukum Allah diterapkan di tengah-tengah umat Islam?
Jika
jawabannya, “Tidak,” jelas pergantian waktu demi waktu harus semakin memicu
umat Islam untuk meningkatkan iman dan amal shalih. Pergantian waktu jangan
sampai hanya akan menjadi saksi atas keterpurukan demi keterpurukan umat Islam
yang semakin dalam. Kita mesti mengingat firman Allah SWT:
"Kemuliaan itu hanyalah milik Allah, Rasul, dan
orang-orang Mukmin." (TQS al-Munafiqun [63]: 8)
Allâhumma a‘iz al-Islâm wa al-Muslimîn!
Bacaan: Majalah Politik Dan Dakwah Al-Wa’ie
Tidak ada komentar:
Posting Komentar