Celaan Terhadap
Orang-Orang yang Tidak Mau Keluar Bersama Rasulullah SAW
Oleh:
Rokhmat S. Labib, MEI
“Orang-orang
Badui yang tertinggal (tidak turut ke Hudaibiyah) akan mengatakan: "Harta
dan keluarga kami telah merintangi kami, maka mohonkanlah ampunan untuk
kami;" mereka mengucapkan dengan lidahnya apa yang tidak ada dalam
hatinya. Katakanlah: "Maka siapakah (gerangan) yang dapat
menghalang-halangi kehendak Allah jika Dia menghendaki kemudharatan bagimu atau
jika Dia menghendaki manfaat bagimu. Sebenarnya Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan.” (TQS. al-Fath [48]: 11)
Dalam ayat sebelumnya diberitakan tentang orang-orang yang mengucapkan
baiat atau janji setia kepada Rasulullah ﷺ. Sebagaimana dijelaskan para mufassir, baiat itu
dilakukan di bawah sebuah pohon di Hudaibiyah. Itu dilakukan setelah Rasulullah
ﷺ mendengar kabar terbunuhnya Utsman ra. oleh
orang-orang Quraisy. Ayat itu pun mengancam siapapun yang melanggar baiatnya
dan menjanjikan pahala besar bagi siapapun yang memenuhi janjinya.
Ayat ini kemudian berbicara tentang orang-orang yang tidak mau keluar
bersama-Rasulullah ﷺ.
Keberatan
Allah SWT
berfirman: Sayaquulu al-mukhallafiin min
al-a'raabi syaghalatnaa amwaalunaa wa ahluunaa (orang-orang Badui yang
tertinggal (tidak turut ke Hudaibiyah) akan mengatakan: "Harta dan
keluarga kami telah merintangi kami”).
Menurut al-Qurthubi, kata al-mukhallaf berarti al-matruuk (yang ditinggalkan). Al-Zuhaili berkata, "al-Mukhallaf adalah orang yang ditinggalkan di suatu tempat oleh
orang-orang yang keluar dari tempat tersebut.” Disebutkan ayat ini bahwa
orang-orang yang tertinggal itu adalah min al-a’raab
(orang-orang Arab Badui). Menurut Ibnu Jarir al-Thabari, ketika Rasulullah ﷺ
hendak melakukan umrah ke Makkah pada tahun terjadinya Hudaibiyah, beliau
mengajak seluruh orang-orang Arab dan Badui di sekitar Madinah untuk keluar
bersama beliau guna mewaspadai kaum Quraisy yang akan menyerang beliau,
menghalang-halangi beliau ke Baitullah dan menunaikan umrah. Beliau pun membawa
hewan sembelihan untuk menunjukkan kepada manusia bahwa beliau tidak
menginginkan perang. Akan tetapi, sebagian besar mereka keberatan dengan ajakan
itu dan memilih tidak ikut serta. Mereka itulah yang dimaksudkan oleh ayat ini.
Menurut
Mujahid dan Ibnu Abbas, mereka adalah orang Badui Ghiffar, Muzainah, Juhainah,
Aslam, Asyja', dan Dail. Mereka adalah orang-orang Badui yang menetap di
sekitar Madinah. Demikian dikatakan al-Syaukani, al-Zamakhsyari, dan lain-lain.
Diberitakan ayat ini, bahwa orang-orang yang tidak mau menyertai
Rasulullah ﷺ itu akan menyampaikan alasan keberatan kepada
beliau. Alasan yang mereka kemukakan adalah: Syaghalatnaa amwaalunaa wa ahluunaa (harta dan keluarga kami telah merintangi kami).
Ada dua
perkara yang mereka katakan menghalangi keberangkatan mereka. Pertama, harta
mereka. Dan kedua, keluarga mereka. Dua hal inilah yang harus mereka urusi dan
tidak ada orang lain yang menggantikan mereka ketika ditinggalkan mereka.
Kemudian disebutkan: Fa[i]staghfir lanaa (Maka
mohonkanlah ampunan untuk kami). Selain mengemukakan alasan keberatan mereka
tidak mau berangkat bersama Rasulullah ﷺ, mereka juga meminta kepada beliau agar dimohonkan
ampunan. Akan tetapi permintaan mereka itu tidak tulus dari hati mereka. Mereka
hanya berpura-pura di hadapan Rasul seolah mereka merasa berdosa. Imam
al-Qurthubi berkata, "Mereka datang untuk dimohonkan ampunan, padahal apa
yang mereka yakini berbeda dengan apa yang mereka tampakkan.”
Hal itu
ditegaskan Allah SWT dalam firman Allah SWT selanjutnya: Yaquuluunaa bi alsinatihim maa laysa fii quluubihim
(mereka mengucapkan dengan lidahnya apa yang tidak ada dalam hatinya). Allah
SWT mendustakan perkataan mereka. Al-Baidhawi berkata, ”Ini mendustakan alasan
mereka dan permohonan ampun mereka.” Al-Biqa'I juga berkata, ”Karena mereka
sesungguhnya tidak sibuk dan tidak memiliki niat untuk meminta istighfar.”
Diterangkan
juga oleh al-Zamakhsyari, yang membuat mereka tidak berangkat bukanlah apa yang
mereka katakan. Penyebab sesungguhnya adalah keraguan mereka kepada Allah SWT
dan kemunafikan. Demikian pula permintaan dimohonkan ampunan juga tidak
bersumber dari kenyataan yang sesungguhnya.
Kehendak Allah
SWT
Terhadap
sikap mereka itu, kemudian Allah SWT berfirman: Faman
yamliku lakum minaLlaah syay‘[an] (katakanlah: "Maka siapakah
(gerangan) yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah). Penggalan ayat ini
memerintahkan kepada Rasul-Nya untuk menyampaikan jawaban atas alasan dan
permohonan istighfar mereka. Jawaban terhadap mereka diawali dengan Kata man (siapakah). Kata tersebut merupakan istifhaam yang bermakna nafiy (menegasikan). Bahwa tidak ada
seorangpun bisa menghalangi iradah dan qadha Allah SWT. Al-Zamakhsyari dan
al-Baidhawi juga berkata, ”Maka siapakah yang bisa menghalangi kalian dari
iradah dan qadha’ Allah SWT?"
Kemudian
Allah SWT berfirman: In araada bikum dharr[an]
aw araada bikum naf[an] (Jika Dia menghendaki kemudharatan bagimu atau
jika Dia menghendaki manfaat bagimu). Firman Allah SWT: In araada bikum dharr[an] berarti ditimpakannya segala yang menimbulkan
madarat bagimu, baik hilangnya harta dan musnahnya keluarga. Menurut
al-Zamakhsyari, terbunuh dan kalah. Sedangkan aw
araada bikum naf'[an] berarti mendapatkan kemenangan dan memperoleh ghanimah (harta rampasan perang).
Ini merupakan bantahan terhadap sangkaan mereka bahwa tidak berangkat
bersama Rasulullah ﷺ dapat mencegah dari bahaya atau mendatangkan
manfaat.
Ayat ini
diakhiri dengan firman-Nya: Bal kaanaLlaah
bimaa ta'maluuna Khabiir[an] (sebenarnya Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan). Maksudnya, ketidakikutsertaan kalian itu bukan karena apa yang
kalian nyatakan. Akan tetapi Allah SWT mengetahui semua perbuatan kalian,
termasuk ketidakikutsertaan kalian. Sesungguhnya Dia mengetahui bahwa
ketidakikutsertaan kalian bukan karena hal itu namun karena keraguan,
kemunafikan, dan berbagai persangkaan buruk yang berpangkal dari
ketidakpercayaan kepada Allah SWT. Demikian penjelasan al-Syaukani tentang
penggalan ayat ini. Oleh karena itu kemudian disebutkan dalam ayat sesudahnya:
“Tetapi kamu menyangka bahwa Rasul dan
orang-orang Mukmin sekali-kali tidak akan kembali kepada keluarga mereka
selama-lamanya” (TQS. al-Fath [48]: 12).
Demikianlah. Orang-orang yang tidak mau ikut serta bersama Rasulullah ﷺ
untuk memperjuangkan agamanya akan mencari-cari alasan untuk membenarkan
tindakannya. Mereka beralasan karena harus menjaga harta dan keluarga mereka.
Untuk menunjukkan perasaan bersalah, mereka juga meminta kepada Rasulullah ﷺ
untuk dimintakan ampun kepada Allah SWT, Sebagaimana diterangkan para mufassir,
sesungguhnya semua itu hanya dusta belaka. Oleh karena itu, ayat ini mencela
mereka. Wa-Llaah a'lam
bi al-shawaab.[]
Ikhtisar:
1. Celaan bagi orang-orang yang tidak mau keluar berperang bersama
Rasulullah ﷺ.
2. Allah
SWT mengetahui kedustaan mereka.
3. Tidak
ada seorangpun dapat mencegah kehendak dan ketetapan Allah SWT yang menimpa
manusia, baik madharat maupun manfaat.
4. Allah
SWT mengetahui semua perbuatan manusia.
Sumber:
Tabloid Media Umat edisi 196
Tidak ada komentar:
Posting Komentar