Unduh BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Jumat, 17 Juli 2020

RUU HIP Mengandung Bahaya Besar, Umat Harus Waspada Dan Kembali Pada Perjuangan Untuk Mewujudkan Haluan Negara Hakiki



Diusun oleh: Aida


Di tengah musibah wabah corona, Publik dibuat resah dengan munculnya RUU HIP (haluan Ideologi Pancasila). Walaupun akhirnya pemerintah memutuskan untuk menunda pembahasan RUU HIP ini, namun RUU ini telanjur memantik kemarahan masyarakat Indonesia. Apakah ini “testing the water”?

Munculnya RUU ini diakui adalah inisiatif anggota DPR. Ketua DPP-PDIP yang juga menjabat sebagai wakil ketua MPR dari fraksi PDIP, Ahmad Basarah berpandangan RUU HIP ini tetap diperlukan hadir sebagai ikhtiar bangsa untuk benar-benar mengembalikan ideologi Pancasila dan dapat menjadi ideologi yang hidup dan dapat bekerja di tengah-tengah bangsa sendiri serta dapat melindungi dan membentengi rakyat dan bangsa Indonesia dari ancaman bekerjanya ideologi komunisme, liberalisme, kapitalisme dan paham ekstrimisme keagamaan apapun yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.

“PDIP berharap RUU HIP ini kelak akan menjadi undang-undang instrumental yang dapat berfungsi sebagai instrumen hukum untuk internalisasi dan pembumian Pancasila ke dalam alam pikiran dan perasaan kebatinan masyarakat Indonesia,” kata Ahmad Basarah. Sumber: https://nasional.tempo.co/read/1354712/pdip-berdoa-ruu-hip-jadi-undang-undang-instrumental

Staf Khusus Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Antonius Benny Susetyo (Romo Benny) juga berbicara terkait Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP). Romo Benny menilai RUU HIP bertujuan memperkuat ideologi bangsa, yakni Pancasila. "Tujuan RUU HIP tentunya untuk memperkuat ideologi bangsa kita, yaitu Ideologi Pancasila," kata Romo Benny dalam diskusi bertema 'RUU HIP Akan Dibawa ke Mana' yang digelar oleh AP3Knl, Rabu (17/6/2020).

Benny mengatakan haluan ideologi Pancasila merupakan pedoman bagi semua lapisan masyarakat dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. RUU ini, kata dia, diharapkan dapat memperkuat ideologi dan kelembagaan."Ke depannya, Pancasila harus menjadi kurikulum dari pendidikan usia dini hingga perguruan tinggi. Karena Pancasila adalah sumber dari segala sumber dan keutamaan hidup," sambungnya. Sumber: https://m.detik.com/news/berita/d-5057747/romo-benny-bpip-soal-ruu-hip-untuk-perkuat-ideologi-pancasila

Memang, sejak ditanda-tangani oleh presiden Jokowi pada Mei 2018 lalu, sejak itulah, berbagai polemik terkait BPIP ini mulai bermunculan. Mulai dari gaji ‘wah’ yang diterima oleh Ketua Dewan Pengarah BPIP hingga para anggota per bulannya. Hingga pernyataan-pernyataan kontroversial yang menyinggung SARA, seperti "Agama musuh terbesar Pancasila" dan “Salam pancasila” yang terlontar dari Kepala BPIP Yudian Wahyudi. (detik.com)

Sayang, walaupun sepak terjang BPIP tak memiliki pengaruh terhadap terjaganya nilai-nilai pancasila di negeri ini. Namun, keberadaan mereka malah akan dikuatkan landasan hukumnya dengan pembentukan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila. Di mana Rancangan Undang-Undangnya pun akhirnya kembali menuai kontroversi.

Pada faktanya, tak hanya sekadar Isi dari RUU HIP ini yang bermasalah. Jika ditelisik lebih dalam, sesungguhnya RUU HIP ini hanyalah sebagai penguatan secara hukum dari keberadaan BPIP yang mengalami desakan untuk dibubarkan.

Pasalnya, BPIP sebagai lembaga ad hoc (sementara sifatnya) untuk membantu Presiden. Memperhatikan semua figure didalam formasi BPIP adalah para orang yang memiliki komitmen kental kepada Joko Widodo dan tidak akan bisa mengkritisi Presiden. Sementara Presiden didalam beberapa keputusannya, banyak yang sudah bertentangan dengan Pancasila misalnya dengan banyaknya TKA asing China tenaga kerja kasar yang masuk ke Indonesia secara berlebihan di beberapa proyek Investasi China tanpa pengawasan ketat dari Pemerintah. Sementara semua personil BPIP tidak pernah mau mengkritisi Presiden Joko Widodo. (kompasiana.com)


Memunculkan Keresahan dan Menuai Penolakan

Adanya inisiatif DPR untuk menyusun RUU HIP di tengah kecamuk Covid 19, justru memunculkan kecurigaan publik. Publik menduga ada yang ingin mendapat manfaat disaat situasi wabah corona. Banyak pihak yang resah karena RUU HIP ini disinyalir akan memeras Pancasila menjadi TRISILA dan diperas lagi menjadi EKASILA. Bahkan tak sekedar memeras, namun diduga kuat akan mengganti Pancasila, (Pasal 7).


Mengandung Bahaya

1. Mengubah konstutisi agar semakin sekuler

Pada pasal 6 ayat 1 dan 2 menunjukkan adanya upaya untuk mengganti Pancasila. Ada perbedaan konsep yang semula sesuai kesepakatan para pendiri bangsa pada sidang PPKI tgl 18/8/1945 akan diubah dan diganti dengan konsep Pancasila yang diajukan Bung Karno dalam pidato sidang BPUPKI 1/6/1945. Hal ini nampak dengan diperingati 1 juni sebagai hari lahirnya Pancasila. Padahal konsep pancasila 1 juni 1945 itu berbeda dengan konsep ketika berdirinya negara dalam pembukaan konstitusi 1945.

Indikasi yang lain, nampak jelas pada konsep RUU HIP ini Menjadikan SENDI POKOK Pancasila adalah KEADILAN SOSIAL. Padahal sebelumnya yang menjadi dasarnya adalah KETUHANAN bukan KEADILAN SOSIAL. Konstitusi kita menegaskan hal ini pada Pasal 29 ayat (1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.

Kontroversi pasal 7 yang berpotensi mengaburkan makna Pancasila itu sendiri. Memeras Pancasila menjadi trisila, lalu menjadi ekasila, yaitu Gotong Royong, disinyalir dapat melumpuhkan sila pertama, yaitu “Ketuhanan YME”. Padahal, sila pertama adalah clausa prima. Bahkan menurut pengamat politik Siti Zuhra, jika Pancasila ingin direduksi, seharusnya pakailah sila pertama karena telah termaktub dalam UUD 45 pasal 29 ayat 1. Pasal Ini dapat diartikan mengubah PANCASILA menjadi EKASILA.

RUU ini diduga “Mengubah” Konstitusi Negara. Ia mengubah haluan negara dan mengancam NKRI. Pasal 4 huruf b dapat dinilai sebagai menempatkan UU ini setara dengan UUD (Konstitusi). "pedoman bagi Penyelenggara Negara dalam menyusun dan menetapkan perencanaan, pelaksanaan, serta evaluasi terhadap kebijakan pembangunan nasional di bidang politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya, mental, spiritual, pendidikan, pertahanan dan keamanan yang berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan teknologi guna mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang berketuhanan;"

Pada Pasal tersebut dapat juga dinilai ‘setara’ dengan UUD (konstitusi), karena terdapat frasa ‘PEDOMAN’ bagi bidang politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya, mental, spiritual, pendidikan, pertahanan dan keamanan. Meminjam istilah prof. Danil Rasyid bahwa Pasal 4 huruf b menjadi Omnibus Law Cipta Rezim Otoriter untuk membentuk sebuah Masyarakat Pancasila (pasal 8) sesuai kehendak rezim berkuasa. Atau dalam istilah Ismail Yusanto “sekulerisme radikal”.

Dominasi ilmu pengetahuan dan teknologi, apalagi secara eksplisit disebut dalam sebuah norma hukum seperti RUU HIP, secara pasti akan mereduksi peranan agama dalam proses proses pengambilan keputusan di bidang sosial, ekonomi, politik dan sebagainya. iptek akan menggeser pertimbangan-pertimbangan agama dalam proses pengambilan keputusan tersebut. Jelas sekali, rumusan pada RUU HIP pasal 34 Jo pasal 43 ini adalah sekulerisasi.

Dari telaahan diatas, nyatalah bahwa RUU HIP ini secara telak akan membawa negeri yang merdeka dalam konstitusi diakui 'atas berkat rahmat Allah yang maha kuasa' ke arah sekuler radikal atau ke arah lebih sekuler.

2. Sebagai cover/kedok dukungan pada komunisme

Sulit menghindari dugaan publik RUU ini terpapar “virus Komunis”. Semestinya dalam membahas Pancasila, TAP MPR yang melarang PKI dan ajaran komunis, harusnya dimasukan dalam konsideran. Karena sejarah mencatat beberapa kali PKI yang berpaham komunis telah berkhianat dan memberontak di negeri ini.

Namun dalam konsiderannya justru tidak memuat Tap MPRS No. XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran PKI, Organisasi Terlarang, dan Larangan Menyebarkan dan Mengembangkan Faham Komunisme/Marxisme-Leninisme. Hal ini, menambah keyakinan bahwa RUU HIP ini dibuat dalam rangka menjaga hubungan dengan negara patron yang memang berhaluan komunis.

Selain masalah konsideran yang menimbulkan tanya publik, ternyata Draft RUU HIP yang terdiri dari 10 Bab dan 60 Pasal ini pun mengundang tanda tanya publik.

RUU ini Merupakan inisiatif DPR yang kini di pimpin oleh Puan Maharani (PDIP). Di sisi lain, RUU ini dibahas oleh Panja (panitia Kerja) yang dipimpin juga oleh politisi PDIP, Rieke Dyah Pitaloka.

Seakan-akan TAP MPRS ini dianggap tidak perlu diingat, bahkan mungkin dalam jangka panjang, jika rezim seperti ini terus-menerus berkuasa, TAP MPRS ini tidak boleh (haram) diingat. Ada upaya untuk melupakan. Jadi, RUU ini mengandung kepentingan ideologi. Fakta ini membuktikan rezim tak lagi menolak komunisme. Minimal tidak menolak.

Nampaknya, RUU ini terjadi di Rezim yang dipimpin oleh Presiden (dari PDIP), Menkumham (dari PDIP), Ketua DPR (PDIP) ketua Panja (PDIP). Jadi sulit dihindari banyak tanda tanya publik bahwa dibalik RUU ini PDIP punya banyak peran.

Dalam RUU ini justru lebih kental memuat misi Soekarnoisme tentang Pancasila menjadi Trisila dan menjadi Ekasila. Ini nampak pada Pasal 7 draft RUU ini, yaitu: pada ayat (3) Trisila sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkristalisasi dalam EKASILA yaitu GOTONG ROYONG). Jadi intinya adalah gotong royong. Ekasila gotong royong secara filosofis sama dengan komunalisme-komunisme. Komunalisme 1 langkah menuju komunisme.

Seperti komentar Imam besar Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab (HRS) yang mengaitkan dugaan itu dengan materi keadilan sosial. Pasal 6 ayat 1 RUU HIP membahas keadilan sosial sebagai sendi pokok Pancasila. Menurut HRS, keadilan sosial itu mirip persis dengan manifesto Partai Komunisme yang pernah dibawakan DN Aidit pada tahun 1963. Saat itu, DN Aidit menyatakan, bahwa urat tunjang -yakni sendi pokok intisari- Pancasila adalah keadilan sosial bukan ketuhanan yang maha esa.

Trauma bangsa ini tak akan bisa hilang terhadap tragedi berdarah pembunuhan jendral yang dilakukan PKI pada 30 September 1965 silam. Juga pembantaian terhadap 500 ribu lebih para ulama dan santri oleh PKI di Madiun tahun 1948. Sungguh fakta sejarah yang memilukan kaum muslimin.

Wajar akhirnya masyarakat melihat bahwa RUU ini sengaja dibuat untuk membangkitkan kembali paham komunis yang telah dilarang. Hingga MUI mengancam, jika tak dihentikan pembahasan RUU ini, pihaknya akan mengawal masyarakat Indonesia untuk menolak RUU ini.

3. Alat represif untuk memukul lawan politik ala Orba dan Orla

Selama ini siapa saja yang mencoba kritis dan menasihati penguasa maka akan dituduh anti pancasila. Bahkan tak cukup dituduh anti pancasila, mereka pun difitnah akan mengganti pancasila. Ini tuduhan paling ampuh karena setelah itu mereka bisa dikriminalisasi secara legal. Bahkan menggunakan aparat negara untuk menekan dan menghukum mereka yang kritis. Tak penting apakah benar-benar mereka anti pancasila atau tidak. Yang penting mereka bisa dikriminalisasi dan tak kritis lagi.

Padahal kita pun tahu, hanya pihak penguasa yang bisa mengubah dan mengganti Pancasila. Lebih khusus lagi adalah rezim yang sedang berkuasa. Kalau Rakyat biasa tak mungkin bisa mengubah pancasila. Ormas pun tak mungkin bisa mengubah Pancasila. Kalau ada yang menuding ada orang atau kelompok yang hendak mengubah Pancasila, itu Fitnah yang keji.

Pancasila hanya bisa diubah oleh rezim yang berkuasa melalui institusi Negara yang diberi kewenangan oleh Undang-undang. Rakyat biasa tak bisa melakukannya. Kalau tiba-tiba ada si “Fulan” yang mengaku sudah mengubah Pancasila dan mengumumkan ke publik maka tentu tidak dianggap sah. Bahkan dianggap tidak ada. Si “Fulan” pun bisa dianggap orang kurang waras. Karena ia tak punya kewenangan sesuai amanat UU.

Akan sangat berbeda jika yang membuat tafsir dan mengubah pancasila itu dilakukan oleh DPR dan pemerintah. Tentu sebagai lembaga resmi Negara akan diakui publik. Bahkan Negara sebagai satu-satunya institusi yang punya kewenangan untuk memaksa rakyatnya tunduk, menerima dan menjalankan kebijakan Negara.

Presiden dapat menghakimi siapa yang pancasilais dan siapa yang anti-Pancasila. Ini sangat berbahaya, mengingat rezim hari ini semakin represif dan anti-Islam. Maka, Prof. Suteki menegaskan kembali dalam bincangnya di ILC bahwa RUU HIP ini bukan hanya ditunda, tapi harus ditolak keberadaannya tanpa syarat.

Bahkan menurut Refly Harun, Pakar Hukum Tata Negara, RUU ini selain tidak berguna bagi masyarakat, juga secara tegas menyampaikan bahwa Pancasila adalah milik penguasa. Karena dalam pasal 43 ayat 1 disebutkan “Presiden merupakan pemegang kekuasaan dalam pembinaan haluan ideologi pancasila”. Artinya di sini, presiden adalah sosok yang pancasilais. (islamtoday.id 08/06/2020)

RUU HIP ini dapat menjadi alat pemukul terhadap lawan-lawan politik rezim. Melalui ini, secara subjektif mendefinisikan apa itu masyarakat Pancasila, dan siapa itu manusia Pancasila (pasal 12 ayat 2 dan 3).

Dengan rumusan itu, rezim akan dengan mudah memaksa rakyat untuk berpikir dan bertindak mengikuti rumusan itu, lalu menyingkirkan siapa saja yang dianggap berbeda dengan rumusan tersebut tak peduli meski yang bersangkutan sesungguhnya telah menjalankan perintah ajaran agama dengan sebaik-baiknya.

Dengan RUU HIP ini, bila disahkan nanti, akan menjadi alat guna memukul siapa saja yang perjuangkan penerapan Syariah Islam secara kaffah dengan alasan usaha itu dianggap tidak sesuai dengan masyarakat Pancasila dan manusia Pancasila sebagaimana dirumuskan RUU HIP ini.

Beberapa kalangan bahkan menganggap RUU HIP ini akan melanjutkan represi UU No. 16/2017 tentang Ormas yang semena-mena mencabut BHP HTI. Dan bakal mempraktikkan kembali represi Orla dan Orba pada ormas dan umat Islam.

4. Menyasar umat Islam, khususnya pejuang khilafah

Setelah sebelumnya ngotot enggan mencantumkan TAP MPRS Nomor : XXV/MPRS/1966 Tentang Pembubaran PKI, Pernyataan PKI sebagai Organisasi Terlarang dan Larangan Paham atau ideologi Komunisme, Marxisme dan Leninisme dalam konsideran RUU HIP, karena banyaknya desakan pubik, kini PDIP berubah fikiran.

Namun, PDIP nampak licik karena secara substansi PDIP tak tegas menyatakan TAP MPRS Nomor : XXV/MPRS/1966 setuju dijadikan konsideran mengingat dalam RUU HIP, namun PDIP justru setuju dan mendorong ada penambahan ketentuan menimbang (konsideran) dalam Rancangan Undang Undang atau RUU Haluan Ideologi Pancasila yang menegaskan larangan ideologi marxisme-komunisme, kapitalisme-liberalisme, radikalisme, serta bentuk khilafahisme.

"PDI Perjuangan setuju penegasan larangan terhadap ideologi yang bertentangan dengan Pancasila, seperti marxisme-komunisme, kapitalisme-liberalisme, radikalisme, serta bentuk khilafahisme, ditambahkan dalam Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila". Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto dalam keterangan tertulis, Ahad, 14 Juni 2020.

Menyandingkan dan mensejajarkan ajaran Islam Khilafah dengan komunisme, Marxisme dan Leninisme adalah suatu bentuk kelancangan yang vulgar. Bahkan, bentuk kedengkian yang nyata kepada Islam dan kaum muslimin. Ini sama saja menabuh genderang kemarahan kaum muslim Indonesia, karena dianggap telah mencederai ajaran agama Islam. Pernyataan ini juga mengkonfirmasi secara jelas bahwa PDIP memang anti Islam. RUU HIP yang notabene usulan PDIP, didesain penuh "Ruh" Komunisme. Yang diminta publik khususnya umat Islam adalah dicantumkannya TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966, kenapa Hasto menarik Khilafah dalam konsideran menimbang ?

5. Mereduksi dan meminggirkan agama, mengagamakan Pancasila

Juru bicara HTI Ismail Yusanto menjelaskan, ada masalah yang mendasar di pasal 12 ayat 3 yang merumuskan ciri-ciri manusia Pancasila. Di sana disebutkan tentang beriman dan bertakwa, tetapi kelanjutannya dikatakan bahwa manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang maha esa, menurut kepercayaannya masing-masing dan manusia yang adil dan beradab.

"Ini adalah persoalan besar, karena iman dan taqwa adalah pengucapan yang spesifik boleh kita katakan berasal dari Islam, karena agama lain tidak menggunakan pengucapan itu," ungkap Ismail. Sumber: media umat news.

Jadi iman dan taqwa ini, menurut Ismail, seharusnya diadopsi dari Islam ketika memakai pengucapan ini. Dia melanjutkan, ketika ini dipakai, lalu dibawa kepada konstruksi yang berbeda dari Islam ini adalah bentuk meminggirkan agama.

"Kemanusiaan yang adil dan beradab itu bukanlah dasar agama, kalau dasar agama itu Al-Qur’an dan hadis. Di situlah, sekali lagi, kita bisa melihat kalau ada upaya meminggirkan agama, dan sekaligus kalau dikatakan kemanusiaan yang adil dan beradab itu sila dari Pancasila, kemudian di situ dijadikan iman dan taqwa sebagai dasar, berarti Pancasila hendak dijadikan agama, atau mengamalkan Pancasila," jelas Ismail. Sumber: media umat news. Dari sini bisa kita lihat bahwa seolah ada upaya untuk menyingkirkan agama dari kehidupan.

Dalam pasal 23 RUU HIP disebutkan bahwa pembinaan agama sebagai pembentuk mental dan karakter bangsa dengan menjamin syarat-syarat spiritual dan material untuk kepentingan kepribadian dan kebudayaan nasional Indonesia dan menolak pengaruh buruk kebudayaan asing.

Rumusan tentang pembinaan agama ini terkait dengan paham ketuhanan yang berkebudayaan sebagaimana disebut dalam pasal 7 ayat 2 RUU HIP. Paham ketuhanan yang berkebudayaan tak dapat dipungkiri diambil dari pidato bung Karno saat sidang di BPUPKI. Dengan rumusan seperti ini, tak pelak posisi agama semakin termarjinalisasi. Kedudukannya menjadi sekedar sub bidang dari bidang mental spiritual. Bukan sebagai petunjuk dalam pengaturan hidup manusia di dalam semua aspek kehidupan.

Reduksi makna dan kedudukan agama tampak ketika RUU HIP di pasal 12 menyebut ciri tentang manusia Pancasila, yakni beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang maha esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.

Rumusan ini mengandung paham sekularisme sinkretisme, bahkan pluralisme agama. Frasa "menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab" jelas telah meletakkan hakikat keimanan dan ketaqwaan yang semestinya dipahami dan dilaksanakan dengan dasar dan ukuran yang bersifat Wahyu, menjadi dengan dasar dari suatu yang bersifat sekular. Bagaimana bisa, iman dan taqwa dengan dasar dan ukuran kemanusiaan? Bukankah iman dan taqwa kepada Tuhan semestinya dengan ukuran Tuhan?


Bahaya Telah Nyata, Umat Harus Waspada!

Entah mengapa DPR berinisiatif mengusulkan RUU semacam ini. Apalagi ditengah wabah corona yang telah menelan banyak korban. RUU ini sangat berbahaya dan mengancam keutuhan negara. Perlu kewaspadaan dari seluruh elemen bangsa. Jangan sampai RUU ini justru diperalat untuk tunggangan kepentingan ideologi lain, baik itu kapitalis-liberal maupun Sosialis-Komunis.

Lalu, mereka bekerja menyerahkan kekayaan alam kepada oligarki dan korporasi. kemudian menikmati kekayaan itu bersama kroninya, sambil menuding ada bahaya dari kelompok aktifis garis keras, teroris, radikal, anti pancasila, intoleran, dll.

Walhasil, patut diduga keras RUU ini memuat agenda berbahaya yang menghancurkan` Negara. Mengobrak-abrik hukum dan tatanan negara, mengancam Konstitusi. Publik dan elemen bangsa harus waspada dan menolak RUU ini. Semoga Allah menjaga negeri ini dari tangan-tangan jahat yang akan menghancurkannya.


Perjuangan Umat, Kembali kepada Islam Sebagai Haluan Negara yang Hakiki

Jika ajaran agama Islam, yaitu Khilafah dipropagandakan sebagai ideologi, kemudian dikampanyekan dan dibuat opini seolah-olah sesuatu kejahatan, maka menurut Ketua LBH Pelita Umat, Chandra Purna Irawan, dapat dinilai sebagai bentuk pelanggaran pasal 156a KUHP, yang berbunyi: “Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia”.

Sejatinya biang kerok permasalahan yang melanda negeri ini bukanlah disebabkan ajaran Islam Khilafah atau radikalisme, seperti yang terus dipropagandakan penguasa hari ini. Namun biang kerok dari permasalahan yang terus menghantui adalah dasar negara ini yang sekuler dan rezim korup dalam sistem pemerintahan Demokrasi. Sistem inilah yang melegalkan eksploitasi SDA, sistem ini pula yang menyebabkan kesengsaraan masyarakat semakin berlapis-lapis. Tapi mereka justru mengkambing-hitamkan Islam.

Islam adalah agama yang mengatur seluruh kehidupan. Berbeda dengan ideologi sekuler-kapitalis yang memisahkan agama dengan kehidupan. Islam menjadikan agama sebagai pedoman manusia dalam menjalani kehidupan; Bagaimana cara beribadah, mencari nafkah, mendidik putra-putri mereka, hingga cara mengurusi negara. Semua telah disyariatkan. Mengembalikan sistem pemerintahan Khilafah, adalah kewajiban kaum muslim. Sehingga memperjuangkannya adalah semata bentuk ketaatan seorang hamba pada perintah penciptanya. Telah jelas keunggulan ideologi Islam sebagai dasar negara. Dan telah terbukti kesuksesan sistem khilafah sebagai sistem pemerintahan dalam menyejahterakan warganya.

Oleh karena itu, sudah saatnya kita mengoreksi total haluan negara kita. Jika sudah jelas terbukti haluan negara ini cacat dari asasnya, maka segera tinggalkan. Beralihlah menuju haluan hakiki yang berasal dari Sang Pembuat manusia yaitu Allah SWT.

Kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” (TQS. Al-Jaatsiyah: 18). []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Download BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam