Mewaspadai Fungsi dan Kewenangan Intelijen Negara Sekularisme Demokrasi
Patut diwaspadai oleh kaum Muslim kewenangan intelijen untuk:
Pertama, melakukan aktivitas mata-mata secara sah terhadap rakyatnya sendiri guna mencari orang-orang yang diduga "mengancam keselamatan Negara".
Pertama, melakukan aktivitas mata-mata secara sah terhadap rakyatnya sendiri guna mencari orang-orang yang diduga "mengancam keselamatan Negara".
Kedua,
melakukan penangkapan secara non-yudisial, yang berarti
diperbolehkan melakukan penculikan; apalagi ketika orang yang diduga
melakukan tindakan yang "membahayakan" bagi keselamatan negara ditangkap,
yang mengetahuinya hanyalah intelijen semata, sedangkan instrumen hukum negara
yang lain tidak tahu persoalan ini. Ini semacam polisi rahasia savak pada masa rezim syah Iran yang terkenal
melakukan penculikan, penghilangan orang, penganiayaan/penyiksaan,
penahanan, interogasi dengan sistem inkusisi (interogasi intensif dan lama), dan sejenisnya.
Ketiga,
melakukan pemeriksaan dengan sistem inkuisisi, tersangka
tidak berhak didampingi advokat, dan tersangka tidak boleh diam atau
tidak menjawab pertanyaan. Bukankah ini bertentangan dengan
prinsip-prinsip umum dalam hukum manapun, karena seorang tersangka
berhak membela diri atau didampingi pembela.
Dengan
demikian, kewenangan semacam ini dapat mengarah pada
legitimasi akan adanya sejenis polisi rahasia, yang di negeri manapun,
dalam sejarahnya, hanya berujung pada penciptaan ketakutan dan
kesengsaraan rakyat.
Sangat mungkin intelijen menebarkan ketakutan dan ancaman terhadap masyarakatnya
sendiri, dan itu berarti intelijen justru menjadi ancaman. Mengikuti kepentingan politik yang ada, apabila
dianggap merugikan kepentingan penguasa saat itu maka lawan-lawan politiknya bisa dihancurkan melalui jalur
intelijen dengan dakwaan mengganggu keselamatan negara.
Setelah peristiwa 11 September 2001, AS melalui
George W. Bush langsung menabuh genderang perang terhadap Islam dan kaum
Muslim, dengan memproklamirkan The Crusade (Perang Salib), yaitu
istilah yang khusus digunakan raja-raja Kristen Eropa untuk memerangi
kaum Muslim pada abad pertengahan. Pada tanggal 20 September 2001, Bush
yunior menebar ancaman ke seluruh dunia: "Every nation in every region,
now has a decision to make either you are with us, or you are with the
terrorist" (Setiap negara di wilayah mana saja, sejak saat ini, harus
memutuskan apakah bersama kami, yaitu AS, atau bersama teroris, yaitu
Islam dan kaum Muslim).
Dengan ultimatum AS, negeri-negeri Muslim diharuskan menentukan
sikapnya, apakah bersama AS ataukah bersama ‘teroris’ (baca: pihak yang
mengancam kepentingan imperialisme AS). Tidak terkecuali, dunia
intelijen pun diharuskan memilih, apakah bersama AS ataukah bersama
‘teroris’.
Karena
itu, tidak aneh apabila kewenangan intelijen diarahkan pada pihak-pihak yang oleh AS didefinisikan
sebagai "teroris". Jika itu juga bisa digunakan untuk
menjaga penguasa di kursi kekuasaannya dengan memukul lawan-lawan
politiknya, hal itu adalah wajar di sistem bukan-Islam.
Intelijen dalam Pandangan Islam
Intelijen,
yang di negeri-negeri Islam selalu menakutkan masyarakat, biasa dikenal
dengan mukhâbarât. Institusi ini menjadi tangan kanan penguasa untuk
memata-matai rakyatnya sendiri. Pada masa syah Iran, institusi intilejen
ini dikenal dengan polisi rahasia savak.
Bolehkah
menurut hukum Islam aktivitas memata-matai rakyat yang notabene adalah
kaum Muslim? Allah Swt. telah melarang aktivitas memata-matai (tajassus),
baik yang dilakukan oleh individu terhadap individu Muslim lainnya,
maupun oleh negara terhadap individu kaum Muslim. Allah Swt. berfirman:
“Hai
orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka,
sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa, dan janganlah kalian
mencari-cari kesalahan (dengan memata-matai) orang lain.” (TQS.
al-Hujurat [49]: 12).
Ayat
di atas melarang berprasangka buruk, termasuk menyangka orang atau
pihak tertentu sebagai "teroris"; juga melarang aktivitas memata-matai
masyarakat dengan dalih apapun. Ayat di atas berbentuk umum, yakni
aktivitas tajassus (memata-matai) dalam hal apa saja. Dengan kata lain,
dengan dalih atau tujuan apa pun tidak dibenarkan (haram hukumnya)
memata-matai masyarakat kaum Muslim maupun kafir ahlu dzimmah.
Di
dalam sistem hukum dan kehidupan Islam, aktivitas tajassus (mata-mata)
hanya ditujukan terhadap negara-negara kafir (dâr al-harb). Bahkan,
adanya aktivitas tajassus atau intelijen yang ditujukan terhadap manuver
negara-negara kafir adalah wajib. Dalilnya adalah as-Sunnah.
Hal
itu dapat dipahami dari tindakan Rasulullah Saw. yang mengutus
‘Abdullah bin Jahsy untuk memata-matai kafir Quraisy. Al-Waqidi
mengisahkan isi surat Rasulullah Saw. yang diberikan kepada Abdullah bin
Jahsy tersebut sebagai berikut:
"Berjalanlah
engkau sampai ke jantung daerah Nakhla -dengan nama Allah- dan sampai ke
kolam (sumur)-nya. Janganlah engkau mencegah seorang pun dari
sahabat-sahabatmu untuk turut bersamamu. Laksanakanlah perintahku
beserta orang-orang yang mengikutimu sampai di jantung daerah Nakhla
(terletak antara Makkah dan Thaif). Lalu amatilah gerak-gerik
orang-orang Quraisy." (Muhammad Hamidullah, Majmû‘ah al-Watsâ’iq
as-Siyâsiyah, hlm. 68).
Dalam
setiap peperangannya, Rasulullah Saw. juga selalu menjalankan aktivitas
intelijen terlebih dulu untuk mengetahui kekuatan dan strategi musuh.
Dengan begitu, akan diperoleh informasi tentang titik-titik kelemahan
mereka. Keterangan tentang aktivitas intelijen tersebut banyak dijumpai
dalam buku-buku sirah.
Walhasil,
Allah Swt. mengharamkan secara mutlak individu atau negara untuk
memata-matai atau melakukan aktivitas intelijen terhadap kaum Muslim
ataupun kafir dzimmi yang menjadi warga negaranya. Sebaliknya, boleh
bagi warga negara negeri-negeri Islam, dan wajib bagi negara untuk
melakukan aktivitas intelijen yang ditujukan terhadap negara-negara
kafir.
Apa yang Seharusnya Dilakukan?
Institusi
intelijen dalam Islam seharusnya memiliki sarana-sarana pokok maupun penunjang agar
dapat melakukan aktivitas intelijen baik di dalam negeri maupun di luar
negeri, yang dapat memata-matai manuver-manuver politik, militer,
ekonomi, dan perdagangan dari negara-negara kafir. Sebab,
manuver-manuver negara kafir harbi tidak lebih merupakan upaya untuk melanggengkan
hegemoni serta memperluas eksistensi dan menjaga kepentingan mereka di
seluruh dunia, termasuk di negeri-negeri Muslim.
Dengan
demikian, institusi intelijen Islam mampu mengungkap taktik, strategi, dan
tipudaya negara-negara kafir, sehingga negara mampu menjaga eksistensi
dan kemaslahatan penduduknya dari intervensi ekonomi, perdagangan,
politik, maupun militer asing. Jika hal itu dilakukan maka pasti seluruh
warga negara akan mendukung institusi intelijen Khilafah, bahkan mereka akan
berpartisipasi menjadi mata dan telinga tambahan bagi intsitusi
intelijen dalam memata-matai aktivitas negara-negara kafir, baik di
dalam negeri maupun luar negeri. Untuk itu umat Islam harus berupaya:
Pertama, memiliki kesadaran ideologi dan politik Islam.
Kesadaran ideologi Islam artinya kesadaran bahwa Islam bukanlah sekadar
ajaran ritual dan moral semata, melainkan sebuah sistem kehidupan yang
mengatur seluruh aspek kehidupan yang harus disampaikan ke seluruh
dunia. Sementara itu, kesadaran politik adalah kesadaran untuk
senantiasa mengikuti politik internasional dan aktivitas politik serta
selalu mengamati dunia melalui sudut pandang akidah Islam. Tanpa
kesadaran ideologi dan politik Islam, kaum Muslim hanya akan tergilas
oleh arus informasi yang sebagian besar dikuasai oleh musuh-musuh Islam.
Lama-kelamaan, tidak mustahil jika seorang Muslim yang tidak
berkesadaran ideologi Islam dan politik Islam akan membenci Islam dan
umatnya sendiri.
Kedua,
perlu disadari bahwa kegiatan intelijen oleh kepentingan Barat dan
sekutu-sekutunya merupakan senjata pemusnah dan racun mematikan bagi
umat Islam dan ideologinya yang harus dihentikan.
Untuk menghentikannya perlu adanya kesadaran dan kewaspadaan umat agar
tidak terjebak oleh tipu-tipu muslihat yang licik lagi kejam dari AS dan
sekutu-sekutunya. Ingatlah firman Allah Swt:
“Dan
(ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya
terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau
mengusirmu. Mereka memikirkan tipudaya dan Allah menggagalkan tipu daya
itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya.” (TQS. Al-Anfâl [8]:
30).
Bacaan: Majalah Politik Dan Dakwah Al-Wa’ie
Tidak ada komentar:
Posting Komentar