Unduh BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Tampilkan postingan dengan label kezaliman. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kezaliman. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 27 Agustus 2016

IMF, BANK DUNIA, DAN PROGRAM TIPUDAYA



Dilandasi oleh pengalaman resesi ekonomi tahun 1930-an, pada tanggal 1-22 Juli 1944, sejumlah utusan dari 44 negara-termasuk AS, Prancis, dan negara-negara Eropa lainnya menyelenggarakan konferensi keuangan dan moneter PBB di Bretton Woods, New Hampshire, AS. Mereka kemudian bersepakat untuk membentuk dua badan internasional, yakni Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund) atau IMF dan Bank Internasional untuk Penataan Kembali dan Pembangunan (lntemononal Bank for Reconstruction and Development atau IBRD yang kemudian dikenal dengan Bank Dunia (World Bank). Kedua lembaga bersaudara itulah yang kemudian disebut dengan “Sistem Bretton Woods." Mereka yang hadir dalam pertemuan pertama tahunan tersebut turut menandatangani Pasal-pasal Persetujuan (Articles of Agreement) pendirian resmi lembaga itu. Dengan demikian, citra sebagai lembaga resmi diharapkan dapat terjaga.

Tujuan Konferensi Bretton Woods pada awalnya adalah sebagai usaha untuk melancarkan perdagangan dunia, terutama yang terhalang oleh berbagai kebijakan tarif yang dilaksanakan selama PD ll. Dalam konferensi itu juga disetujui berlakunya sistem kurs valuta tetap (fixed exchange rate). Kurs tetap itu menjadikan US$ sebagai standar moneter internasional, yang dikaitkan dengan harga dolar dan harga emas, yaitu 1 troy ounce emas seharga US$ 35. Penggunaan kurs tetap dengan standar dolar AS merupakan bagian dari upaya AS untuk mendominasi nilai tukarnya di dalam perekonomian dunia. Pada langkah berikutnya, AS berharap dapat semakin mudah menguasai ekonomi dunia, terutama dunia ketiga. Skenario selanjutnya, AS berharap mampu menguasai segi politik dengan cara mendiktekan kebijakan strategis dalam negeri negara lain.

Sebelumnya, tahun 1830 hingga awal tahun 1930, pembayaran perdagangan internasional dilaksanakan melalui pengiriman emas atau wesel untuk memenuhi pembayaran barang dan jasa yang diimpor oleh suatu negara. Demikian juga sebaliknya, suatu negara, jika ingin mengekspor barangnya, akan dibayar dengan emas atau wesel. Waktu itu emas merupakan mata uang yang beredar sebagai alat pembayaran. Setiap uang kertas yang akan diedarkan pun selalu dijamin dengan emas. Pada saat itu, kurs valuta asing relatif stabil, karena kursnya hanya bergerak di antara titik emas ekspor dan titik emas impor. (Dochak Lathief, Ekonomi Global, hlm. 113). Hanya saja, setelah PD I, penggunaan standar emas ditinggalkan AS dan Inggris, terutama setelah resesi 1930-an. Mereka beranggapan bahwa perdagangan dengan standar emas merugikan mereka. Kejadian itulah yang membidani lahirnya sistem Bretton Woods dengan IMF dan Bank Dunia sebagai pengawalnya.

Akan tetapi keberadaan IMF maupun Bank Dunia sama sekali tidak memberikan harapan yang lebih baik. Dalam perjalanannya, kedua lembaga tersebut sangat didominasi oleh berbagai kepentingan negara-negara maju, terutama AS, untuk memenuhi kepentingan-kepentingannya. Bantuan yang diberikan Bank Dunia maupun IMF, kendati sekecil apapun akan menjadi jerat utang (debt relief) bagi negara pengutang. Demikian juga biaya modal yang digulirkan ke negara Dunia Ketiga yang sedang berkembang, yang populer dengan sebutan investasi modal asing, akan menghasilkan set back bagi negara tersebut, alias semakin miskin dan terbelakang. Model pembangunan yang ditawarkan negara-negara kapitalis ke negara-negara Dunia Ketiga cenderung menimbulkan gelombang konjungtur, dan mengakibatkan instabilitas ekonomi negara berlangsung secara terus-menerus seperti lingkaran setan.

Walhasil, harus disadari bahwa utang luar negeri, baik melalui Bank Dunia atau IMF, tidak ubahnya laksana “jerat-jerat terselubung." Tidak ada satupun negara kapitalis yang memberikan bantuan dana pembangunan tanpa didasari oleh adanya motif keuntungan yang ingin diraih oleh negeri pemberi utang. George Washington, mantan presiden AS pernah mengatakan bahwa, merupakan suatu kegilaan bagi suatu negara yang mengharapkan pertolongan negara lain tanpa memperhatikan kepentingan negara yang membantunya. Lebih jelas lagi pendapat John Foster Dulles yang mengatakan bahwa, Amerika tidak mempunyai teman, tetapi Amerika selalu mempunyai kepentingan tertentu (Robert I. Rhoders, 1970, hlm. 89).

Untuk memahami jerat-jerat tersebut, kita bisa memperhatikan bahwa, setiap pinjaman akan diberikan jika negara pengutang memang bersedia melaksanakan apa yang mereka sebut sebagai “Penyesuaian Struktural" (Structural Adjustment). Pada prinsipnya, hal itu berarti, kesediaan untuk menyesuaikan kebijakan perekonomian negara yang bersangkutan agar lebih berorientasi ke arah sistem pasar dunia (globalisasi ekonomi).

Negara-negara yang ingin mendapatkan pinjaman dari IMF atau Bank Dunia harus melaksanakan langkah-langkah penyesuaian dalam negeri mereka, antara lain: devaluasi mata uang, deregulasi sistem perbankan, Swastanisasi (privatisasi), liberalisasi pasar, peningkatan ekspor, pengurangan konsumsi dalam negeri, pengurangan subsidi sektor publik, pemotongan belanja pemerintah di sektor-sektor pelayanan sosial, dan sebagainya.

Program Tipudaya

Apa yang dinamakan program penyesuaian struktural (Structural Adjustment] hanyalah omong-kosong, serta sekadar iming-iming yang menjerat dan menjerumuskan. Marilah kita melihat realitas program penyesuaian struktural tersebut.

Untuk meningkatkan ekspor dan mengurangi impor, IMF menyarankan devaluasi mata uang. Pada faktanya, survei PBB terhadap 12 proyek program penyesuaian struktural menemukan bahwa hanya sedikit ada perbaikan dan peningkatan nilai ekspor yang dicapai. Banyak harga komoditi ekspor justru anjlok karena para eksportir juga semakin ketat bersaing untuk pasar yang sama. Akibatnya, hal tersebut merusak perekonomian negara-negara yang sangat bergantung pada bahan impor.

Sementara itu, upaya IMF untuk memaksakan adanya peningkatan suku bunga yang tinggi, dengan harapan alokasi sumber daya modal hanya pada para penanam modal yang efisien, juga tidak terbukti. Justru penerapan suku bunga tinggi akan menghambat penanaman modal pada sektor-sektor produksi untuk pasar dalam negeri, memicu spekulasi, mengurangi akses kredit para petani dan pengrajin kecil, serta mendorong laju inflasi. Sementara itu, syarat pembatasan pasokan uang -kendati di atas kertas sepertinya baik, yakni untuk mengendalikan inflasi- berdampak pada depresi ekonomi, meledaknya pengangguran, sebagaimana hasil survei PBB - mengakibatkan hanya separo dari 12 proyek tersebut yang terbukti benar.

Dalam pada itu, program IMF dan Bank Dunia yang mensyaratkan penyesuaian melalui pemotongan anggaran belanja pemerintah, dengan harapan mampu mengurangi permintaan yang berlebihan, justru mengakibatkan pemotongan anggaran belanja dan subsidi pendidikan yang amat vital. Pemotongan subsidi tersebut pada akhirnya menimbulkan kebodohan rakyat akibat mahalnya biaya pendidikan yang tidak terjangkau lagi oleh kalangan rakyat miskin. Sementara itu, pengurangan pelayanan kesehatan, berdampak pada buruknya kualitas kesehatan masyarakat akibat mahalnya biaya kesehatan. Pemotongan subsidi berdampak pada penurunan air minum, tenaga listrik, bahan bakar, pembangunan prasarana jalan dan transportasi.

Sementara itu, program IMF untuk penurunan tarif dan kuota impor, dengan target untuk meningkatkan daya saing di pasar internasional dan meningkatkan efisiensi justru menyebabkan terbengkalainya industri-industri lokal, mengurangi kemampuan untuk berswasembada pangan. Yang terjadi malah sebaliknya, meningkatnya impor barang-barang mewah. Walhasil, rakyat miskin tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan pokok mereka.

Lebih parah lagi adalah adanya program swastanisasi, yang konon dianggap oleh IMF dan Bank Dunia dapat membuat perusahaan perusahaan lebih efisien. Padahal sebaliknya, swastanisasi menimbulkan adanya peralihan prasarana dan sarana umum untuk keperluan perusahaan-perusahaan swasta yang lebih mementingkan laba besar (profit oriented) ketimbang kesejahteraan sosial masyarakat. Swastanisasi semakin mempersulit jangkauan kaum miskin pada pelayanan listrik, transportasi, dan komunikasi. Sebaliknya, swastanisasi memberikan subsidi kepada para penanam modal swasta. Semua itu pada akhirnya menimbulkan bencana kemiskinan dan pemiskinan rakyat.

Lebih lanjut, upaya peningkatan ekspor yang digembar-gemborkan IMF/Bank Dunia dengan target untuk memperbesar pemasukan devisa dari perdagangan luar negeri ternyata hanya menghasilkan mimpi buruk bagi para petani. Penggantian tanaman pangan dengan tanaman perdagangan telah mengakibatkan peningkatan penderitaan kekurangan gizi. Di samping itu, bahan pangan yang sebelumnya surplus, lalu ditinggalkan, dan kemudian malah mengharuskan adanya impor dari negara lain. Ini mengakibatkan ketergantungan yang semakin tinggi pada pasar luar negeri. Sementara itu, privatisasi yang antara lain mengizinkan adanya HPH (Hak Penebangan Hutan) oleh swasta mengakibatkan penggundulan hutan, sedangkan devisa yang dihasilkan justru lebih banyak dipakai untuk membayar utang luar negeri. Konsekuensi berikutnya, sektor publik dan kepemilikan umum yang seharusnya ditujukan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, beralih kepada segelintir orang saja. Konsep trickle down strategy (strategi menetes ke bawah) dari konglomerat ke rakyat hanya sebuah impian belaka.

Derita dan Kekacauan

Utang luar negeri sebenarnya merupakan pemerasan kekayaan negara-negara berkembang oleh negara-negara maju atau negara-negara industri. Negara-negara maju pimpinan AS, dengan menyetir lembaga kembarnya IMF dan Bank Dunia, serta bank-bank komersial lainnya, berupaya untuk menyediakan dan menyalurkan pinjaman kepada negara berkembang dengan mekanisme tingkat suku bunga tidak tetap (variable interest rate). Dari sini bisa dipahami jika setiap tahun kecenderungan jumlah pinjaman Dunia Ketiga semakin membengkak akibat nilai mata uang negara berkembang jatuh terus-menerus karena menganut nilai tukar mengambang (floating exchange rate) hasil rekayasa AS dan negara kapitalis Barat.

Data terakhir dari Bank Dunia dua tahun lalu (1998), menunjukkan bahwa sebanyak 98 negara Selatan telah membayar ke negara- negara Utara sebesar US$ 32.5 miliar. Padahal, sisa utang setelah dikurangi cicilan itu tidak cenderung berkurang tetapi justru terus bertambah besar. Artinya, negara-negara Utaralah yang menikmati dan menghisap kekayaan negara Dunia Ketiga melalui perangkap utang. Realitas kemiskinan akibat jerat utang di Dunia Ketiga (negara berkembang) cukup signifikan. Indonesia, sebelum krisis ekonomi Asia Tenggara (Mei 1997), pendapatan perkapitanya adalah US$ 1.600 per tahun dan dimasukkan ke dalam kelompok negara berpendapatan menengah. Akan tetapi, setelah krisis, dengan asumsi kasar 1 dolar seharga Rp8000.- atau sekitar 400 persen dari nilai tukar sebelum krisis (1 US$ = Rp2.400), pendapatan perkapita kita merosot empat kali lipat. Dari perhitungan itu berarti pendapatan perkapita Indonesia menjadi US$ 400 per tahun dan digolongkan ke dalam kelompok negara miskin. Jumlah utang luar negeri kita saat itu lebih dari US$142 miliar. Dengan total penduduk sebesar 202 juta jiwa (data tahun 1999), maka beban perkapitanya adalah sekitar US$ 703 per tahun. Artinya, pendapatan bersih per tahun sebenarnya minus US$ 303 per tahun. Ini berarti, setiap bayi yang lahir saat ini harus memikul utang luar negeri sebesar US$ 303 atau sekitar Rp2,4 juta per tahun. Untuk tahun-tahun berikutnya, diprediksikan bahwa utang luar negeri tersebut akan terus meningkat.

Perhatikan pula jerat utang di negara lain seperti Zambia. Sekitar tahun 1980-an, pendapatan perkapita negara Zambia adalah US$ 600 per tahun. Tahun 1986, setelah mengikuti program IMF, pendapatan perkapitanya menurun drastis sampai US$ 170 per tahun. Laju inflasi meningkat hingga sekitar 60 persen. Tingkat pengangguran meningkat dari 14 persen menjadi 25 persen. Dalam dua tahun saja, mata uangnya sudah didevaluasi sampai 700 persen. Lebih ironis lagi, sampai tahun 1986, setelah lima tahun program IMF dipraktekkan, sekitar 10.000 rakyat Zambia kehilangan pekerjaan mereka. Sungguh mengenaskan!

Brazil juga mengalami nasib yang sama parahnya. Negeri tersebut hingga kini masih memiliki beban utang luar negeri lebih dari US$ 122 miliar, walaupun sebelumnya, antara tahun 1972-1988, telah membayar utangnya sebesar US$ 176 miliar. Selain berdampak pada penurunan pendapatan perkapita dan kemiskinan, utang IMF dan Bank Dunia juga menimbulkan risiko berupa kerusuhan akibat protes masyarakat yang merasa dihisap darahnya. Terbukti, pada bulan Maret 1989, aksi penolakan terhadap IMF dilakukan.

Di Filipina, beban utang yang ditanggung rakyatnya diuraikan oleh pakar ekonomi Manuel F. Montes, dengan pernyataan yang cukup mengagetkan. Ia mengatakan bahwa setiap orang Filipina menanggung utang luar negeri sekitar US$ 500 atau 10.500 Peso. Jerat utang di negeri ini pun akhirnya menimbulkan gelombang penolakan terhadap IMF. Pada tanggal 1 Mei 1989, puluhan ribu buruh di seluruh Filipina turun ke jalan-jalan. Tuntutan utamanya adalah penolakan terhadap perjanjian kerjasama baru antara IMF dengan pemerintah. Lebih tragis lagi, UNICEF memperkirakan bahwa, sebanyak 650.000 anak-anak mati di seluruh kawasan Dunia Ketiga setiap tahun karena adanya utang tersebut. Di Filipina diperkirakan lebih dari 1 anak meninggal setiap jam akibat hal yang serupa. (Hutang Itu Hutang, hlm. 19, Insist Press).
Borok-borok IMF dan Bank Dunia tersebut semakin terungkap dan memicu penolakan dan ketidakpercayaan negara berkembang terhadap program-programnya yang menjerat. Di Ceko, polisi dan para demonstran anti globalisasi bentrok di luar Hotel Hilton Praha, Rabu (27/9/2000), sehari setelah pembukaan pertemuan tahunan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia (World Bank) di Pusat Kongres Praha (kompas, 27/9/2000). Aksi tersebut memperlihatkan adanya kesadaran warga Ceko terhadap bahaya program-program IMF dan Bank Dunia yang merupakan sarana global untuk mencengkeram negara-negera berkembang di bawah kepentingan negara-negara maju yang dimandori AS.

Dunia pun pernah dikejutkan dengan adanya sekitar 300 orang Venezuela yang terbunuh dalam kerusuhan, menyusul diumumkannya program penghematan nasional yang didukung IMF bulan Maret 1989. Pada bulan yang sama, sekitar 200 orang mengalami luka-luka parah di Brazil selama berlangsungnya aksi pemogokan umum 48 jam yang memprotes paket program yang sama dari IMF.

Di Indonesia sendiri, jerat utang IMF dan Bank Dunia sudah di atas ambang wajar. Hal ini terjadi karena kita selama 32 tahun hidup dengan membohongi diri dengan anggaran berimbangnya. Padahal, setiap tahun anggaran belanja negara kita selalu defisit, tetapi ditutup dengan utang luar negeri yang semakin lama semakin besar. Jadi, utang luar negeri itu hanya digunakan untuk membayar utang. Kecenderungan ini sama pada negara-negera berkembang. Tidak ada satu negarapun di Dunia Ketiga sebagai pengutang yang semakin makmur. Sebaliknya, jumlah utang negara-negara tersebut semakin lama semakin membengkak.

Oleh karena itu, suatu keharusan bagi kita untuk mewaspadai jerat utang IMF dan Bank Dunia yang notabene menghisap darah rakyat di negara-negara berkembang. Suatu keharusan pula untuk secara tegas mengatakan “Tidak!” kepada IMF dan Bank Dunia, atau bank-bank komersial lainnya yang berada di bawah kendali kedua lembaga kembar tersebut; dengan segala kemungkinan terobosan, prospek, tantangan, dan risiko yang bakal dihadapi di masa-masa mendatang. Upaya itu harus dilakukan jika kita tidak ingin diinjak-iniak oleh negara-negara Barat imperialis-kapitalis pimpinan AS.
Sumber: Majalah al-Wa’ie edisi 3

Jumat, 01 Juli 2016

Mencampur hukum Islam dengan hukum kufur


 

Dilarang mengajak untuk mencampuradukkan antara penerapan hukum Islam dengan penerapan hukum kufur.

Ibn al-Qayyim dalam kitabnya, Zâd al-Ma‘ad, menuturkan riwayat sebagai berikut:
Kinanah ibn ‘Abdi Yalil berkata, “Apakah engkau akan menuntut kami (untuk taat kepadamu) meskipun kami telah kembali kepada kaum kami?” Rasulullah Saw. bersabda, “Ya, jika kalian memang memutuskan untuk masuk Islam, aku menuntut kalian. Namun, jika tidak, tidak akan ada tuntutan atas kalian, dan tidak ada perdamaian dengan kalian.” Kinanah berkata lagi, “Bagaimana pendapatmu tentang zina? Sesungguhnya kami adalah kaum yang senang membujang, sementara kami harus melakukan hal itu.”Rasulullah menjawab, “Zina itu haram atas kalian, karena sesungguhnya Allah Swt. telah berfirman (yang maknanya): Janganlah kalian mendekati zina. Sesungguhnya ia adalah perbuatan keji dan seburuk-buruk jalan.” Kinanah berkata lagi, “Bagaimana pendapatmu tentang riba? Sesungguhnya ia adalah harta milik kami semuanya.” Rasulullah menjawab, “Bagi kalian berhak atas modal pokok kalian. Sesungguhnya Allah berfirman (yang maknanya): Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah, dan tinggalkanlah riba yang masih ada jika kalian benar-benar beriman.”
Mereka berkata, “Bagaimana pendapatmu tentang khamr? Sesungguhnya khamar itu adalah perasan hasil bumi kami, sementara kami biasa meminumnya.” Rasulullah kemudian menjawab lagi: “Sesungguhnya Allah telah mengharamkannya.” Mereka, lalu saling berdiri dan saling berbisik-bisik, kemudian berkata, “Celaka kita, sesungguhnya kita khawatir bila menentangnya, kita akan menemui nasib seperti Fathu Makkah (penaklukkan kota Mekah). Pergilah kalian, kita menyetujui atas apa yang kita tanyakan.” Mereka kemudian mendatangi Rasulullah Saw. seraya berkata, “Ya, kami setuju atas apa yang engkau minta. Akan tetapi, bagaimana pendapatmu mengenai sesembahan kami? Apa yang harus kami lakukan terhadapnya?” Rasulullah menjawab, “Hancurkanlah!” Mereka berkata, “Itu sesuatu yang tidak mungkin. Seandainya berhala itu mengetahui bahwa engkau akan menghancurkannya, pasti ia akan membunuh pemiliknya.” Tiba-tiba, ‘Umar ibn al-Khaththab berkata, “Celaka kamu, hai Ibn Abdi Yalil. Betapa bodohnya kamu. Sesungguhnya berhala itu cuma seonggok batu!” Merekapun berkata, “Sesungguhnya kami tidak datang kepadamu, Ibn al-Khaththab.” Mereka kemudian melanjutkan perkataannya kepada Rasulullah Saw., “Tunjuklah orang lain untuk menghancurkannya, sebab kami tidak akan menghancurkannya.” Rasulullah menjawab, “Aku akan mengirimkan kepada kalian orang yang akan menghancurkannya.” Setelah itu merekapun memeluk Islam.

Hadis ini secara tegas menunjukkan bahwa, kaum Muslim —siapapun wajib memenuhi hukum Islam secara total dan serentak. Rasulullah Saw. telah menolak secara tegas berbagai persyaratan yang diminta oleh beberapa kabilah untuk menangguhkan atau mengecualikan diterapkannya beberapa hukum Islam (baik itu hukum zina, khamar, zakat, riba dll). Penangguhan penerapan sebagian hukum Islam telah ditolak oleh Rasulullah Saw., meskipun terhadap kabilah-kabilah yang baru memeluk Islam.

Imam Ibn Majah menuturkan riwayat yang bersumber dari ‘Athiyah ibn Sufyan ibn Abdillah ibn Rabi‘ah. Ia bertutur demikian:
“Utusan kami telah bercerita setelah datang menghadap Rasulullah pada saat masuk Islamnya Bani Tsaqif yang berkata, “Para utusan itu datang menghadap Rasulullah Saw. di bulan Ramadhan.” Rasulullah Saw. lalu memerintahkan mereka untuk membuat kubah di masjid. Tatkala mereka masuk Islam, mereka langsung menjalani shaum pada hari-hari Ramadhan yang tersisa.”

Imam Bukhari meriwayatkan hadis dari al-Barra’. Disebutkan bahwa ia bertutur demikian:
“Tatkala Rasulullah Saw. datang ke kota Madinah, beliau shalat menghadap ke Baitul Maqdis selama 16 atau 17 bulan. Meskipun beliau lebih menyukai untuk berkiblat ke Makkah. Kemudian, turunlah ayat (yang artinya): Sesungguhnya Kami sering (melihat) mukamu menengadah ke langit, maka Kami memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai (Makkah).”
Setelah itu, Rasulullah mengalihkan kiblatnya ke arah Ka‘bah. Saat itu, bersama beliau ada seorang laki-laki yang turut shalat ashar. Selanjutnya, dia pergi dan melewati suatu kaum dari kalangan Anshar. Dia lantas bersaksi bahwa dia shalat bersama dengan Rasulullah, sementara beliau shalat menghadap ke Ka‘bah. (Ketika diturunkannya ayat tersebut) merekapun segera mengalihkan (arah kiblatnya), padahal mereka dalam keadaan rukuk shalat ashar.”

Imam al-Bukhari, an-Nasa‘i, Muslim, Ibn Majah, dan Imam Ahmad menuturkan riwayat yang bersumber dari Ahmad ibn Abdillah ibn Abi Awfa. Disebutkan bahwa ia bertutur,
“Kami pernah menjumpai seekor keledai di luar desa. Rasulullah Saw. lantas bersabda, ‘Buanglah seluruh isi panci (yang berisi daging keledai).’”
Menurut riwayat Imam Ahmad yang bersumber dari Shalit al-Anshari, ia adalah seorang Badwi. Ia berkata, “Rasulullah melarang kami memakan daging keledai tatkala kami (berada) di Khaibar, lalu kamipun membuangnya, padahal kami dalam keadaan lapar.”

Abu Ya‘la menuturkan riwayat dari Jabir. Disebutkan bahwa ia pernah bertutur sebagai berikut:
“Seorang laki-laki tengah memikul khamr dari Khaibar menuju kota Madinah. Dia menjualnya kepada kaum Muslim (sementara khamr belum diharamkan), dan dia memperoleh uang hasil penjualannya. Pada suatu hari, dia datang lagi ke kota Madinah, namun berjumpa dengan seorang laki-laki Muslim yang berkata kepadanya, “Fulan, sesungguhnya khamar telah diharamkan.” Orang tersebut lantas meletakkan khamar di suatu tempat (yang tinggi) dan menutupinya dengan kain. Ia kemudian mendatangi Nabi Saw. dan berkata, “Telah sampai kepadaku berita bahwa khamar telah diharamkan.” Rasulullah menjawab, “Memang.” Laki-laki itu berkata lagi, “Apakah boleh aku mengembalikan khamar kepada orang tempat aku membelinya?” Rasulullah menjawab, “Tidak boleh.” Laki-laki itu bertanya lagi, “Apakah boleh aku menghadiahkan khamar ini kepada orang yang akan memberikan balasan kepadaku?” Rasulullah menjawab, “Tidak.” Laki-laki itu melanjutkan, “Sesungguhnya di dalamnya terdapat harta anak-anak yatim yang berada dalam asuhanku.” Rasulullah bersabda, “Jika datang harta dari daerah Bahrain (kepada kami), maka datanglah engkau kepada kami. Kami akan mengganti harta anak-anak yatimmu.”
Kemudian disebarkanlah berita tentang perkara ini ke seluruh kota. Berkatalah laki-laki itu, “Wahai Rasulullah, bolehkah bejana-bejana itu kami manfaatkan?” Beliau bersabda, “Biarkanlah aku yang membuka tutup bejana itu.” Dituangkanlah khamar itu hingga merembes ke dalam tanah.”

Imam Al-Bukhari juga menuturkan riwayat dari Anas ibn Malik. Disebutkan bahwa ia pernah berkata sebagai berikut:
“Ketika itu aku sedang memberi minum kepada Thalhah al-Anshari, Abu Ubaydah ibn Jarrah, dan Ubay ibn Ka‘ab minuman fudhaij, yaitu minuman yang berasal dari perasan kurma. Namun, saat itu datang seseorang kepada mereka dan berkata, “Sesungguhnya khamar telah diharamkan.” Berkata Abu Thalhah, “Anas, pergilah ke tempat penyimpanan khamar, dan hancurkanlah.” Mendengar itu, akupun pergi ke tempat yang dimaksud, lalu kupukul bagian bawah hingga pecah.”

Hadits-hadits di atas secara tegas menunjukkan ketaatan kaum Muslim yang luar biasa di masa Rasulullah. Padahal, saat itu mereka tengah menjalankan aktivitas tertentu. Namun, tatkala mereka mendengar hukum atas perkara itu secara tegas ditentukan oleh Rasulullah Saw., seketika itu juga mereka mendengar dan menaatinya, meskipun mereka tengah menjalani perbuatan sebaliknya.

Dengan demikian, tatkala Daulah Khilafah Islamiyah berdiri, sebagai penerap sistem Islam ia tidak boleh menerapkan sistem hukum Islam sedikit demi sedikit, karena al-Quran dan Sunnah Nabi Saw. telah sempurna diturunkan. Kita diwajibkan oleh Allah Swt. untuk menjalankan seluruh sistem Islam secara total dan seketika.

Sabtu, 14 Mei 2016

Makar Gerakan Nasionalisme Misionaris


 

Kemudian pada tahun 1875 di Beirut dibentuk kelompok studi yang sangat ekslusif (rahasia). Kelompok ini memfokuskan pada gerakan pemikiran politik misionaris, lalu menghembuskan ide nasionalis Arab. Para pendirinya adalah lima pemuda yang pernah digodok dan memperoleh ilmu di kuliah (fakultas) Protestan di Beirut. Mereka semua orang Nasrani yang menguasai visi misionaris yang mengakar dalam jiwa mereka. Kemudian para pemuda ini mendirikan kelompok studi.

Setelah berjalan beberapa waktu, mereka mampu menghimpun beberapa simpatisan. Pendapat-pendapat dan selebaran-selebaran yang dilontarkannya untuk membentuk opini yang mengarah pada kebangkitan nasionalis Arab dan kemerdekaan politik Arab, khususnya di Suriah dan Libanon. Meski tujuan gerakan ini terlihat jelas dalam kiprahnya, program-program dan berita-beritanya masih dituangkan dalam keinginan-keinginan yang tersembunyi dan cita-cita yang terselubung dan terpendam dalam jiwa.

Kelompok atau organisasi (jam'iyah) ini mengajak pada paham kebangsaan/ ashobiyah, ke-Arab-an, dan ke-non-Araban ('Arubah) serta membangkitkan permusuhan terhadap Khilafah 'Utsmaniah yang oleh mereka (jam'iyah) namakan Negara Turki.

Di samping itu, mereka juga berusaha memisahkan agama dari negara dan menjadikan kebangsaan Arab sebagai asas ideologi. Selain memakaikan baju 'arubah (kebangsaan non-Arab), mereka juga banyak berpedoman pada selebaran-selebaran yang mencurigai Turki ­menurut agenda mereka­ bahwa Turki telah merampas kekhilafahan Islam dari tangan Arab, Turki juga dituduh telah melanggar syariah Islam yang indah dan melanggar batas agama.

Tuduhan-tuduhan itu membuktikan tujuan mereka yang dapat diketahui dengan jelas pada sasaran gerakan mereka, yaitu membangkitkan gerakan melawan Khilafah Islam, meragukan manusia dalam beragama Islam, dan menegakkan gerakan-gerakan politik yang berdiri di atas landasan selain Islam.

Bukti yang meyakinkan kebenaran tesis ini adalah hasil penyelidikan sejarah atas gerakan-gerakan yang menyatakan bahwa Barat telah membentuk kelompok-kelompok studi ini. Mereka mengawasi, membimbing, menaruh perhatian, dan menuliskan ketetapan-ketetapan tentangnya. Konsulat Inggris di Beirut pada tanggal 28 Juli 1880 M menulis telegran yang dikirimkan ke pemerintahannya. Teks telegramnya dalah sebagai berikut: "Selebaran-selebaran revolusiner telah bermunculan ..."

Telegram ini merupakan respon atas pengaruh aktivitas kelompok tersebut yang menyebarkan selebaran-selebarannya di jalan-jalan dan menempelkannya di tembok-tembok di Beirut. Telegram ini membangkitkan munculnya pamflet-pamflet yang dikeluarkan dari konsul-konsul Inggris di Beirut dan Damaskus. Pamflet-pamflet ini sesuai dengan teks selebaran-selebaran yang disebarkan oleh organisasi (kelompok studi). Isi pamflet-pamflet ini sama dengan keputusan-keputusan yang dikeluarkan oleh gerakan yang dilahirkan di Kuliah Protestan dan beroperasi di Syam. Kiprahnya yang paling menonjol adalah di Syam meski di pelosok-pelosok negara Arab lainnya juga ditemukan.

Bukti-bukti lain yang menunjukkan tragedi ini di antaranya aktivitas politik Duta Inggris di Najd. Pada tahun 1882 M Dia menulis surat kepada pemerintahannya tentang gerakan kebangsaan Arab. Dalam surat itu disebutkan: "Informasinya telah sampai kepada saya bahwa sebagian ide (nasionalisme) telah sampai di Makkah. Ide itu telah mengambil peran untuk menggerakkan paham kebebasan. Setelah menangkap melalui isyarat-isyarat, tampak jelas bagi saya bahwa di sana juga ada batasan-batasan wilayah yang sudah tersusun. Batasan-batasan itu dilontarkan untuk menyatukan Najd dengan wilayah yang terletak di antara dua sungai, yaitu Selatan Iraq. Gerakan itu juga hendak mengangkat Manshur Pasha menjadi penguasa atas wilayah itu, juga hendak menyatukan 'Asir dengan Yaman dan mengangkat Ali bin Abid menjadi penguasa atas wilayah itu."

Perhatian terhadap masalah ini tidak hanya dilakukan Inggris, bahkan Perancis juga melakukan. Perhatiannya sampai melampaui batas yang cukup jauh. Pada tahun 1882 M salah seorang politisi Perancis yang tinggal di Beirut menulis surat kepada pemerintahannya. Surat ini cukup memberi bukti atas adanya perhatian Perancis terhadap persoalan ini. Surat itu menyatakan: "Ruh kemerdekaan (pelepasan dari kesatuan Khilafah 'Utsmani) sudah tersebar meluas. Saya melihat para pemuda muslim di tengah-tengah domisili saya di Beirut sungguh-sungguh menginginkan terbentuknya organisasi-organisasi yang bekerja untuk mendirikan sekolah-sekolah, rumah sakit-rumah sakit, dan kebangkitan di negeri-negeri (daerah-daerah propinsi yang masuk wilayah Khilafah 'Utsmani). Itulah di antara hal-hal yang mengalihkan perhatian pada gerakan ini. Gerakan ini menuntut kebebasan yang berasal dari pengaruh organisasi [kebangsaan]. Organisasi ini menuntut diterimanya orang-orang Kristen untuk menjadi anggota-anggotanya dan diajak untuk saling bekerjasama mewujudkan gerakan kebangsaan."

Salah seorang Perancis dari Baghdad menulis surat: "Di setiap tempat dan dalam konteks yang sama, ada fenomena baru yang selalu menjumpai saya. Fenomena baru itu adalah rasa benci pada Turki yang sudah menjadi gejala umum. Adapun gagasan melakukan kegiatan bersama yang terencana untuk melemparkan api kebencian ini sudah berada di tahapan pembentukan. Di ufuk yang jauh, impian gerakan kebangsaan Arab yang telah lahir menjadi gerakan baru sudah tampak. Bangsa yang dikalahkan ini akan terus menegakkan urusannya (tuntutan kebangsaan) hingga sekarang ini dengan tuntutan-tuntutan yang telah mendekat dan memusat di dunia Islam, dan dengan tujuan untuk mengarahkan pengembalian dunia ini."

Operasi perang misionaris dengan atas nama agama dan ilmu tidak hanya menjadi perhatian Amerika, Inggris, dan Perancis, tetapi sudah menjadi agenda sebagian besar negara non-Islam, di antaranya Kekaisaran Rusia. Rusia mengirimkan agen-agen misionaris sebagaimana juga yang dilakukan Jerman yang telah memenuhi Syam dengan biarawati-biarawatinya. Mereka saling bekerja sama dengan agen-agen misionaris lainnya. Meski terdapat perbedaan arah pandangan politik di antara agen-agen misionaris dan para delegasi Barat dalam kaitannya dengan jalan politik dalam konteks kepentingan masing-masing negara, mereka masih tetap bersepakat dalam tujuan yang sama, yaitu: menyebarkan misi agama Kristen (kristenisasi), mengekspor tsaqafah (khazanah pemikiran) Barat di Dunia Timur, meragukan kaum muslimin dalam beragama, membawa mereka pada penderitaan yang semakin parah, merendahkan sejarah mereka, dan memuliakan Barat dan hadharah (peradaban) mereka.

Semua itu dilakukan bersamaan dengan kebencian yang teramat sangat terhadap Islam dan kaum muslimin, menghinakan mereka, dan mengkategorikan mereka sebagai kaum barbar mutakhir. Gerakan ini sudah menjadi opini setiap orang Eropa, dan mereka telah mencapai hasil-hasilnya. Itulah yang menjadi sebab pemusatan kekufuran dan penjajahan di negeri-negeri Muslim sebagaimana yang kita lihat….

Senin, 09 Mei 2016

Melemahnya Negara Khilafah Islam Dalam Sejarah

 

MELEMAHNYA NEGARA KHILAFAH ISLAM

Lemahnya pemikiran yang terjadi dalam Negara Khilafah Islam muncul pertama kali sejak abad lima hijriah, yaitu ketika sebagian ulama menyatakan bahwa pintu ijtihad telah tertutup. Itu memperlemah Negara Khilafah. Padahal setelah itu masih banyak dijumpai para mujtahid yang mumpuni.

Lemahnya pemikiran menciptakan kondisi yang kritis. Keadaan itu mempengaruhi keberadaan Negara Khilafah (Daulah Islam), sehingga perpecahan menggerogoti tubuhnya dan kelemahan mendominasi wilayahnya. Kondisi ini terus berlangsung hingga pecah Perang Salib. Pada waktu itu Negara Khilafah dalam kondisi tidak berdaya menghadapi pasukan Salib. Kedudukan Negara Khilafah goyah dan dalam kegoyahannya, Negara Khilafah terlibat dalam serangkaian Perang Salib yang terjadi secara berturut-turut. Kira-kira dua abad lamanya.

Kemenangan pertama diraih pasukan Sekutu Salib. Mereka berhasil menguasai sebagian wilayah Negara Khilafah Islam. Namun, dalam peperangan berikutnya, kaum muslimin berhasil membebaskan wilayah Negara Khilafah Islam yang dikuasai mereka. Akan tetapi, semenjak pemerintahan Islam berpindah ke tangan Mamalik, bahasa Arab, pemikiran, dan pembentukan undang-undang mulai disia-siakan, dan selanjutnya pintu ijtihad ditutup yang akhirnya membawa efek lemahnya pemahaman terhadap Islam.

Para penguasa ini mewajibkan para ulama bertaklid, dan itu berarti kelemahan semakin parah di tubuh daulah Khilafah. Kemudian muncul serangan pasukan Tartar yang semakin memerosokkan dan memperlemah daulah Khilafah. Keadaan ini hanya terjadi di pusat pemerintahan dan tidak sampai mempengaruhi kondisi luar (pemerintah daerah atau negeri-negeri).

Pemerintah-pemerintah daerah di lingkungan wilayah daulah Khilafah memiliki otonomi penuh. Negeri-negeri itu sebenarnya kedudukannya sebagai daerah propinsi. Karena memiliki otonomi penuh, maka menyerupai Negara yang berdiri sendiri sehingga disebut negeri-negeri. Mereka tidak banyak terpengaruh oleh krisis yang melanda pusat pemerintahan Khilafah. Keadaan inilah yang menjadikan Negara Khilafah Islam masih memiliki harga diri yang kuat, kemampuan, masih ditakuti dunia luar, dan masih menguasai lebih dari separuh dunia.

Kemudian pada abad 9 H atau 15 M Khilafah 'Utsmani berhasil menyelamatkan pemerintahan dunia Islam. Di abad ke-10 H atau 16 M kekuasaan baru ini cukup berhasil menggabungkan negeri Arab ke dalam wilayahnya, lalu kekuasaannya meluas dan melebar banyak. Pemerintahannya didukung dengan kekuasaan yang kuat, pengaturan pasukan yang sistematis dan disiplin, dan pemerintahan yang megah.

Dalam perkembangan berikutnya, Khilafah 'Utsmani bergerak keluar dan sibuk dengan jihad penaklukan-penaklukan, sementara bahasa Arab tersia-siakan. Padahal bahasa Arab merupakan kebutuhan dasar untuk memahami Islam dan menjadi salah satu syarat ijtihad. Sungguh sayang, Khilafah 'Utsmani yang perkasa tidak berpayah-payah mengurusi Islam dalam aspek pemikiran dan perumusan hukum atau undang-undang.

Akibatnya, tingkat pemikiran dan pembentukan undang-undang Islam merosot tajam. Secara zahir, Negara Khilafah memang tampak kuat, tetapi esensinya lemah. Kelemahan itu dikarenakan lemahnya pemikiran dan pembentukan undang-undang Islam. Pada waktu itu kelemahannya belum terdeteksi oleh Negara Khilafah karena sedang berada di puncak kemuliaan, keagungan, dan kekuatan militer. Pemikiran, perundang-undangan, dan hadharah (kebudayaan) yang dimiliki Negara Khilafah Islam dibandingkan dengan yang dimiliki Eropa, lalu mereka menemukan bahwa apa yang dimiliki daulah Khilafah lebih baik daripada yang dimiliki Eropa. Mereka senang dengan ini dan secara tidak sadar rela dengan kelemahan ini.

Perbandingan semacam itu jelas tidak proporsional karena Eropa ketika itu masih terpuruk dalam kegelapan kebodohan, kepekatan kekacauan dan kegoncangan, tertatih-tatih dalam upaya-upaya kebangkitan, dan gagal dalam setiap perbaikan yang dilakukan. Karena itu, membandingkan keadaan Khilafah 'Utsmani dengan keadaan Eropa yang dilihatnya seperti ini, sudah barang tentu Khilafah 'Utsmani akan memposisikan dirinya berada di atas kondisi yang baik, sistem yang baik, memiliki hadharah (kebudayaan dan peradaban) yang lebih tinggi, sementara di sisi lain daulah Khilafah tidak mampu melihat kondisi dalam yang sebenarnya sedang mengalami kegoncangan yang sangat keras, tidak mampu menyaksikan kebekuan pemikiran, kebekuan perundang-undangan, dan memudarnya kesatuan umat.....

Rabu, 18 November 2015

Sikap Mengabaikan al-Qur’an



] وَقَالَ الرَّسُوْلُ يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوْا هَذَا الْقُرْآنَ مَهْجُوْرًا [
“Dan berkatalah Rasul, “Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan al-Quran ini sebagai sesuatu yang diabaikan.” (QS. al-Furqan [25]: 30)
Imam Ibn Katsir dalam kitab tafsirnya, Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîm, mencontohkan sikap hajr al-Qurân (meninggalkan atau mengabaikan al-Quran). Di antaranya adalah menolak untuk mengimani dan membenarkan al-Quran; tidak mau menyimak dan mendengarkannya, bahkan membuat kegaduhan dan pembicaraan lain sehingga tidak mendengar al-Quran saat dibacakan; tidak mentadaburi dan memahaminya; tidak mengamalkan dan mematuhi perintah dan larangannya, dan berpaling darinya lalu berpaling kepada selainnya, baik berupa syair, ucapan, nyanyian, permainan, ucapan, atau thariqah yang diambil dari selain al-Quran.

Allah SWT mensifati kaum yang melakukan hal itu dengan sifat yang sangat jelek. Hal itu seperti ketika Allah SWT mensifati kaum Yahudi di dalam firman-Nya:
] مَثَلُ الَّذِينَ حُمِّلُوا التَّوْرَاةَ ثُمَّ لَمْ يَحْمِلُوهَا كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًا بِئْسَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِ اللَّهِ [
“Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat kemudian mereka tiada memikulnya (tidak mengamalkannya) adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu.” (QS. al-Jumu’ah [62]: 5)

Allah mensifati kaum yang memikul wahyu tanpa melaksanakannya seperti keledai yang membawa kitab-kitab tebal. Apa yang ada dalam perasaan kita ketika kita tidak melaksanakan al-Quran, lalu Allah SWT mengumpamakan kita seperti keledai? Orang yang beriman, bertakwa dan rindu akan ridla Allah Swt. niscaya akan meneteskan air mata jika disebut seperti itu oleh Dzat yang dia harapkan ampunan-Nya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Seseorang dikatakan menyia-nyiakan al-Qur’an jika ia tidak mau membacanya. Seseorang yang sudah terbiasa membacanya masih dikatakan menyia-nyiakannya jika ia tidak mau memahami kandungannya. Dan seseorang yang sudah terbiasa membacanya dan telah memahami kandungannya juga masih dikatakan menyia-nyiakannya jika ia belum mengamalkannya.”

Sesungguhnya Allah SWT telah mengutus Muhammad Saw. dengan membawa petunjuk dan agama yang haq sebagai rahmat untuk seluruh alam. Manusia akan terus mengalami kesengsaraan, penderitaan hidup, kehinaan dan kezaliman selama Islam ditinggalkan.
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَىٰ لِلْمُسْلِمِينَ
“Kami telah menurunkan kepada kamu al-Kitab (al-Quran) sebagai penjelasan atas segala sesuatu, petunjuk, rahmat dan kabar gembira bagi kaum Muslim.” (QS. an-Nahl [16]: 89)
Imam Abu Bakar al-Jazairi menjelaskan kedudukan al-Quran sebagai hud[an], yakni petunjuk dari segala kesesatan; juga rahmat[an], yakni rahmat khususnya bagi mereka yang mengamalkan dan menerapkan al-Quran bagi diri sendiri dan di dalam kehidupan sehingga rahmat tersebut bersifat umum di antara mereka. (Jabir bin Musa Abu Bakr Al-Jaza’iri, Aysar at-Tafâsîr, Madinah: Maktabah al-‘Ulûm, Cet. V, 1424 H, (III/138-139))

Imam al-Baghawi di dalam tafsir Ma’âlim at-Tanzîl menjelaskan, “Al-Quran merupakan penjelasan atas segala sesuatu yang diperlukan berupa perintah dan larangan, halal dan haram serta hudud dan hukum-hukum.”

Dengan mengutip Ibn Mas’ud ra., Imam Ibnu Katsir di dalam Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhim juga menjelaskan, “Sesungguhnya al-Quran meliputi segala pengetahuan yang bermanfaat berupa berita tentang apa saja yang telah lalu; pengetahuan tentang apa saja yang akan datang; juga hukum tentang semua yang halal dan yang haram serta apa yang diperlukan oleh manusia dalam perkara dunia, agama, kehidupan dan akhirat mereka.”

Diterangkan pula oleh al-Syaukani, penjelasan Al Qur’an yang menyeluruh tentang hukum dilengkapi oleh al-Sunnah yang menjelaskan hukum-hukum yang tersisa. Di dalamnya juga terdapat perintah untuk mengikuti dan menaati Rasulullah SAW dalam hukum-hukum yang dibawa beliau sebagaimana disebutkan dalam ayat-ayat Al Qur’an. Rasulullah Saw. juga bersabda: “Sesungguhnya aku diberi Al-Qur’an dan bersamanya yang semisalnya (al-Sunnah).” (HR. Abu Dawud, Ahmad, dan Ibnu Hibban)

Dijelaskan oleh al-Samarqandi, kendati menjelaskan segala sesuatu, sebagian isinya ada yang terperinci dan sebagian lainnya bersifat global sehingga membutuhkan al-istikhrâj (dikeluarkan) dan al-istinbâth (penggalian).
Nash-nash Syara’ memang datang berupa khutûth ‘arîdhah (garis-garis besar). Yang darinya bisa digali berbagai hukum, baik untuk perkara yang sudah, sedang, dan akan terjadi. Tidak ada satu pun perkara yang tidak dijelaskan hukum oleh Islam.
Menurut al-Baidhawi, hudâ[n]dan rahmah berlaku umum untuk seluruh manusia. Sedangkan busyrâ bersifat khusus yaitu hanya berlaku bagi kaum Muslimin.

Al-Quran tidak serta-merta secara riil berperan menjadi petunjuk kecuali jika memang diperhatikan dan dijadikan sebagai panduan, pedoman dan petunjuk. Itulah saat peringatan-peringatannya diindahkan, pelajaran-pelajarannya diperhatikan, perintah-perintahnya dijalankan, larangan-larangannya dijauhi dan ditinggalkan, ketentuan-ketentuannya diikuti, hukum-hukumnya serta halal dan haramnya diterapkan dan dijadikan hukum untuk mengatur kehidupan.

«إنَّ اللهَ يَرْفَعُ بِهَذَا الْكِتَابِ أَقْوَاماً وَيَضَعُ بِهِ آخَرِيْنَ»
“Sesungguhnya Allah meninggikan dengan al-Quran ini banyak kaum dan merendahkan banyak kaum lainnya.” (HR. Muslim)

Allah SWT berfirman:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
“Tiadalah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi alam semesta.” (QS. al-Anbiya’ [21]: 107)
Syaikh Nawawi al-Bantani (w. 1316 H) menyatakan:
وماأرسلناك ياأشرف الخلق بالشرائع، إلاّرحمةللعالمين أي إلاّلأجل رحمتناللعالمين قاطبة في الدين والدنيا
“Tidaklah Kami mengutus engkau, wahai sebaik-baiknya makhluk, dengan membawa Syariah-Nya, kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta, yakni agar menjadi rahmat Kami bagi alam semesta seluruhnya; dalam agama dan dunia.” (Muhammad bin ‘Umar Nawawi, Marâh Labîd li Kasyf Ma’nâ al-Qur’ân al-Majîd, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, Cet. I, 1417 H, (II/62))
Dalam tafsir Marah Labid Juz II/ 47: “Allah SWT mengutus Nabi Muhammad Saw. untuk menjelaskan kepada manusia jalan menuju pahala, menampilkan dan memenangkan hukum-hukum Syariat Islam, membedakan yang halal dari yang haram. Setiap nabi sebelum Beliau, manakala didustakan oleh kaumnya, Allah membinasakan mereka dengan berbagai siksa. Namun, jika kaum Nabi Muhammad mendustakannya, Allah SWT mengakhirkan azab-Nya hingga datangnya maut dan Dia mencabut ketetapan-Nya untuk membinasakan kaum pendusta Rasul. Inilah umumnya tafsiran para mufasirin.”

Imam Fakhruddin al-Razi (w. 606 H) menyatakan, rahmat tersebut mencakup kehidupan agama dan dunia. Mencakup agama karena beliau turun menyeru manusia ke jalan kebenaran dan pahala, mensyariatkan hukum-hukum dan membedakan antara halal dan haram. Yang mengambil manfaat (hakiki) dari rahmat ini adalah siapa saja yang kepentingannya mencari kebenaran semata, tidak bergantung pada taqlid buta, angkuh dan takabur, berdasarkan indikasi dalil:
قُلْ هُوَ لِلَّذِينَ آمَنُوا هُدًى وَشِفَاءٌ وَالَّذِينَ لاَ يُؤْمِنُونَ فِي آذَانِهِمْ وَقْرٌ وَهُوَ عَلَيْهِمْ عَمًى
“Katakanlah, “Al-Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang beriman, sementara orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan.” (QS. Fushshilat [41]: 44).
Mencakup kehidupan dunia karena manusia terhindar dari banyak kehinaan dan ditolong dengan keberkahan din-Nya ini. (Muhammad bin ‘Umar al-Razi, Mafâtîh al-Ghayb, Beirut: Dâr Ihyâ’ al-Turâts, Cet.III, 1420 H, (XXII/193))

Menurut Imam asy-Syathibi dalam Al-Muwâfaqât, pada dasarnya Syariah ditetapkan untuk mewujudkan kemaslahatan hamba (mashâlih al-‘ibâd), baik di dunia maupun di akhirat.

Penetapan sesuatu sebagai maslahat atau bukan, hanya diserahkan pada syariah. Syariahlah yang mendatangkan maslahat. Syariah pula yang menentukan mana yang maslahat bagi manusia.
Allah Swt. mengingatkan bahwa manusia memang tidak mengetahui hakikat maslahat dan mafsadat itu; hanya Allah sajalah yang mengetahuinya. Allah Swt. berfirman:
وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
Boleh jadi kalian membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagi kalian. Boleh jadi pula kalian menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagi kalian. Allah mengetahui, sedangkan kalian tidak mengetahui.” (QS. al-Baqarah [2]: 216)
Karena itu, penentuan maslahat itu harus dikembalikan pada Syariah, bukan pada akal.

download buklet Kewajiban Syariah Islam

Senin, 02 Februari 2015

Membaca al-Qur’an Tidak Lebih Dari Tenggorokan

perancis siapkan peringatan hari akidah kufur: sekularisme


  1. Dari Abdullah Ibnu Mas’ud r.a. dia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Akan muncul pada akhir zaman suatu kaum muda namun bodoh pemikiran mereka, mereka membaca Al-Qur’an namun hanya sebatas tenggorokan, mereka berkata-kata dengan menggunakan perkataan Rasulullah SAW, dan mereka keluar dari agama-Nya seperti anak panah yang melesat dari busurnya”.
(H.R. at-Tirmidzi. Beliau berkata: hadits hasan shahih dalam bab yang sama terdapat riwayat dari Ali, Abu Sa’id dan Abu Dzar)

        Hadits ini memberikan peringatan yang jelas bagi para pemuda supaya tidak keluar dari ideologi (akidah dan syariah) Islam dengan tanpa menyadarinya. Ironisnya mereka benar-benar keluar dari ideologi Islam.
  • Mereka adalah orang-orang muda yang bodoh dari pemikiran Islami. Mereka tidak menjadikan standar perbuatan Islami yaitu halal-haram sebagai sesuatu yang dipegang teguh. Mereka tidak mengenali berbagai pemikiran dan hukum kufur sehingga mereka bisa mewaspadainya.
  • Pemikiran mereka sempit dan picik: barangkali hal itu karena mereka mengidap ashobiyah fanatisme golongan dan membanggakan amal perbuatan mereka sendiri. Mereka hanya mementingkan penampilan luar.
  • Mereka hanya pandai membaca Al-Qur’an namun mereka tidak mengadopsi ayat-ayat al-Qur’an menjadi pemikiran mereka, memasuki hati dan jiwa mereka. Mereka tidak menjadikan hukum-hukum Allah Swt. sebagai satu-satunya sistem yang harus diimani dan diambil.
  • Mereka juga mengucapkan hadits Rasulullah SAW. Walaupun mereka melakukan perbuatan ini yang tampaknya secara lahiriyah adalah perwujudan keimanan, namun sebenarnya mereka menyimpang dari ideologi Islam.

  1. Dari Abdullah Ibnu Umar r.a. dia berkata: “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Akan keluar dari umatku suatu kaum yang menjelekkan perbuatan mereka, mereka membaca Al-Qur’an namun tidak sampai melewati tenggorokan (H.R. Imam Ahmad)

Semua itu dilakukannya karena kepentingan duniawi. Boleh jadi mereka juga menganggap sepele masalah menutup aurat, menganggap remeh masalah riba/bunga, menganggap gampang masalah pemikiran hukum, menganggap biasa bergaul bebas dan pacaran, membiarkan para penguasa batil dan zalim, membiarkan kemaksiatan terus berlangsung di tengah masyarakat. Kita berlindung kepada Allah dari kebodohan dan kehinaan.

  1. Dari Abu Dzar r.a. dia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Akan terjadi perpecahan dan perselisihan dalam umatku. Lalu muncul suatu kaum yang hanya pandai bicara namun perbuatan mereka jelek, mereka membaca Al-Qur’an namun tidak melewati tenggorokan mereka, mereka keluar dari agama seperti keluarnya anak panah dari busurnya, mereka tidak kembali, sampai dikembalikan ke tempat asalnya. Mereka adalah sejelek-jelek makhluk dan penciptaan (Disebutkan dalam at-Taaj al-Jaami’: hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Abu Dawud. Hadits yang disebutkan di atas adalah redaksi Abu Dawud)

  1. Dari Abu Sa’id r.a. dia berkata: “Ketika kami sedang bersama Rasulullah SAW pada waktu itu beliau sedang membagi-bagi sesuatu, tiba-tiba datanglah Dzul Khuwaishirah, dia adalah seorang laki-laki dari Bani Tamim, lalu dia berkata: “Wahai Rasulullah! Berlaku adillah!” Maka Rasulullah SAW menjawab: “Celakalah kamu, siapa yang akan berbuat adil, jika aku tidak berbuat adil. Sungguh aku telah gagal dan rugi jika aku tidak berbuat adil”. Umar bin al-Khattab berkata: “Ya Rasulullah! ijinkan aku untuk memenggal kepalanya”. Nabi berkata: “Biarkan saja! Sesungguhnya dia mempunyai teman-teman, salah seorang dari kalian akan merasa hina jika membandingkan shalatnya dengan shalat mereka dan puasanya dengan puasa mereka. Mereka membaca Al-Qur’an namun tidak bisa melewati tenggorokan. Mereka keluar dari Islam seperti keluarnya anak panah dari busurnya
(H.R. Bukhari, Muslim dan at-Tirmidzi, sebagaimana disebutkan dalam at-Taaj al-Jaami’)
        Hadits ini menambahkan keterangan ciri-ciri ahli kesesatan dan penyimpangan. Di antara sifat-sifat orang-orang yang keluar dari ideologi (aqidah dan syariah) Islam adalah menganggap Rasulullah Saw. tidak memutuskan dengan keadilan. Mereka menganggap hukum dari Allah Swt. dan Rasul-Nya tidak layak untuk diterapkan di antara manusia. Padahal terdapat ayat Allah yang memerintahkan berhukum menurut syariah Islam:
"Apa-apa yang diberikan/diperintahkan Rasul kepada-mu maka terimalah/laksanakanlah, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah." (QS. Al-Hasyr: 7)

Download Buku Membereskan Fitnah Kerusakan Umat

Sabtu, 31 Januari 2015

Umat Terpecah Belah Menjadi Banyak Golongan

kelompok-kelompok harus bersama-sama berpegang pada tali agama Allah


Terpecah-belahnya umat menjadi beberapa golongan, bukan beberapa golongan yang bersama-sama berpegang pada tali agama Allah

        Nabi SAW telah memperingatkan terhadap kelompok-kelompok yang memecah-belah umat karena mereka bersikap mengambil sebagian dari isi Kitabullah dan mengabaikan sebagian isinya yang lain. Mereka tidak menjadikan Islam sebagai ideologi (akidah dan syariah). Mereka tercemari oleh paham-paham kufur semacam sekularisme, ashobiyah nasionalisme, pluralisme. Sekularisme menanamkan ajaran bahwa Islam tidaklah memiliki aturan lengkap yang wajib diterapkan, bahwa Islam tidak punya hukum-hukum dalam bidang politik, ekonomi, kebijakan militer, kebijakan luar negeri. Sekularisme mengajarkan bahwa Islam tidak boleh mencampuri urusan publik termasuk politik pemerintahan beserta segala kebijakan publik dan pengaturan masyarakat.
Kelompok-kelompok banyak yang terinfeksi paham kufur karena itulah yang terus diupayakan oleh kaum kafir imperialis beserta para penguasa batil antek mereka di negeri-negeri Muslim. Sebagian kelompok kaum Muslimin itu tertipu oleh paham-paham kufur yang dibungkus citra Islami. Para penguasa batil bekerjasama dengan para ulama duniawi yang menyukai sekularisme untuk memberi tipuan dalih-dalih yang tampak Islami dan indah sehingga umat mengira paham kufur itu memang ajaran Islam.
"..Allah ridha terhadap mereka (shahabat) dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)Nya. Mereka itulah partai Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya partai Allah itulah yang beruntung" (QS. Al Mujadalah: 22)

Sabda Rasulullah Saw. yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Tirmidzi dengan sanad yang shahih [Lihat Sunan Abu Dawud, hadits no. 4338; Sunan Tirmidzi, hadits no. 3059; Sunan Ibnu Majah, hadits no. 4005; Sunan Ibnu Hibban hadits no. 1837]:
"Jika masyarakat kaum Muslimin melihat penguasa yang zhalim lalu tidak mencegahnya dari kezhaliman itu, maka hampir-hampir ditimpakan azab atas diri mereka".
Sabda Rasul ini merupakan penjelasan tentang amal jama'i atau kegiatan da'wah yang dilakukan oleh masyarakat atau sekelompok dari antara kaum Muslimin dalam wadah minimal satu partai yang diperintahkan untuk membentuknya agar dapat melaksanakan kewajiban amar ma'ruf nahi munkar. Perintah dakwah untuk dilaksanakan oleh setidaknya satu kelompok dari antara kaum Muslimin lebih ditegaskan lagi dalam firman Allah SWT:
"(Dan) Hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan (Islam), menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar. Merekalah orang-orang yang beruntung". (Ali Imran: 104)

        Al-Qur’an telah menjelaskan bahwa akidah bukan barang untuk diperjualbelikan di antara golongan-golongan, karena permasalahan pemikiran termasuk mengenai hukum bukanlah permasalahan yang diserahkan kepada manusia namun itu adalah kedaulatan Tuhannya manusia, karena Dialah yang menghakimi di antara hamba-hamba-Nya pada hari Kiamat bukan dengan hukum buatan nafsu manusia melainkan dengan hukum Allah. Andai saja Allah mau, pastilah akan memberikan hidayah dan petunjuk kepada semua manusia.
"Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah." (QS. Al-An'aam: 57)
Siapa saja yang tidak berhukum dengan apa yang telah Allah turunkan, maka mereka itu adalah orang-orang zalim (TQS al-Maidah [5]: 45)
Siapa saja yang tidak berhukum dengan apa yang telah Allah turunkan, maka mereka itu adalah orang-orang fasik (TQS al-Maidah [5]: 47)
Adapun tidak berhukum dengan hukum Islam karena mengingkari Islam dan menganggap Islam itu TIDAK LAYAK untuk memutuskan perkara, maka itu merupakan kekufuran. Kita berlindung hanya kepada Allah dari hal itu.
Siapa saja yang tidak berhukum dengan apa yang telah Allah turunkan, maka mereka itu adalah orang-orang kafir (TQS al-Maidah [5]: 44)

Semoga Allah menyelamatkan kita dari fitnah/kerusakan baik yang nyata maupun yang tersembunyi. Apabila aku salah, maka itu asalnya dari diriku, adapun jika aku tepat dalam satu sisi kebenaran, maka itu berasal dari petunjuk Allah. Aku berharap semoga kita semua selalu dalam petunjuk Allah.

  1. Dari ‘Arfajah r.a. dia berkata: “Aku mendengar Nabi SAW bersabda: “Nanti akan ada dosa-dosa kecil namun tersebar luas sehingga menimbulkan kekacauan. Maka siapa saja yang ingin memecah-belah persatuan kaum Muslimin, maka penggallah kepalanya siapapun dia.
(Disebutkan dalam at-Taaj al-jaami’: hadist ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam shahihnya kitab al-jihad, juga Abu Dawud dan an-Nasa’i)

Mengenai kewajiban persatuan kaum Muslimin di bawah seorang khalifah yang sah juga ditunjukkan dalam hadits:
"Siapa saja yang membai'at seorang imam (khalifah) dan memberikan kepadanya genggaman tangan dan buah hatinya (bertekad janji), maka hendaklah dia menaatinya sekuat kemampuannya. Dan jika ada orang lain yang hendak merebut kekuasaannya, maka penggallah batang lehernya." (HR. Muslim)

        Imam Ahmad telah menyebutkan dari Abdullah Ibnu Mas’ud r.a. dia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Hati-hatilah terhadap dosa-dosa kecil, karena apabila dosa-dosa tersebut berkumpul pada seseorang maka akan mencelakakannya”. Sesungguhnya Rasulullah SAW telah membuat permisalan bagi dosa-dosa kecil tersebut. Beliau mempermisalkannya dengan suatu kaum yang tiba di suatu tanah lapang, kemudian pemimpin kaum memerintahkan orang-orang untuk mencari ranting kayu bakar, satu orang dengan satu ranting, sehingga akhirnya terkumpul tumpukan kayu bakar yang banyak, lalu mereka membakarnya dan memanggang daging dengan api dari kayu bakar tersebut”. [Lihat ad-daa`wa ad-dawaa` Ibnu Qayyim al-Jauziyah hal.68]
        Ini adalah permisalahan dosa-dosa kecil, apabila berkumpul dan banyak akan mencelakakan suatu kaum. Disebutkan dalam shahih Bukhari dari Anas bin Malik r.a. dia berkata: “Sungguh kalian akan melakukan dosa-dosa yang lebih kecil dari rambut menurut mata kalian, sedangkan pada masa Rasulullah SAW kami menganggapnya sebagai dosa-dosa besar”.
        Ini adalah permisalahan perbuatan maksiat yang telah sering dilakukan sehingga menjadi kebiasaan dan tersebar di mana-mana.

Download Buku Membereskan Fitnah Kerusakan Umat

Download BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam