Unduh BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Sabtu, 23 Januari 2021

Bahaya Laten Sekularisme Maupun Neo-Komunisme



Walaupun telah berlalu puluhan tahun, peristiwa G 30 S/PKI masih lekat di benak penduduk Indonesia, sebuah peristiwa yang sulit untuk dilupakan. Tindakan kejam yang dilakukan oleh para anggota Partai Komunis Indonesia jelas jelas membuat mereka tidak mendapat tempat di hati penduduk negeri. Terlebih lagi, mereka kaum pengingkar keberadaan Sang Pencipta. Padahal, paham kufur tersebut jelas bertentangan dengan pandangan hidup mayoritas penduduk negeri ini. Dengan demikian, telah lengkaplah kesesatan dan keburukan paham sosialisme-komunisme, sehingga tidak ada hambatan bagi siapapun untuk secara tegas menentangnya.

Berbeda halnya dengan paham kapitalisme-sekularisme. Jika paham sosialisme-komunis dihukumi oleh mayoritas sebagai paham yang tidak layak hidup, masih ada pihak-pihak yang membela sekularisme. Padahal, jika dicermati, paham kapitalisme-sekuler yang sedang bercokol adalah biangnya segala “penyakit” yang sekarang menjalar di mana-mana. Bahkan, sekularisme sendiri membolehkan atheisme berkembang.

Jika para penganut sosialisme-komunis menolak keberadaan tuhan secara mutlak, maka sesungguhnya para penganut ideologi kapitalisme-sekuler menolak hukum-hukum Allah Swt. untuk diterapkan. Di satu sisi, mereka mengakui keberadaan Tuhan sebagai Pencipta, sementara di sisi lain, mereka menolak eksistensi Allah Swt. sebagai pembuat aturan bagi manusia.

Seorang muslim harus meyakini keberadaan Allah SWT sebagai Pencipta sekaligus meyakini-Nya sebagai pemberi hukum yang terbaik yang harus ditaati. Sebagai Pencipta, pastilah Allah yang paling mengetahui hakikat ciptaan-Nya dan kemaslahatan yang paling tepat untuk ciptaan-Nya.

Allah tidaklah menciptakan manusia untuk membuat-buat sistem pemerintahan menuruti hawa nafsu semacam demokrasi, saling tarik-menarik kepentingan dalam membuat hukum-hukum publik, dengan atas nama kepentingan rakyat setiap kezhaliman penguasa menjadi halal, hingga akibatnya umat manusia menjadi rusak tanpa petunjuk, terkubur dalam pertikaian buas dan kesengsaraan. Tetapi justru manusia -penguasa maupun rakyatnya- diciptakan untuk beribadah pada-Nya, taat menerapkan syariah dalam segala aspek kehidupan.

Allah akan memberikan balasan kepada siapapun yang beriman dan mematuhi aturan-aturanNya. Jika manusia melaksanakan aturan-aturan Allah, Allah akan memberikan balasan kebaikan di dunia dan Surga di akhirat. Sebaliknya, jika manusia melanggar aturan-aturan Allah, Allah pun akan membalasnya dengan keburukan di dunia dan siksa Neraka di akhirat.

Dengan demikian, alangkah berbahayanya jika kita mengabaikan aturan-aturan dari Allah dalam urusan publik; meski ketika masih hidup di dunia, manusia bisa saja berdalih ini-itu maupun memelintir ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits. Tindakan pengabaian terhadap banyak ayat al-Qur’an dan hadits Nabi Saw. itulah yang justru secara inheren melekat pada sosialisme-komunisme maupun kapitalisme-sekuler.

Para penganut sekularisme berdalih bahwa jika Allah ikut campur dalam masalah kehidupan manusia, maka manusia tidak akan penah maju. Katanya hal ini sudah terjadi pada zaman kegelapan Eropa maupun di masa Khilafah Islam.

Selama abad pertengahan di Eropa, banyak ilmuwan dan pemikir dihukum mati oleh pihak gereja karena dianggap telah menetang gereja yang diklaim sebagai wakil tuhan. Kondisi ini memicu pembangkangan terhadap otoritas gereja dan agama, meski tetap membolehkan agama di ruang privat.
Oleh karena itu, muncullah gagasan “jalan tengah”, yaitu bahwa sekularisme –yang menjadi asas bagi negara republik/demokrasi– mengharamkan manusia menerapkan aturan-aturan dari Allah Swt. dalam pengaturan negara.

Pengakuan mereka atas adanya Tuhan hanyalah seperti pengakuannya Iblis. Jadi, pada hakikatnya, ideologi kapitalisme-sekuler sama saja dengan ideologi sosialisme-komunis, sama-sama kufur.

Maka dalam hal pandangan terhadap pengaturan kehidupan masyarakat, kapitalisme-sekuler sama berbahayanya dengan sosialisme-komunis.
Sosialisme-komunis melarang masyarakat untuk bertakwa kepada Allah Swt. dalam urusan bermasyarakat dan bernegara; kapitalisme menyuburkan kesesatan pikiran dan perilaku mengikuti hawa nafsu, sembari juga melarang Islam dalam pengaturan urusan publik.

Sekularisme membebaskan individu –atas nama kebebasan HAM- dalam masalah kepemilikan maupun perilaku. Dengan adanya prinsip seperti ini, efek negatif yang ditimbulkan jelas tidak kalah merusaknya daripada sosialis-komunis. Dengan kebebasan tersebut, manusia malah merasa berhak untuk ngawur dalam berbuat di muka bumi. Manusia yang memang secara potensial memiliki naluri untuk berkuasa, saling bersaing dan berebut kekuasaan dengan segala cara. Akibatnya, benturan kepentingan sulit untuk dihindarkan, hukum rimba menjadi biasa.

Perilaku mereka dituntun oleh semangat mencari kepuasan duniawi belaka yang seringkali disebut sebagai maslahat, maka hukum senantiasa dibuat berpihak pada pihak-pihak yang memiliki kekuatan secara materi. Akibatnya, yang terjadi di masyarakat bukanlah kedamaian dan ketentraman, namun kezhalimanlah yang justru mendominasi kehidupan umat.

Jika demikian, tentu tidak ada yang bisa kita harapkan dari sepaket paham sekularisme-kapitalisme-demokrasi yang diimpor dari kaum kufar. Oleh sebab itu, kembali pada pandangan hidup paripurna yang datang dari Allah SWT., yakni Islam yang komprehensif, merupakan pilihan wajib bagi kita.

Semoga Allah Swt. selalu menunjuki dan menguatkan umat Islam untuk memperjuangkan tegaknya sistem syariat Islam, mewujudkan rahmat Islam untuk semua. Aamiin.

Bacaan: Majalah Al-Wa`ie No.13 tahun 2, 1-30 September 2001

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Download BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam