Unduh BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Rabu, 20 Januari 2021

Mewujudkan Islam Rahmatan lil ‘Alamin



Sejak Khilafah Islamiyah dihancurkan oleh Mustafa Kamal Attaturk 28 Rajab 1342 H –dengan dukungan Inggris dan sekutunya- kaum Muslim tak lagi memiliki institusi negara. Kaum Muslim yang kini berjumlah lebih dari 1,5 milyar jiwa bercerai-berai dalam banyak negara, lebih dari 50 negara bangsa. Ikatan iman yang sebelumnya menyatukan mereka berganti menjadi ikatan atas dasar kebangsaan.

Bersamaan dengan hancurnya institusi khilafah ini, lenyap pula penerapan syariah Islam secara kaffah. Hukum dan perundang-undangan Barat yang notabene dari orang-orang kafir mendominasi sistem hukum di wilayah-wilayah kaum Muslim. Tak aneh, bila mereka rajin shalat, zakat, puasa, bahkan haji dan umrah, tapi pola pikir dan pola sikap mereka justru mengikuti peradaban Barat.

Dalam situasi terbaratkan tersebut, kaum Muslim pun masih dicekoki pemahaman yang disimpangkan oleh Barat dan antek-anteknya mengenai makna Islam rahmatan lil ‘alamin. Islam ala Barat ini dimaknai sebagai Islam yang bisa menerima nilai-nilai Barat seperti toleransi, kebebasan hak asasi manusia, gender, menentang ajaran jihad, dan sejenisnya.

Makna sesungguhnya, Islam adalah agama yang sempurna. Agama ini diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW untuk mengatur interaksi manusia dengan Tuhannya, diri dan sesamanya. Islam mengatur seluruh aspek kehidupan umat manusia, tanpa kecuali.

Di sisi lain, kaum Muslim diperintahkan oleh Allah SWT agar memeluk Islam secara kaffah, tidak setengah-setengah: ”Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara menyeluruh, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (TQS. Al-Baqarah [2]: 208)

Sebagai agama yang diturunkan oleh Dzat yang Maha Sempurna, Islam diturunkan sebagai rahmat bagi alam semesta. Allah SWT menegaskan: “Kami tidak mengutus Kamu [Muhammad], kecuali untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam.” (TQS. al-Anbiya' [21]: 107)

Ayat ini, menurut al-Allamah Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahuLlah, menjelaskan bahwa tujuan diutusnya Rasulullah SAW adalah agar risalahnya menjadi rahmat bagi manusia. Konsekuensi menjadi ”rahmat bagi manusia”, maka risalah ini diturunkan untuk mewujudkan kemaslahatan [jalb al-mashalih] manusia, dan mencegah kemafsadatan [dar'u al-mafasid].

Perlu dipahami bahwa terwujudnya kemaslahatan [jalb al-mashalih], dan tercegahnya kemafsadatan [dar’u al-mafasid] bukanlah 'illat [alasan hukum] disyariatkannya hukum syariah. Tapi kerahmatan itu akan muncul manakala Islam diterapkan secara menyeluruh sebagai satu kesatuan. Bukan satu per satu hukum.

Terjaganya agama [hifdz ad-din], jiwa [hifdz an-nafs], akal [hifdz al-'aql], harta [hifdz aI-mal], keturunan [hifdz an-nasl], kehormatan [hifdz al-karamah], keamanan [hifdz al-amn] dan negara [hifdz ad-daulah] yang notabene merupakan kemaslahatan bagi individu dan publik, misalnya, bisa disebut sebagai hasil penerapan syariah.

Semuanya itu juga tidak bisa diwujudkan sendiri-sendiri, tetapi harus diwujudkan dalam sistem syariah secara kaffah. Sebagai contoh, hukum potong tangan tidak bisa diterapkan sendiri, agar harta terjaga, sementara problem kemiskinan dan ketimpangan ekonomi tidak diselesaikan dengan sistem ekenomi syariah. Sedangkan sistem ekonomi syariah, dan hukum potong tangan tidak bisa dijalankan kecuali di dalam Negara Khilafah.

Karena itu, kerahmatan Islam bagi alam semesta [Islam rahmat[an] Ii al-'alamin] merupakan konsekuensi logis dari penerapan Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan manusia. Bukan Islam yang hanya diambil sebagai simbol, slogan, asesoris dan pelengkap ”penderita” yang Iain. Bukan Islam yang hanya diambil ajaran spiritual dan ritualnya saja, sementara ajaran politiknya ditinggalkan, paham politik malah diambil dari kapitalisme maupun sosialisme, yang notabene bertentangan dengan Islam.

Inilah Islam rahmat[an] li al-‘alamin yang sesungguhnya. Islam sebagaimana yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi-Nya, Muhammad SAW. Islam yang benar-benar pernah diterapkan selama 14 abad di seluruh dunia. Memimpin umat manusia, dari Barat hingga Timur, Utara hingga Selatan. Di bawah naungannya, dunia pun aman, damai dan sentosa, dipenuhi keadilan. Muslim, Kristen, Yahudi, dan penganut agama lain pun bisa hidup berdampingan dengan aman dan damai selama berabad-abad lamanya.

Begitulah Islam rahmat[an] li al-'alamin, yang telah terbukti membawa kerahmatan bagi seluruh alam. Inilah Islam yang dirindukan oleh umat manusia untuk kembali memimpin dunia. Membebaskan umat manusia dari perbudakan dan penjajahan oleh sesama manusia. Menebarkan kebaikan, keadilan dan kemakmuran di seluruh penjuru dunia. Islam yang hidup sebagai peradaban di tengah umat manusia, diterapkan, dipertahankan dan diemban oleh umat manusia di bawah naungan Khilafah Rasyidah.

Khilafah Kewajiban, Bukan Romantisme Sejarah atau Tuntutan Kekinian Belaka

Mewujudkan kembali Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin adalah panggilan iman. Ini adalah kewajiban Allah SWT kepada kaum Muslim, sampai-sampai para sahabat Nabi SAW ber-ijma' bahwa kaum Muslim tidak boleh kosong dari kekhilafahan dalam waktu tiga hari lamanya.

Dan secara fakta terbukti, tanpa sistem Islam kaum Muslim terpuruk. Baik di Indonesia maupun di negeri Muslim lainnya. Padahal, dulu kaum Muslim pernah berjaya selama lebih 13 abad memimpin hampir dua pertiga dunia dengan gemilang.

Sejarah mencatat, penerapan syariah Islam secara kaffah dalam institusi yang sesuai syariah, yakni khilafah, mampu menjadikan dunia Islam mercusuar peradaban. Ini pula yang diakui secara jujur oleh para orientalis Barat sendiri.

"Para khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan usaha keras mereka. Para khalifah itupun telah menyediakan berbagai peluang bagi siapapun yang memerlukannya dan memberikan kesejahteraan selama berabad-abad dalam keluasan wilayah yang belum pernah tercatat lagi fenomena seperti itu setelah masa mereka. Kegigihan dan kerja keras mereka menjadikan pendidikan menyebar luas sehingga berbagai ilmu, sastra, falsafah dan seni mengalami kejayaan luar biasa..." (Will Durant, The Story of Civilization).

Namun, satu hal penting dicatat, menurut M. Ismail Yusanto, kewajiban menegakkan khilafah bukan didasarkan realitas historis atau kenyataan empiris, tetapi berdasarkan kewajiban yang diperintahkan Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW sebagai jalan untuk menerapkan syariah dan mewujudkan ukhuwah.

Dalam konteks Indonesia, ide khilafah adalah jalan untuk membawa Indonesia ke arah lebih baik. Syariah akan menggantikan sekulerisme yang terbukti memurukkan negeri ini. Ide khilafah sebenarnya juga merupakan bentuk perlawanan terhadap penjajahan multidimensi yang kini nyata-nyata mencengkram negeri ini dalam berbagai aspek. Dan yang terpenting, khilafah akan mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil' alamin yang hakiki.

Bacaan: Tabloid Media Umat edisi 172
---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Download BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam