Unduh BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Rabu, 17 Februari 2021

Hukum Islam Pasti Adil Dan Menghapus Dosa


ilustrasi umat perjuangkan negara hukum Islam

Bagaimana dengan hukum Islam? Apakah bisa menjadi oase di tengah kehausan rasa keadilan? Wartawan Tabloid Media Umat Joko Prasetyo berbincang dengan Ketua DPP Rokhmat S. Labib. Berikut petikannya.

Bagaimana tanggapan Anda dengan penegakan hukum di Indonesia?

Saya melihat ada dua masalah. Pertama, hukumnya itu sendiri sudah bermasalah, rusak dan bobrok. Kedua, penegakan hukumnya di tangan orang yang bermasalah.

Bagaimana yang Anda maksud?

Hukuman penista agama maksimal 5 tahun penjara. Itu maksimal. Kalau dibandingkan dengan hukum Islam kan jauh sekali. Dalam Islam, penista agama Islam itu bisai sampai dihukum mati. Itu artinya, penista Allah SWT, penista Rasulullah SAW dan penista Al-Qur’an itu termasuk perbuatan kriminal yang sangat berat.

Sangat berat dilihat dari sisi hukumannya. Sampai hukuman mati itu menunjukkan berat sekali. Berarti melebihi pencuri yang hanya dipotong tangannya, melebihi minum minuman keras yang hanya dicambuk 40 atau 80 kali.

Ini juga bagian dari bentuk menjaga kesucian Islam agar tidak dinodai atau dinistakan. Agar pelakunya tidak mengulangi dan tidak ditiru oleh orang lain.

Kalau dari sisi penegakan hukumnya?

Semua orang sudah tahu bagaimana penegakan hukum d negeri ini. Bisa dipermainkan. Semua tergantung dari tawar-menawar antara pengacara, JPU dan hakim. Karena maksimal 5 tahun, maka JPU bisa menuntut beberapa tahun saja, bahkan tidak menuntut dihukum kecuali dalam 2 tahun ke depan melakukan kesalahan yang sama, langsung dipenjara satu tahun. Itulah makna dari hukuman satu tahun dengan masa percobaan dua tahun yang dituntutkan oleh JPU. Jadi hukumnya sudah bobrok, aparat hukumnya juga lebih rusak lagi.

Mengapa itu semua bisa terjadi?

Karena hukum yang ditegakkan bukan hukum Allah SWT tetapi hukum buatan manusia sendiri. Oleh karena itu, tidak akan dihasilkan keputusannya yang adil. Sebab, hanya hukum Allah SWT yang adil dan benar.

Selain itu, ketika hukum tidak berasal dari Allah SWT, maka dorongan untuk menegakkannya juga amat lemah. Sebagai gambaran, ketika polisi menangkap pencuri misalnya, jaksa menuntut hukuman, atau hakim menjatuhkan vonis hukum, tidak ada dalam pikiran dan hati mereka bahwa ini sedang menjalankan perintah Allah. Atau terbersit pikiran bahwa jika tidak menjalankannya sesuai hukum itu akan masuk Neraka. Kenapa? Karena mereka menegakkan hukum itu bukan didasarkan keyakinan bahwa hukum itu diwajibkan Allah SWT untuk ditegakkan dan jika melanggarnya akan mendapatkan dosa.

Ketika itu semua tidak ada dalam pikiran dan hati mereka, maka tidak ada dorongan aqidah. Nilai yang ingin didapatkan paling-paling hanya qimah madiyyah atau nilai materi. Bahkan tidak ada qimah akhaliqiyyah atau nilai akhlak maupun qimah insaniyyah atau nilai kemanusiaan.

Mengapa begitu?

Kapitalisme dan sekularisme adalah biangnya. Dalam sistem kehidupan tersebut, maka kehidupan manusia didominasi pandangan materialistis. Semua diukur dengan materi dan uang. Ini juga merembet kepada aparat penegak hukum. Maka jangan heran jika pengacara, JPU dan hakim juga melakukan tawar-menawar dalam keputusan hukum.

Bayangkan saja, hakim itu gajinya per bulan dan honor per kasus. Dan itu jumlahnya sangat kecil bila dibandingkan dengan penghasilan pengacara per kasus.

Jadi wajar kalau pengadilan malah memenangkan penjahat...

Iya. Orang yang dirampas atau ditipu misalnya, bisa kalah di pengadilan. Karena yang menipu memiliki uang yang banyak hasil rampasan, maka bisa membayar pengacara yang paling mahal. Tak hanya itu, dia bahkan bisa menyuap hakimnya. Sedangkan yang ditipu karena sudah ditipu uangnya tinggal sedikit atau bahkan habis, maka ia tidak bisa membayar pengacara. Kalaupun bisa, barangkali yang kualitasnya juga rendah.

Maka, kemungkinan besar orang yang korban penipuan atau perampasan itu akan kalah di pengadilan. Seandainya penipu kalah di pengadilan, dia bisa naik banding. Dia bisa melakukan karena punya uang sementara korbannya sudah kehabisan uang. Bisa ditebak, siapa yang akan dimenangkan pengaduan.

Yang berkuasa adalah mereka yang punya uang...

Iya, kalaupun para koruptor atau para penjahat lainnya sampai dihukum, di dalam penjara seperti tidak dalam penjara. Di dalam penjara bisa karaoke, dibuatkan kamar khusus, ada salon segala. Ada juga meski dipenjara, bisa jalan-jalan ke Bali nonton tenis.

Kalau dilihat dari akar masalahnya, mengapa itu semua bisa terjadi?

Karena, diakui atau tidak, asas atau dasar negara ini adalah sekularisme. Menyingkirkan aturan Allah SWT dari kehidupan berbangsa dan bernegara. Di antara akibatnya, menjadikan materi segala-galanya. Yang berkuasa adalah pemilik materi alias para pemodal atau kapitalis. Dan bukan di bidang peradilan saja. Dalam politik, ekonomi, dan bidang-bidang lainnya pun demikian.

Kalau dalam peradilan Islam ada naik banding juga?

Tidak ada. Sehingga tidak bertele-tele dan menghabiskan dana. Ketika diputus hakim, ya sudah tidak bisa naik banding. Tetapi yang pasti hukumnya itu berdasarkan hukum Islam. Hukum Islam itu kan dari Allah, pasti adil.

Peluang pengacaranya dibayar mahal dan hakimnya disuap?

Peluang untuk itu sangat kecil. Karena bukan hanya aparat, kesadaran hukum di Daulah Islam ditanamkan pula kepada seluruh rakyat dengan disentuh keimanannya. Misalnya, kalau bersalah, merampas uang atau korupsi misalnya, jangan menuntut untuk diringankan hukuman atau malah tidak ngaku salah sehingga minta dibebaskan. Karena dosanya akan lebih besar dan nanti masuk Neraka. Kalau rela dihukum pakai hukum Islam, dosanya akan dihapuskan. Demikian juga hakim dan jaksa, bila bersekutu dengan pihak yang bersalah untuk memenangkan perkaranya, sama saja dengan memesan tempat di Neraka.

Aspek keimanan dengan dorongan ruhiyahnya ini justru yang dijauhkan dari negara sekuler-kapitalis. Sekarang ini, orang yang mengingatkan agar selalu mengingat Allah dengan menerapkan hukum-hukum-Nya disebut radikal. Orang ngaji saja disebut radikal, dianggap mengancam negara lalu dibubarkan. Itu masalahnya. Coba sekarang kita katakan bahwa hakim harus menerapkan syariah Islam, belum-belum kita sudah disebut makar. Bagaimana coba? Jadi memang sengaja dijauhkan.

Selain haram membuat hukum dan menegakkan hukum buatan manusia, yang pasti hukum buatan manusia tidak menghapus dosa pelaku kejahatan yang dihukum. Jadi rakyat rugi. Sudah dipenjara, tidak menghapus dosa, di Akhirat masuk neraka. Maka tidak ada pilihan lain bagi umat Islam selain menuntut agar hanya syariah Islamlah yang diterapkan oleh negara.[]

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 196
---



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Download BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam