Unduh BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Jumat, 26 Februari 2021

Keluarga Tangguh Sejak Pranikah



Indonesia darurat ketahanan keluarga. Menteri Agama Lukman Hakim bereaksi, karena peningkatan angka perceraian rata-rata mencapai 10 hingga 15% di seluruh Indonesia. ”Karena itu, laki-laki harus tahu fungsi suami dan perempuan paham fungsi istri," tegasnya dalam situs kemenag.go.id

Nah, untuk mengatasi persoalan tersebut, solusi yang ditawarkan adalah mewajibkan pasangan yang akan nikah untuk mengantongi sertifikat pranikah. ”Yang akan menikah harus memiliki sertifikat kursus pra-nikah," kata Menag, (10/11/2016) lalu dalam pembukaan Mukernas I MUI Pusat, di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta Utara.

Tentu saja, solusi ini hanya parsial. Tidak akan mampu mewujudkan ketahanan keluarga hanya dengan kursus singkat yang menjelaskan fungsi suami-istri. Karena, persoalan mendasar gagalnya kerumahtanggaan, bukan sekadar gagal pahamnya suami-istri dalam memainkan peran. Lebih dari itu, ada campur tangan negara dengan sistem kehidupannya yang menyebabkan suami-isteri tak berdaya menjalankan fungsi idealnya.

Keluarga Liberal = Keropos

Perceraian bukan satu-satunya problem kerapuhan keluarga-keluarga Indonesia. Kondisi keluarga utuh pun, keropos di dalamnya. Bersatu memang, ayah-ibu ada, anak tampak baik-baik saja. Tetapi tiba-tiba meledak kasus-kasus seperti: suami menembak istri, istri bunuh diri, ibu bunuh anak, ayah-ibu mengajak anak bunuh diri, ayah memperkosa anak, anak memperkosa ibu, anak hamil di luar nikah, ibu jual anak, dan sebagainya. Keluarga macam apa ini? Itu adalah keluarga sekuler yang cenderung liberal. Potret keluarga yang cenderung mengadopsi nilai-nilai liberal sebagai pondasi, hingga menghasilkan keluarga keropos. Kelihatannya utuh, ayah ada, ibu ada, anak-anak tampak baik baik saja. Tetapi di dalamnya kering akan nilai-nilai kekeluargaan. Kerontang dari akidah dan syariah Islam.

Keluarga liberal bercorak materialistis. Mengutamakan kebutuhan materi dibanding kebutuhan non-materi. Keluarga liberal lebih banyak menghabiskan uang dan waktunya untuk memenuhi kesenangan jasmani. Merasa cukup dan bahagia jika materi tercukupi. Tetapi, batin tersiksa. Tidak pernah merasa puas. Jenuh. Stres. Selalu haus mencari kebahagiaan lain, pelampiasan lain dan berujung pada kehancuran.

Pendidikan Berbasis Islam

Perhatian terhadap ketahanan dan ketangguhan keluarga jangan sampai baru dimulai setelah kasus perceraian merebak. Terlebih lagi jika perhatiannya sekadarnya saja. Padahal perceraian itu hanya puncak dari kegagalan pemerintah republik dalam memilih sistem hidup yang menjamin ketahanan keluarga. Sistem yang komprehensif, mencakup aspek pendidikan, ekonomi, sosial, hukum dan pemerintahan.

Aspek pendidikan misalnya, di mana kurikulum sekuler justru mendidik dengan pemahaman yang sesat tentang makna keluarga. Seperti menanamkan nilai-nilai emansipasi pada anak didik, sehingga kaum wanita terdorong mengejar karier, meskipun harus melawan suami dan fitrahnya sendiri.

Diajarkan pula kurikulum kesehatan reproduksi ala liberal, yang mengajarkan wanita berhak atas organ reproduksinya sendiri, berhak menolak hamil meski atas permintaan suami, dll. Padahal inilah pemicu liberalnya wanita, liberalnya keluarga dan berujung hancurnya rumah tangga.

Idealnya, pembentukan keluarga yang kokoh dimulai sejak dini, melalui proses pendidikan berbasis akidah Islam. Dari pendidikan yang ditempuh, pola pikir dan pola sikap terbentuk. Kepribadian atau syakhsiyah Islam terwujud sehingga menjadi pribadi yang tangguh. Pribadi yang agamis, Islami dan menomorsatukan nilai-nilai spiritual, jauh dari nilai-nilai liberal.

Pribadi seperti ini juga akan melangsungkan pernikahan dan membentuk keluarga dengan visi akhirat, bukan duniawi semata. Mencari pasangan satu visi, satu akidah. Maka ia akan membentuk keluarga ideologis yang tangguh.

Cegah Kerapuhan

Dalam Negara Khilafah Islam, upaya yang dilakukan untuk mencegah kerapuhan keluarga dan mewujudkan keluarga-keluarga yang tangguh antara lain:

Pertama, terapkan kurikulum pendidikan berbasis akidah Islam untuk membentuk kepribadian mulia, jauh dari nilai liberal. Siapkan generasi muda agar kelak membangun keluarga dengan visi akhirat, yakni melahirkan generasi penerus yang berguna bagi umat, bangsa dan agama.

Kedua, tegakkan sistem sosial yang memisahkan dengan tegas interaksi laki-laki dan perempuan. Karena itu, negara wajib melarang segala event berbentuk campur-baur laki-laki-perempuan. Misalnya konser musik, pertunjukan bioskop/movie box, dll.

Ketiga, haramkan dan larang pacaran. Beri sanksi tegas bagi pelakunya. Pacaran adalah pintu perzinaan. Banyak keluarga yang dibangun didahului pacaran malah bubar, karena kemesraan telanjur diumbar saat belum halal, terbiasa melanggar syariat.

Keempat, haramkan dan berangus hingga akarnya segala bentuk pornografi dan rangsangan syahwat di ranah publik. Tegakkan regulasi ketat terhadap media massa yang dijadikan sarana penyebaran kemaksiatan. Keterbukaan informasi telah mengganggu keharmonisan keluarga, disebabkan besarnya godaan dari berbagai media.

Kelima, permudah lapangan pekerjaan bagi laki-laki baligh. Anak laki-laki yang sudah baligh, harus didorong dan diberi kesempatan untuk bekerja dan mencari nafkah. Jangan dimanjakan dengan dianggap masih anak-anak. Kerja keras sejak dini membentuk mental baja saat sudah berkeluarga.

Keenam, jamin kesejahteraan keluarga sehingga tidak ada alasan untuk bercerai karena persoalan ekonomi. Murahkan segala kebutuhan keluarga dengan sistem ekonomi Islam.

Ketujuh, permudah pernikahan dan persulit perceraian. Pintu pernikahan harus dipermudah agar tidak merajalela pergaulan bebas. Sementara itu, perkuat pendidikan bagi keluarga-keluarga, baik pendidikan untuk ayah maupun ibu, agar terus terjadi keharmonisan sehingga tidak mudah ketok palu perceraian.

Tegakkan Sistem Islam

Mewujudkan ketahanan keluarga di tengah sistem bukan-Islam demokrasi, masih jadi pekerjaan rumah yang berat bagi umat. Karena, kehancuran keluarga melanda berbagai strata. Mulai kalangan bawah hingga atas banyak keluarga bubrah. Semua itu karena negara menerapkan pondasi salah sekulerisme. Padahal, negara adalah tiang penyangga (soko guru) tegaknya keluarga-keluarga tangguh. Maka tidak ada kata lain, negara harus diganti pondasi sekulerismenya dengan pondasi Islam. Hanya dengan cara itu ketahanan keluarga akan siap menghadapi tantangan zaman, baik di dunia maupun akhirat.

Bacaan: Tabloid Media Umat edisi 186
---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Download BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam