Dilarang
menimbun harta kekayaan meskipun zakatnya dikeluarkan
BAB
SISTEM EKONOMI
PASAL
138
Dilarang
menyewakan lahan pertanian secara mutlak, baik tanah kharajiyah maupun tanah
‘usyriyah. Muzara’ah/ sistem bagi hasil tidak diperbolehkan namun menyewa orang
untuk menjaga dan menyiram kebun (Musaqat) dibolehkan secara mutlak.
KETERANGAN
Dasarnya
adalah :
Firman
Allah SWT QS (9):34
Rasul
SAW menyebut satu gosokan api neraka kepada seorang Ahli Suffah yang meninggal
sementara dia mempunyai satu dinar. Padahal satu dinar belum masuk nishab
zakat.
PASAL
139
Zakat
hanya diambil dari kaum muslimin dan dipungut sesuai dengan jenis kekayaan yang
sudah ditentukan oleh syara, baik berupa mata uang, barang dagangan, ternak
maupun biji-bijian. Tidak boleh dipungut selain dari apa yang sudah ditentukan
oleh syara’. Zakat dipungut dari para pemiliknya, baik seorang mukallaf yang
akil baligh ataupun bukan mukallaf, seperti anak kecil dan orang gila, akan
disimpan/dipisahkan dalam bagian khusus di Baitul Mal dan tidak dibagikan
kecuali untuk satu atau lebih di antara delapan ashnaf/ golongan yang tertera
dalam Al Qur’an.
KETERANGAN
Zakat
adalah salah satu rukun Islam. Rasul SAW bersabda : “Islam dibangun atas lima perkara… menunaikan zakat.”
Zakat
adalah merupakan salah satu bentuk ibadah mahdhah yang ketentuannya harus
berdasarkan nash (al-Qur’an dan as-Sunnah), baik jenis harta yang dikenakan
zakat serta ketentuan nishab dan haulnya.
Rasulullah
SAW bersabda : “Nabi SAW tidaklah mewajibkan
zakat kecuali untuk 10 macam : yakni Khinthah, syair, kurma, anggur, zurrah,
unta, sapi, kambing, emas dan perak.”
Zakat
diambil dari setiap muslim (termasuk anak-anak dan orang gila) yang telah
memiliki harta yang memenuhi syarat nishab dan haul. Rasul SAW bersabda : “Ingatlah, siapa saja yang mengurus anak
yatim, maka dalam hal ini hendaklah dia berniaga, dan tidak membiarkannya
hingga dia diberi makan dari hasil zakat.”
Harta
zakat tidak dibagikan kecuali kepada 8 asnaf yang disebutkan dalam Al-Quran.
Firman Allah SWT QS.(9):60
PASAL
140
Jizyah
dipungut dari orang-orang dzimi saja dan diambil dari kalangan lelaki yang
sudah balig jika ia mampu. Jizyah tidak dikenakan terhadap kaum wanita dan
anak-anak.
KETERANGAN
Jizyah
wajib berdasarkan firman Allah SWT : QS(9):29.
Abu
Ubaid meriwayatkan di dalam Al-Amwal dari Hasan bin Muhammad yang mengatakan
Nabi SAW pernah berkirim surat kepada Majusi Hajar untuk mengajak mereka
memeluk Islam : “Siapa saja yang memeluk
Islam sebelum ini, serta siapa saja yang tidak diambil jizyah atas dirinya : Hendaknya
sembelihannya tidak dimakan, dan kaum wanitanya tidak dinikahi.”
Jizyah
hanya diambil dari orang yang mampu berdasarkan firman Allah QS At Taubah : 29 “ ‘an yadin’ (maksudnya karena kemampuan mereka)
PASAL
141
Kharaj
dipungut atas tanah kharajiyah sesuai dengan perkiraan hasilnya, sedangkan
tanah ‘usyriyah zakatnya dipungut berdasarkan hasil bersih.
KETERANGAN
Abu
Ubaid meriwayatkan dalam kitab Al-Amwal dari Az-Zuhri yang mengatakan : “Rasulullah SAW menerima jizyah dari orang
Majusi Bahrain.” Az-Zuhri menambahkan : “Siapa
saja di antara mereka yang memeluk Islam, maka keIslamannya diterima, dan
keselamatan diri dan hartanya akan dilindungi, selain tanah. Sebab tanah
tersebut adalah fai’ (rampasan) bagi kaum muslimin, karena orang tersebut sejak
awal tidak menyerah, sehingga dia terlindungi.”
PASAL
142
Pajak
dipungut dari kaum muslimin, sesuai dengan ketentuan syara’ untuk menutupi
pengeluaran Baitul Mal, dengan syarat pungutannya berasal dari kelebihan
kebutuhan pokok, yang harus dicukupi oleh pemilik harta dengan cara yang lazim,
hendaknya diperhatikan bahwa jumlah pajak memenuhi kebutuhan negara. Pajak sama
sekali tidak dipungut dari kalangan non-muslim, tidak ada pungutan terhadap
harta mereka kecuali jizyah.
KETERANGAN
Syara’
telah mengklasifikasikan kebutuhan menjadi dua , antara lain
kebutuhan-kebutuhan yang difardhukan kepada Baitul Mal untuk sumber-sumber
pendapatan Baitul Mal, dan kebutuhan-kebutuhan yang difardhukan atas kaum
muslimin, sehingga Negara diberi hak untuk mengambil harta dari mereka, dalam
rangka memenuhi kebutuhan tersebut. Dengan demikian pajak (dharibah) itu merupakan harta difardhukan Allah kepada kaum
muslimin dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka.
PASAL
143
Setiap
aktifitas sosial kemasyarakatan yang diwajibkan syara’ terhadap umat, sedangkan
di dalam Baitul Mal tidak ada harta yang cukup untuk memenuhinya, maka
kewajiban tersebut beralih kepada umat dan negara berhak mengumpulkan harta
dari umat dengan mewajibkan pajak. Apa yang tidak diwajibkan syara’ terhadap
umat maka negara tidak dibenarkan mewajibkan pajak dalam bentuk apapun, seperti
memungut biaya untuk proses peradilan, departemen-departemen atau untuk
memenuhi keperluan rakyat apapun.
PASAL
144
Anggaran
belanja negara memiliki penjatahan yang baku atas bagian yang telah ditentukan
hukum syara. Perincian penjatahan anggaran, pengadaan ( dana ) untuk
masing-masing bagian serta bidang-bidang yang memperoleh dana , semuanya
ditentukan oleh pendapat/ijtihad dan kebijaksanaan khalifah.
KETERANGAN
Khalifah
adalah pihak yang bertanggungjawab untuk melaksanakan berbagai kebijakan Negara
sesuai dengan pendapat dan ijtihadnya. Dalam hal anggaran pendapatan Negara,
khalifah berwenang untuk menetapkan pengelolaannya sesuai dengan pendapat dan
ijtihadnya.
Dilarang menimbun harta kekayaan meskipun zakatnya
dikeluarkan
Hizbut Tahrir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar