Pengertian Sukses
Arti Sukses Sejati Definisi
Pengantar
Sukses dapat diartikan sebagai keadaan tercapainya tujuan
atau cita-cita. Lawannya adalah gagal, yaitu keadaan tidak tercapainya suatu
tujuan atau cita-cita. Sukses di sini masih memiliki arti umum, dalam arti bisa
bernilai benar atau salah, tergantung pada pandangan hidup yang mendasari
perumusan tujuan dan standar yang digunakan untuk menilai suatu kesuksesan dan
kegagalan. Seorang perampok misalnya, dapat dikatakan sukses bila dia berhasil
merampok barang yang telah ditargetkannya. Sementara seorang petani, dikatakan
sukses bila berhasil melakukan panen dengan hasil yang sesuai dengan
harapannya. Jadi, “sukses” tidak selamanya identik dengan “benar”. Bisa saja
seseorang merasa sukses, namun sebenarnya dia tidak berada di atas kebenaran.
Dengan kata lain, hakikatnya dia telah gagal.Yang harus dicari adalah
kesuksesan yang sejati, yaitu kesuksesan yang berada dalam jalur kebenaran. Ini
hanya terwujud bila seseorang mencapai suatu tujuan yang didasarkan pada
pandangan hidup dan standar yang benar. Dan di samping itu, kesuksesan itu
harus diraih dengan cara yang benar pula, bukan dengan sembarang cara.
Kesuksesan yang diraih lewat jalan yang tidak benar, sebenarnya adalah
kesuksesan yang semu dan palsu, bukan kesuksesan yang hakiki.
Demikian pula kiranya dengan dunia mahasiswa. Tatkala
seseorang ingin menjadi mahasiswa yang sukses dalam kuliahnya, maka pertanyaan
kritis yang harus dijawab adalah, apa tujuan dari kuliahnya? Standar-standar
serta indikator-indikator apa yang dipakai untuk mengukur tercapainya tujuan
itu? Apakah tujuan itu sudah didasarkan pada pandangan hidup yang benar?
Antara Fakta Dan
Idealita
Dunia saat ini – termasuk Dunia Islam – dicengkeram oleh
ideologi kapitalisme, yang berasaskan ide sekulerisme (pemisahan agama dari
kehidupan). Dengan demikian, seluruh aspek kehidupan termasuk juga pendidikan,
akan terwarnai dan terpola oleh ideologi asing tersebut. Dalam sebuah sistem
kehidupan yang menerapkan atau terpengaruh dengan ideologi ini, sistem
pendidikan akan senantiasa bersifat sekuleristik. Pendidikan tidak akan
memberikan ruang yang cukup bagi agama, sebab agama (dianggap) bukanlah sesuatu
yang penting dalam kehidupan. Agama hanya mengatur hubungan pribadi manusia
dengan Tuhan, sementara hubungan manusia dengan manusia lainnya, seperti aspek
politik, ekonomi, budaya, tidaklah diatur oleh agama.
Karena itu, dapat dilihat bahwa output sistem pendidikan
seperti ini, hanya akan menjadi manusia yang pandai dalam ilmu pengetahuan,
namun dangkal dalam pemahaman agama. Para
alumnus sistem ini akan menjadi manusia yang sekuleristik, materialistik,
oportunistik, dan individualistik. Dikatakan sekuleristik, karena dia akan
meletakkan agama dalam posisi terbatas yang hanya mengatur hubungan manusia
dengan tuhannya. Sementara aspek interaksi sosial yang luas, dianggapnya tidak
perlu diatur dengan agama. Bersifat materialistik, karena tujuan hidupnya hanya
mengejar kesenangan duniawi semata, seperti harta benda, jabatan, dan
sebagainya, namun lupa akan tujuan akhiratnya. Dikatakan oportunistik, karena
cara dia mengukur segala tindakannya adalah berdasarkan manfaat belaka, atau
untung rugi, bukan berdasarkan ketentuan halal-haram. Dan bersifat
individualistik, karena dia akan menjadi orang yang hanya mementingkan diri
sendiri, serta kurang menaruh kepedulian dan perhatian kepada orang lain.
Memang manusia seperti ini akan bisa hidup, namun jelas bukan hidup yang benar.
Dalam sistem sekuleristik seperti ini, sukses tidaknya
seorang mahasiswa tentunya hanya akan diukur berdasarkan indikator-indikator
akademik semata yang kering dari sentuhan nilai dan norma agama. Mahasiswa
tetap dikatakan sukses setelah dia menyelesaikan studinya dalam waktu sekian
tahun, dengan indeks prestasi sekian, meskipun dia dangkal atau bahkan bodoh
dalam pemahaman agamanya. Apakah manusia seperti ini yang dikehendaki Islam?
Cukupkah kesuksesan mahasiswa muslim hanya diukur dengan indikator-indikator
akademik semata yang cenderung sekuleristik itu?
Sesungguhnya Islam telah menetapkan tujuan dalam sebuah
proses pendidikan, yang hanya bisa dicapai bila sebuah sistem pendidikan
didasarkan pada ideologi Islam, bukan ideologi kapitalisme seperti yang ada
saat ini. Tujuan pendidikan dalam Islam adalah terbentuknya kepribadian Islam (Syakhshiyyah Islamiyyah) yang dibekali dengan berbagai ilmu dan
pengetahuan yang diperlukan dalam kehidupan (Lihat Muqaddimah Dustur,
Taqiyyuddin An Nabhani, hal. 414). Memiliki kepribadian Islam, berarti
seseorang mempunyai pola pikir (aqliyah)
yang Islami, yaitu dia akan menjadikan Aqidah Islamiyah sebagai standar untuk
menilai segala pemikiran yang ada. Di samping itu, dia mempunyai pola
jiwa/sikap (nafsiyah) yang Islami, yaitu
mempunyai kecenderungan perasaan yang Islami dan memenuhi segala kebutuhannya
dengan standar Syariat Islamiyah,
baik kebutuhan jasmaninya (al hajat al
‘udlwiyah), seperti makan dan minum, maupun kebutuhan naluriahnya (al
gharizah), yang meliputi naluri beragama (gharizah tadayyun), naluri
mempertahankan diri (gharizatul baqa’), dan naluri melangsungkan keturunan
(gharizatun nau’), beserta segala penampakan (mazhahir) yang muncul dari ketiga
naluri tersebut.
Adapun ilmu dan pengetahuan yang menjadi bekal hidup, adalah
segala jenis ilmu pengetahuan yang diperlukan untuk kehidupan bermasyarakat,
seperti sains dan teknologi beserta segala macam ilmu cabang dan terapannya.
Namun demikian, Aqidah Islamiyah harus dijadikan standar dalam hal pengambilan
atau pengamalannya. Segala ilmu yang sesuai Aqidah Islamiyah saja yang boleh
diambil dan diamalkan. Yang bertentangan dengan Aqidah Islamiyah haram untuk
diambil dan diamalkan. Dari segi pengetahuan dan studi, Islam memang
membolehkan segala macam ilmu, meskipun bertentangan dengan Islam. Tetapi dari
segi pengambilan/pengamalan dan i’tiqad
(keyakinan), Islam hanya membolehkan pengetahuan yang tidak bertentangan dengan
Islam, bukan yang lain. (Ibid., hal. 413).
Dengan demikian, dapat diringkas bahwa pendidikan Islam
mempunyai tujuan: 1). Pembentukan kepribadian Islam (Syakhshiyyah Islamiyyah), dan 2) Penguasaan berbagai ilmu
pengetahuan yang diperlukan dalam kehidupan.
Dari sinilah seharusnya seorang mahasiswa muslim menetapkan
indikator-indikator kesuksesannya, sebab dia bukan sekedar beridentitas
mahasiswa, tetapi juga seorang muslim. Identitas keislaman ini tentu tak boleh
dia tanggalkan dalam segala kiprahnya di dunia, termasuk kiprahnya dalam
menuntut ilmu di perguruan tinggi.
Kiat Mahasiswa
Muslim Sukses
Dari uraian di atas, kiranya jelas bahwa seorang mahasiswa
muslim yang sukses dapat dicirikan dengan dengan 2 (dua) indikator: Pertama,
Dimilikinya kepribadian Islam (Syakhshiyyah
Islamiyyah), Kedua, Dikuasainya ilmu pengetahuan yang menjadi bidang
studinya. Seorang mahasiswa muslim yang sukses, dengan demikian, adalah
mahasiswa yang berhasil memiliki kedua indikator tersebut secara bersamaan.
Jadi mahasiswa yang hanya menguasai pengetahuan yang menjadi objek studinya,
namun dangkal dalam pemahaman Islamnya, hakikatnya adalah mahasiswa yang gagal.
(Meskipun menurut ukuran konvensional yang sekuleristik, dia adalah mahasiswa
yang “sukses”!).
Untuk memiliki kepribadian Islam, pada prinsipnya seorang
mahasiswa harus mempelajari Islam secara mendalam. Dia harus menjadikan Aqidah
Islamiyah sebagai landasan berpikirnya, yang dengannya dia dapat berpikir
Islami dengan menjadikan Aqidah Islamiyah sebagai standar untuk menilai segala
pemikiran yang ada. Dia harus juga menjadikan Syariat Islamiyah – yang lahir
dari Aqidah Islamiyah —sebagai standar untuk menetapkan kecenderungannya dan
memenuhi segala kebutuhannya. Salah satu karakter muslim yang berkepribadian
Islam, untuk konteks sekarang, adalah mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap
kondisi umat. Kondisi umat Islam di seluruh dunia yang kini dikuasai oleh
ideologi kapitalisme yang kafir, harus membuatnya terhentak dan tersadar dengan
keadaran yang penuh dan menyeluruh untuk turut serta dalam proses perubahan
menuju kondisi yang Islami. Secara konkret, muslim yang peduli dengan keadaan
umat itu akan mengindentifikasikan dirinya sebagai seorang pengemban
dakwah (hamilud dakwah), sebab
metode Islam untuk mengubah kondisi tak Islami menjadi Islami tak lain adalah
dengan jalan mengemban dakwah Islamiyah (hamlud
dakwah al islamiyah). …
… peduli terhadap keadaan umat, dengan jalan turut serta
memikul tanggung jawab dakwah Islamiyah demi terwujudnya tatanan umat dan
masyarakat yang Islami. [ ]
Pengertian Sukses Arti Sukses Sejati Definisi
Menuju Mahasiswa Muslim Sukses
Oleh: Muhammad
Shiddiq al-Jawi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar