Pengertian Taqarrub Kepada Allah – Definisi
Mendekatkan Diri Kepada Allah
Kata Pengantar
Taqarrub
kepada Allah adalah setiap aktivitas yang mendekatkan seorang hamba
kepada Allah Swt., baik dengan melaksanakan kewajiban, melaksanakan
amalan-amalan sunnah nafilah maupun bentuk-bentuk ketaatan lainnya. Pengertian
taqarrub kepada Allah tidak hanya terbatas pada aktivitas ibadah, sebagaimana
yang diduga oleh kebanyakan kaum Muslimin dewasa ini, namun mencakup pula
seluruh aktivitas mu’amalat, akhlaq, math’umat (berkaitan dengan makanan),
malbusaat (berkaitan dengan pakaian) bahkan uqubat (pelaksanaan sanksi hukum di
dunia oleh negara Islam/ Khilafah). Dalam sebuah hadits Qudsi, Allah Swt.
berfirman:
“Dan
tiada bertaqarrub (mendekat) kepada-Ku seorang hamba dengan sesuatu yang lebih
Kusuka daripada menjalankan kewajibannya”. (Shahih Bukhari Juz 11, hal.292-297)
Berkata
Imam Ibnu Hajar: “Termasuk dalam lafadz tersebut adalah seluruh kewajiban, baik
fardhu ‘ain maupun fardhu kifayah, sehingga dapat pula diambil pengertian
darinya bahwa pelaksanaan perbuatan-perbuatan fardhu adalah aktivitas yang
paling disukai Allah Swt.” Perbuatan-perbuatan fardhu dimaksud dapat disebutkan
mulai dari melaksanakan shalat, menunaikan zakat, berbakti kepada kedua
orangtua, menuntut ilmu, berjihad fi sabilillah, ber-amar ma’ruf nahi munkar,
bersikap jujur dan ikhlas lillahi ta’ala dan istiqomah dalam setiap perbuatan,
memakan makanan yang halal dan baik, menutup aurat, hingga pelaksanaan
hukum-hukum hudud syar’iyah oleh negara Islam/ Khilafah atas tindak kriminal
seperti perbuatan zina, liwath, mencuri, riddah (keluar dari Islam), membunuh
dan lain sebagainya. Melaksanakan seluruh aktivitas tersebut pada hakekatnya
adalah termasuk ke dalam cakupan pengertian pendekatan-diri seorang hamba yang
mu’min kepada Rabb-nya.
Al-Qur’an
telah menyebutkan beberapa kewajiban dan menganggapnya sebagai qurbah (pendekatan).
Salah satu di antaranya adalah infaq fi sabilillah, yaitu berinfak untuk
kepentingan perang di jalan Allah. Dalam hal ini Al Qur’an telah menganggapnya
sebagai pendekatan yang besar (pengorbanan yang besar) yang diberikan oleh
seorang mukmin untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.
“Di
antara orang-orang Arab Badui terdapat orang-orang yang beriman kepada Allah
dan hari akhir dan menjadikan harta yang dia nafkahkan (dalam jihad fi
sabilillah) sebagai pendekatan di sisi Allah dan jalan untuk mendapatkan do’a
Rasulullah. Ketahuilah itu memang merupakan pendekatan bagi mereka. Allah akan
memasukkan ke dalam rahmat-Nya (Surga). Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.” (Terjemah Makna Qur’an Surat At-Taubah 99)
Al-Qur’an
pun telah menjelaskan bahwa taqarrub kepada Allah dapat ditempuh dengan
melaksanakan ketaatan-ketaatan dan ibadah serta amal-amal shalih. Allah Swt.
berfirman:
“Orang-orang
yang mereka (orang-orang kafir) sembah, mereka itu sendiri mencari jalan menuju
Tuhannya. Siapa di antara mereka yang lebih dekat. Mereka mengharap Rahmat-Nya
(Surga-Nya) takut terhadap adzab-Nya (neraka)” (Terjemah Makna Qur’an Surat
Al-Israa 57)
“Bukanlah
harta-harta kalian dan anak-anak kalian yang dapat mendekatkan diri kalian
kepada kami; akan tetapi orang-orang beriman dan beramal shalih, merekalah yang
mendapatkan pahala yang berlipat ganda karena apa yang mereka kerjakan. Dan
mereka akan berada di tempat-tempat yang tinggi (Surga) dalam keadaan aman.”
(Terjemah Makna Qur’an Surat Saba’ 37)
As-Sunnah
menjelaskan pula bahwa di antara aktivitas yang akan mendekatkan diri seorang
hamba kepada Rabb-nya adalah melaksanakan perbuatan-perbuatan sunnah, mandub,
nafilah, dan ketaatan-ketaatan lainnya. Dalam hadits Qudsiy Allah Swt.
berfirman:
“Tiada
henti-hentinya seorang hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan
perbuatan-perbuatan sunnah nafilah, sehingga Aku mencintainya.” (Shahih
Bukhari, XI/292-297)
Amalan
nafilah adalah setiap aktivitas yang merupakan tambahan dari
amalan yang wajib, baik berupa shadaqah, shalat, maupun puasa dan sebagainya.
Ada sebuah hadits yang memberi motivasi untuk menambah ketaatan, yaitu hadits
yang diriwayatkan oleh Annas r.a. dari Nabi Saw. bahwasanya Beliau meriwayatkan
dari Rabb-nya:
“Jika
seorang hamba mendekatkan diri kepada-Ku sejengkal, Aku akan mendekatinya
sehasta; jika ia mendekati-Ku sehasta, Aku akan mendekatinya sedepa; jika ia
datang kepada-Ku dengan berjalan, Aku akan mendekatinya dengan berlari.” (Shahih
Bukhari XI/199)
Dengan
demikian tidak diragukan lagi bahwa taqarrub kepada Allah dengan mengerjakan
amalan-amalan sunnah nafilah dan ketaatan akan mengangkat martabat seorang
hamba di sisi Rabb-nya. Hal ini menjadikannya layak untuk mendapatkan
pertolongan, bantuan dan dukungan dari Allah Swt. pada setiap aktivitas yang
dilakukannya dalam rangka taat kepada Allah dan mencari keridhoan-Nya. Oleh
karena itu, dalam sebuah hadits Qudsi Allah Swt. mengangkat derajat seorang
hamba yang ber-taqarrub kepada-Nya sehingga Allah mengabulkan do’anya, mendukungnya
dengan pertolongan, bantuan dan bimbingan-Nya. Hadits dimaksud adalah:
“Tiada
henti-hentinya hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan perbuatan-perbuatan
sunnah nafilah sehingga Aku mencintainya. Kalau Aku sudah mencintainya, maka
Aku akan menjadi pendengarannya yang ia mendengarkan dengannya dan Aku akan
menjadi penglihatannya yang ia melihat dengannya; dan Aku akan menjadi
tangannya yang ia pergunakan; dan Aku akan menjadi kakinya yang ia berjalan
dengannya. Jika ia meminta kepada-Ku niscaya akan Kuberi yang ia minta; dan
jika ia memohon perlindungan pada-Ku, niscaya Aku lindungi.”
Dalam
lafadz yang lain disebutkan:
“Dan
jika ia memohon (kemenangan) kepada-Ku, niscaya Kutolong.” (Fathul Baari,
Syarah Shahih Bukhari, XI/341-345)
Martabat
tersebut tidak akan dicapai kecuali oleh orang-orang yang telah melakukan
kewajiban-kewajiban dan menambahnya dengan mengerjakan amalan sunnah nawafil,
ketaatan, mandubaat, dan bukan oleh orang-orang yang melakukan kegiatan sunnah
tetapi meninggalkan perbuatan wajib atau bahkan melakukan bid’ah dan perbuatan
haram.
Buku ini
bagus sekali dalam menyajikan beberapa contoh pendekatan diri kepada Allah dan
ketaatan kepada-Nya sebagai tambahan yang sangat dibutuhkan oleh setiap Muslim,
apalagi bagi seorang pengemban dakwah. Sebab seorang pengemban dakwah ialah
orang yang paling membutuhkan kuatnya tali hubungan dengan Allah guna menggapai
pertolongannya dan bertawakal kepada-Nya dengan sebenar-benar tawakal. Penulis
pun sangat menekankan hal itu, sebagaimana yang ditunjukkan dalam Muqaddimah
buku ini.
Di antara
contoh-contoh ketaatan dan pendekatan tersebut adalah meningkatkan kualitas
amal perbuatan yaitu dengan memurnikan niat hanya untuk Allah semata dan
menyesuaikannya dengan tuntutan Syara’; melaksanakan kewajiban, memperbanyak
amalan sunnah nafilah seperti shalat rawatib, membaca Al-Qur’an, berdo’a,
berdzikir dan ber-istighfar, murah hati dan mengutamakan orang lain, cinta dan
benci karena Allah, sabar menghadapi cobaan, taat kepada Pemimpin Umat Islam/
Khalifah dalam melanjutkan kehidupan Islam dan mengemban risalah Islam ke semua
umat dan bangsa. Oleh karena itu, buku ini patut dibaca setiap Muslim dan
dikuasai isinya oleh setiap pengemban dakwah yang telah memberikan wala’
(loyalitas) dan kontribusinya ke dalam gerakan perjuangan Islam. Apalagi ia
ingin mewujudkan kemuliaan kaum Muslimin dan ingin mengokohkan agama Islam ini
di muka bumi.
Dan Allah,
yang menurunkan agama Islam ini, pasti akan memuliakan dan menolong agama-Nya
melalui tangan sekelompok orang Mukmin yang sadar dan jiwa mereka telah
dipenuhi dengan iman, taat dan cinta terhadap Allah dan Rasul-Nya.
Abdurrahman
Muhammad
Taqarrub
Kepada Allah
Kunci
Sukses Pengemban Dakwah
Oleh:
Fauziy Sanqarith
Penerbit:
Daarun Nahdlah Al-Islamiyah