Kritik Terhadap Sosialisme Dan
Kapitalisme
5. Kritik
Terhadap Aqidah Sosialisme dan Kapitalisme
Yang menjadi
indikasi benar atau salahnya suatu ideologi adalah aqidah ideologi itu
sendiri, apakah aqidah itu benar atau salah. Sebab,
kedudukan aqidah ini adalah sebagai asas bagi setiap pemikiran cabang yang
muncul. Aqidah jugalah yang menentukan pandangan hidup dan yang melahirkan
setiap pemecahan problema hidup serta pelaksanaannya (thariqah). Jika
aqidahnya benar, maka ideologi itu benar. Sebaliknya, jika aqidahnya salah,
maka ideologi itu dengan sendirinya sudah salah dari akarnya (Taqiyuddin An
Nabhani, 1953).
Dalam masalah ini Al Qur`an mengisyaratkan
bahwa, yang artinya:
“Tidakkah kamu
perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti
pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu
memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat
perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. Dan
perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut
dari akar-akarnya dari permukaan bumi, tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun.” (TQS Ibrahim :
24-26)
Ayat di atas
menerangkan perbandingan kontras antara Islam dan agama/paham/ideologi kufur yang
diumpamakan oleh Allah seperti pohon yang baik –dengan akarnya yang kokoh- dan
pohon yang buruk, dengan akarnya yang tercerabut dari tanah. Akar sebuah pohon
menjadi penentu tegak tidaknya pohon itu.
Lalu apa tolok ukur kebenaran suatu
aqidah?
Aqidah apabila
sesuai dengan fitrah manusia dan dibangun berlandaskan akal, maka berarti
merupakan aqidah yang benar.
Sebaliknya,
jika bertentangan dengan fitrah manusia atau tidak dibangun berlandaskan akal
yang sehat, maka aqidah itu batil adanya.
Yang dimaksud ‘aqidah yang
benar itu haruslah sesuai dengan fitrah manusia’ adalah pengakuannya terhadap apa yang ada dalam fitrah
manusia, yaitu kelemahan dan kebutuhan dirinya pada Yang Maha Pencipta.
Yang dimaksud ‘aqidah yang
benar itu dibangun atas dasar akal yang sehat’ adalah bahwa aqidah itu tidak berlandaskan materi
ataupun sikap mengambil jalan tengah (Taqiyuddin An Nabhani, 1953).
Dari uraian singkat ini, dapat disimpulkan
bahwa standar kebenaran ideologi adalah aqidah ideologi itu sendiri. Sedang
standar kebenaran aqidah ideologi adalah:
Pertama, kesesuaian
dengah fitrah manusia
Kedua, kesesuaian
dengan akal
5.a. Kesesuaian
dengan Fitrah
Ideologi sosialisme
tidak sesuai dengan fitrah manusia. Sebab meskipun ideologi ini mengingkari
adanya Allah dan ruh, akan tetapi ia tetap tidak mampu memusnahkan naluri
beragama (gharizah tadayyun) sebagai fitrah manusia. Ideologi ini hanya
bisa mengalihkan pandangan manusia kepada suatu kekuatan yang lebih besar
dibanding dirinya dan mengalihkan perasaan taqdis
(mensucikan/mensakralkan) kepada kekuatan besar tersebut. Menurut mereka,
kekuatan itu berada di dalam ideologi dan diri para pengikutnya. Mereka
membatasi taqdis hanya pada kedua unsur itu. Berarti, mereka telah mengembalikan
manusia ke masa silam, masa animisme; mengalihkan penyembahan kepada
Allah ke penyembahan makhluk-makhluk-Nya; dari pengagungan terhadap ayat-ayat
Allah kepada pengkultusan terhadap doktrin-doktrin yang diucapkan
makhluk-makhluk-Nya. Semua ini menyebabkan kemunduran manusia ke masa silam jahiliyah. Mereka tidak
mampu memusnahkan fitrah beragama, melainkan hanya mengalihkan fitrah manusia
secara keliru kepada kesesatan dengan mengembalikannya ke masa animisme.
Berdasarkan hal
ini, ideologi sosialisme telah gagal ditinjau dari fitrah manusia. Malah dengan
berbagai tipu muslihat, mereka mengajak orang-orang untuk menerimanya; dengan
mendramatisir kebutuhan perut mereka untuk menarik perhatian orang-orang yang
lapar, pengecut, dan sengsara.
Ideologi ini
dianut oleh orang-orang yang bermoral bejat, atau orang yang gagal dan benci
terhadap kehidupan, termasuk juga orang-orang sinting yang tidak waras cara
berpikirnya yang merasa bangga dengan ide-ide sosialisme yang menurut mereka
itu dapat memasukkan mereka ke jajaran kaum pemikir.
Semua ini akan
tampak tatkala mereka mendiskusikan dengan arogan tentang teori Dialektika
Materialisme dan Historis Materialisme. Padahal kenyataannya,
ide-ide ini paling terlihat kerusakan dan kebatilannya, dan dengan sangat mudah
dapat dibuktikan kerusakannya oleh perasaan
fitri dan akal sehat.
Supaya manusia
tunduk pada ideologi ini, maka ideologi ini memerlukan paksaan melalui kekuatan
fisik. Maka tekanan, intimidasi, revolusi, menggoyang, merobohkan, dan
mengacaukan masyarakat merupakan sarana-sarana yang penting untuk mengembangkan
ideologi tersebut.
Ideologi kapitalisme
juga bertentangan dengan fitrah manusia, yang terwujud secara menonjol pada
naluri beragama. Naluri beragama tampak dalam aktivitas pen-taqdis-an
(pensucian); di samping juga tampak dalam lemahnya
pengaturan manusia terhadap aktivitas hidupnya. Akan tampak perbedaan dan
pertentangan tatkala pengaturan
menurut nafsu manusia itu berjalan. Hal ini menunjukkan tanda kelemahan
manusia dalam mengatur aktivitasnya. Oleh karena itu, menjauhkan agama dari
kehidupan jelas bertentangan dengan fitrah manusia. Adanya agama dalam
kehidupan bukan berarti menjadikan
seluruh amal perbuatan manusia terbatas hanya pada aktivitas ibadah saja.
Tetapi arti pentingnya agama dalam kehidupan adalah untuk mengatasi berbagai
persoalan hidup manusia sesuai dengan peraturan yang Allah perintahkan.
Peraturan dan sistem ini lahir dari aqidah yang mengakui apa yang terkandung
dalam fitrah manusia, yaitu naluri beragama.
Menjauhkan
peraturan Allah dan mengambil peraturan yang lahir dari suatu aqidah yang tidak
sesuai dengan naluri beragama adalah bertentangan dengan fitrah manusia. Maka
dari itu, kapitalisme telah gagal dilihat dari segi fitrah manusia. Kapitalisme
telah menjadikan masalah agama sebagai masalah pribadi (bukan masalah
masyarakat), sekaligus menjauhkan peraturan yang Allah perintahkan dari
problematika hidup manusia dan pemecahannya.
Adapun ideologi Islam, tidak
bertentangan dengan fitrah manusia. Walaupun ia sangat mendalam tetapi gampang
dimengerti, cepat membuka akal dan hati manusia, cepat diterima dan mudah dipahami,
untuk mendalami isinya -sekalipun kompleks- dengan penuh semangat dan
kesungguhan.
Karena memang
beragama adalah satu hal yang fitri dalam diri manusia. Setiap manusia menurut
fitrahnya cenderung kepada agama. Tidak ada satu kekuatan manapun yang dapat
mencabut fitrah ini dari manusia, sebab merupakan pembawaan yang kokoh. Sementara
tabi'at manusia merasakan bahwa dirinya serba kurang, selalu merasa bahwa ada
kekuatan yang lebih sempurna dibandingkan dirinya, yang harus diagungkan.
Beragama merupakan kebutuhan terhadap Pencipta Yang Maha Pengatur, yang muncul
dari kelemahan manusia dan bersifat alami sejak manusia diciptakan. Jadi,
beragama merupakan naluri yang bersifat tetap yang selalu mendorong manusia
untuk mengagungkan dan mensucikan-Nya.
Oleh karena
itu, dalam setiap masa, manusia senantiasa cenderung untuk beragama dan
menyembah sesuatu. Ada yang menyembah manusia, menyembah bintang-bintang, batu,
binatang, api, dan lain sebagainya. Tatkala Islam muncul di dunia, aqidah yang
dibawanya bertujuan untuk mengalihkan umat manusia dari penyembahan terhadap
makhluk-makhluk kepada penyembahan terhadap Allah yang menciptakan segala
sesuatu.
Kritik Terhadap Sosialisme
Dan Kapitalisme