Qadli muhtasib adalah Qadli yang menangani berbagai perkara yang menyangkut hak-hak umum
BAB PERADILAN
PASAL 75
Qadli
muhtasib adalah Qadli yang menangani berbagai perkara yang menyangkut
hak-hak umum. Dia boleh menggunakan wewenangnya meskipun tidak ada
pengaduan kepadanya, dengan syarat bahwa apa yang ditanganinya tidak
berkaitan dengan perkara-perkara pidana (hudud dan jinayat).
KETERANGAN
Dalilnya adalah hadis mengenai shubrah ath-tha’am
(tumpukan makanan), yakni ketika Rasulullah menemukan adanya kurma
basah yang dicampurkan di dalam tumpukan makanan (bersama-sama dengan
kurma kering). Beliau kemudian memasukkan tangan ke bagian bawah
tumpukan makanan tersebut dan kemudian mengangkatnya sehingga hal itu
disaksikan oleh banyak orang.
PASAL 76
Qadli
muhtasib memiliki wewenang untuk memutuskan perkara terhadap
penyimpangan yang diketahuinya secara langsung, di manapun tempatnya
tanpa membutuhkan ruang pengadilan. Sejumlah polisi yang berada di bawah
wewenangnya, dipersiapkan untuk melaksanakan perintahnya, keputusan
yang diambilnya harus segera dilaksanakan.
KETERANGAN
Dalam
hal ini, ruang sidang pengadilan — sebagaimana secara tersirat
disebutkan dalam sabda Rasulullah — hanya berlaku pada kasus-kasus yang
dipersengketakan, artinya ada pihak penggugat dan tergugat. Rasul
sendiri, pada kasus timbunan makanan, langsung menyelesaikan kasusnya di
pasar dengan disaksikan orang banyak. Hal ini menunjukkan bahwa Qadli
hisbah boleh memutuskan perkaranya apakah di pasar, di jalan raya, di
dalam kendaraan, pada waktu malam atau siang hari. Dengan begitu,
keputusan dapat segera dilaksanakan.
PASAL 77
Qadli
muhtasib memiliki hak untuk memilih wakil-wakilnya yang memenuhi
syarat-syrat seorang muhtasib. Mereka ditugaskan di berbagai tempat, dan
masing-masing memiliki wewenang untuk dapat melakukan tugasnya, untuk
menyelesaikan perkara-perkara yang diserahkan kepada mereka; baik di
daerah tingkat dua ataupun di kelurahan-kelurahan yang sudah ditentukan.
KETERANGAN
Kewenangan
ini berlaku jika Qadli muthasib memang diberi wewenang untuk itu oleh
khalifah atau Qadli Qudlat. Jika tidak, berarti ia tidak memiliki
kewenangan untuk itu.
PASAL 78
Qadli
mazhalim diangkat untuk menyelesaikan setiap tindak kezhaliman yang
menimpa setiap orang yang hidup di bawah kekuasaan negara, baik
rakyatnya sendiri maupun bukan, baik kezhaliman itu dilakukan oleh
khalifah maupun pejabat-pejabat lain, termasuk yang dilakukan oleh para
pegawai.
KETERANGAN
Asal
adanya Qadli mazhalim itu adalah berdasarkan hadits yang telah
diriwayatkan dari Nabi SAW bahwa beliau telah menjadikan suatu perkara
yang dilakukan oleh penguasa (pejabat) dalam memerintah rakyat dengan
cara yang tidak dibenarkan itu, sebagai perkara yang zhalim. Dari Anas
yang mengatakan: "Pada
masa Rasulullah harga-harga melambung tinggi." Lalu mereka protes:
"Wahai Rasulullah, kalau saja harga ini engkau tetapkan." Kemudian
beliau bersabda: "Sesungguhnya Allah-lah Yang Maha menggenggam, Yang
Maha melapangkan, Yang Maha memberi rizki, Yang berhak menetapkan harga
ini. Dan aku betul-betul ingin menghadap Allah Azza Wa Jalla tanpa
seorangpun yang menuntutku karena kedzaliman yang telah aku lakukan
terhadap dirinya, baik dalam hal "darah" (pidana) maupun "harta"
(perdata)."
Karena
itu, penetapan harga (semacam HPS) merupakan tindakan yang zhalim.
Karena kalau beliau melakukannya, berarti beliau melakukan sesuatu yang
bukan haknya. Begitu pula beliau menjadikan perkara-perkara yang
menyangkut hak-hak umum, yang diatur oleh negara untuk seluruh manusia
(secara adil). Sehingga memberikan keputusan (sepihak dengan maksud
melakukan monopoli) dalam hal ini adalah termasuk tindak kezhaliman.
Seperti menyirami tanaman dengan air milik umum, maka masing-masing
harus bergiliran. Rasulullah SAW telah memberikan putusan terhadap
minuman yang telah dipersengketakan oleh Zubeir Bin Awwam ra. dengan
salah seorang kaum Anshar, di mana beliau mendatanginya langsung. Lalu
beliau bersabda kepada Zubeir: "Wahai Zubeir, minumlah lalu orang Anshar ini."
Oleh
karena itu, bentuk kezhaliman apapun yang dilakukan terhadap setiap
individu, baik dilakukan oleh para penguasa (pejabat) maupun karena
mekanisme-mekanisme negara beserta kebijakan-kebijakannya, maka tetap
saja dianggap sebagai tindak kezhaliman. Sebagaimana yang bisa difahami
dari kedua hadits di atas. Masalah itu kemudian diserahkan kepada
khalifah agar dialah yang memutuskan tindak kezhaliman tersebut, atau
orang-orang yang menjadi wakil khalifah dalam masalah ini, semisal Qadli
mazhalim.
PASAL 79
Qadli
mazhalim ditetapkan dan diangkat oleh khalifah atau oleh Qadli Qudlat.
Khalifah atau Qadli Qudlat tidak berhak memberhentikannya. Segala
tindakan dan perbuatan Qadli mazhalim dipertimbangkan hanya oleh
mahkamah madzalim. Mahkamah inilah yang mempunyai wewenang untuk
memberhentikanya.
KETERANGAN
Ketentuan ini diambil dari af'al Rasul,
ketika beliau mengutus Rasyid Bin Abdillah sebagai kepala pengadilan
merangkap Qadli mazhalim. Di mana dia juga diberi wewenang untuk
memutuskan perkara-perkara mazhalim.
Di
samping itu, mengurusi tindak mazhalim itu merupakan suatu wewenang, di
mana wewenang itu hanya dimiliki oleh khalifah, dan bukan yang lain.
Sehingga pengangkatan kepala mazhalim itu dilakukan oleh khalifah.
Selain itu, mazhalim juga merupakan masalah pengadilan, karena ia
merupakan pemberitahuan terhadap hukum syara' dengan cara mengikat.
Sedangkan Qadli hanya diangkat oleh khalifah. Berdasarkan sebuah hadits
yang menyatakan, bahwa Rasulullah-lah yang mengangkat para Qadli
tersebut. Semuanya menjadi dalil, bahwa khalifahlah yang berhak
mengangkat Qadli mazhalim. Begitu pula kepala Qadli itu juga berhak
mengangkat Qadli mazhalim yang lain, apabila wewenang untuk melakukan
itu diberikan oleh khalifah saat melakukan akad pengangkatan terhadap
dirinya.
Sedangkan
pemberhentian Qadli mazhalim itu, hukum asalnya adalah, bahwa
khalifahlah yang berhak memberhentikannya sebagaimana dia berhak
mengangkatnya. Rasulullah-lah yang telah menunjuk pengadilan mazhalim
dan belum pernah ada riwayat yang menyatakan bahwa beliau pernah
mengangkat pengadilan mazhalim itu dengan wewenang secara mutlak. Beliau
pernah mengangkat Rasyid Bin Abdillah hanya sebagai kepala pengadilan
di satu daerah serta kepala mazhalim di daerah itu saja. Kemudian beliau
menjadikannya sebagai wali (pimpinan) umum pengadilan mazhalim itu di
seluruh negeri. Sementara para Khulafaur Rasyidin belum pernah ada yang
mengangkat seorang pun untuk menangani pengadilan mazhalim tersebut.
Bahkan, Imam Ali Bin Abi Thalib pernah mengurusi pengadilan mazhalim itu
sendiri, di mana beliaulah yang memutuskan sendiri berbagai perkara
mazhalim tersebut.
Qadli muhtasib adalah Qadli yang menangani berbagai perkara yang menyangkut hak-hak umum
Dari Buku: Rancangan UUD Islami (AD DUSTÛR AL ISLÂMI)
Hizbut Tahrir