Oleh: Annas I. Wibowo
Nabi SAW bersabda:
“Hampir saja bangsa-bangsa (kafir) mengerubuti kalian (umat Islam) sebagaimana mereka mengerubuti makanan yang berada di dalam piring.” Seorang laki-laki berkata, “Apakah kami waktu itu sedikit?” Beliau menjawab, “Bahkan jumlah kalian pada waktu itu sangat banyak. Namun, kalian seperti buih di lautan.” (HR Abu Dawud).
Beberapa pemikiran liberalis:
· Menjadikan fakta sejarah (sejak Khulafaur Rasyidin) sebagai dalil hukum.
· Tidak percaya syariat Islam sebagai solusi wajib yang membawa kebaikan dan keadilan untuk umat manusia.
· Menganggap negara yang baik adalah yang memiliki sistem pemerintahan yang adil dan sesuai dengan semangat atau nilai-nilai Islam, tanpa menerapkan syariat Islam.
· Menganggap akal budi manusialah yang dapat memberi solusi untuk masyarakat, bukan syariat Islam.
· Menganggap masa Khulafaur Rasyidin tidak layak untuk dijadikan teladan. Tidak layak umat Islam berusaha mewujudkan Khilafah Rasyidah.
· Tidak memahami sistem Khilafah Islamiyah yang disyariatkan sehingga kaum liberal tidak bisa menilai sejarah Khilafah dengan benar.
· Tidak memahami suksesi kepemimpinan dalam sistem Islam, lalu menganggap Islam tidak memiliki sistem baku terkait urusan pemerintahan.
· Menganggap paham HAM lebih maju dan lebih baik daripada syariat Islam.
· Mempermasalahkan syariat perang (jihad).
· Menganggap dalam syariat Islam tidak ada mekanisme kontrol meminta pertanggungjawaban Khalifah dan menghentikan kezhalimannya.
· Menganggap agama tidak perlu mengurus politik, agama cukup di ranah moral dalam kehidupan.
· Menolak jika saat ini riba dilarang.
· Menolak syariat Islam dalam hal seni. Seni harus berpaham kebebasan.
· Mengabaikan fakta betapa peradaban Kapitalisme dengan aqidah sekular-liberal, termasuk sistemnya demokrasi merupakan ilusi dan terus menghasilkan kerusakan dan kezhaliman yang massif.
· Menganggap konstitusi, undang-undang buatan manusia dan demokrasi sebetulnya tidak bercela, yang terjadi hanya banyak tidak dijalankan.
(disimpulkan dari bukunya Farag Fouda (liberalis), Kebenaran yang Hilang)
Semua ini akibat racun aqidah hawa nafsu sekularisme-liberalisme dan pemahaman yang keliru terhadap Islam.
Ketaatan pada Allah SWT mengikuti al-Qur’an dan as-Sunnah dalam semua urusan, di manapun dan kapanpun. Allah SWT dan Nabi SAW tidak mengajarkan liberalisme.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ كَاۤفَّةً ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara kaffah (keseluruhannya), dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu." (QS. Al-Baqarah: 208)
Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan ayat tersebut:
“Allah SWT berfirman memerintahkan hamba-hamba-Nya yang beriman untuk membenarkan Rasul-Nya; mengambil seluruh ikatan (akidah Islam) dan Syariat Islam, mengamalkan seluruh perintah-Nya dan meninggalkan seluruh larangan-Nya sesuai kemampuan (dengan segenap kemampuan)." [Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-'Azhim] (https://irfanabunaveed.wordpress.com/2013/01/09/islam-mengecam-segala-bentuk-perbuatan-mengikuti-iblis-syaithan/)
Al-’Alim asy-Syaikh ’Atha bin Khalil pun menuturkan:
“Maka kata as-silm dalam ayat ini adalah al-Islam, sebagaimana ditafsirkan oleh Ibn ‘Abbas radhiyallahu 'anhu dan maksudnya adalah keseluruhan ajaran al-Islam yakni beriman terhadapnya tanpa pengecualian dan mengamalkan seluruh syari’atnya tanpa yang lainnya.” [Lihat: At-Taysîr fî Ushûl At-Tafsîr (Sûrah Al-Baqarah), Syaikh ‘Atha’ bin Khalil Abu Rasytah, Beirut: Dar al-Ummah. Cet. II: 1427 H/ 2006] (https://www.muslimahnews.com/2019/11/05/khilafah-pelaksana-islam-kaffah/)
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah mengatakan:
“Ini merupakan titah dari Allah SWT kepada orang-orang yang beriman agar mereka masuk ke dalam Islam secara keseluruhan, yaitu dalam seluruh syariat agama dan tidak meninggalkan darinya sedikitpun, dan agar tidak menjadi orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya; jika perkara yang disyariatkan itu sesuai dengan hawa nafsu dikerjakannya, namun jika bertentangan ia akan meninggalkannya. Akan tetapi yang menjadi kewajiban adalah hawa nafsu itu haruslah mengikuti agama. Dan agar ia mengerjakan setiap yang ia mampu berupa perbuatan-perbuatan baik dan yang belum mampu ia (tetap) memandangnya wajib dan berniat (mengerjakan)nya sehingga niatnya itu dapat menggapainya.
Oleh karena masuk ke dalam Islam secara keseluruhan tidak akan mungkin dan tergambar kecuali dengan menyelisihi langkah-langkah setan, Allah berfirman: ‘…Dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah syaitan’, yaitu dalam bermaksiat kepada Allah. Sesungguhnya dia (syaitan) adalah musuh yang nyata bagi kalian’, dan musuh yang nyata tidak akan memerintahkan kecuali dengan keburukan, kekejian, dan yang membahayakan kalian.” (Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hlm. 78)
Metode satu-satunya dalam memecahkan masalah, dalam pandangan Islam, adalah dengan memahami fakta (fahm al-wâqi’), nash-nash syariah (fahm an-nushûsh), lalu menerapkan fakta ke dalam nash (inthibâq an-nushûsh ‘ala al-waqi’), atau sebaliknya. Mujtahid mendetailkan hukum-hukum yang dinyatakan secara global tersebut dengan ilmu dan kaidah, bukan dengan hawa nafsunya.
Perbuatan dari zaman Nabi Adam hingga Hari Kiamat, dilakukan tak lain untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan naluri. Karena itu, perbuatan manusia, sebenarnya statis. Sejak dulu, sampai kapanpun, Hadhârah dan Tsaqâfah Islam yang ada sudah cukup serta mampu menyelesaikan semua masalah yang dibutuhkan oleh manusia.
Adapun yang berkembang adalah sarana dan prasarana atau alat yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan atau perbuatan manusia. (https://al-waie.id/soal-jawab/bagaimana-metode-penggalian-hukum-dalam-islam/)
Menilai Sejarah Khilafah dengan Pandangan Liberalisme
Membuat kesimpulan yang keliru dengan:
o Melakukan generalisasi
o Mengunggulkan sistem sekular-liberal termasuk demokrasi tanpa pembandingan yang jujur dengan Khilafah
o Tidak memandang dakwah Islam dan tegaknya syariat Islam sebagai tujuan dalam bernegara
o Cenderung mengabaikan sejarah kelam sistem kufur yang menjajah umat manusia
o Memanipulasi atau mengaburkan sejarah
Melakukan generalisasi
Contoh di buku Kebenaran yang Hilang Faraq Fouda menulis:
“Kita tersentak karena masa kekuasaan al-Khulafa’ al-Rasyidun hanya berlangsung selama 30 tahun. Selama masa itu, 4 orang khalifah datang silih berganti. Dan yang sangat menyentak, 3 di antara mereka wafat karena terbunuh oleh tajamnya pedang atau runcingnya tombak. Yang terbunuh oleh bocah Majusi (Umar bin Khattab) sungguh sangat menyentak. Yang terbunuh di tangan rakyatnya (Usman bin Affan) jauh lebih menyentak dan mengagetkan. Dan yang terakhir (Ali bin Abi Thalib) wafat oleh tangan Muslim ekstremis dan ini juga sangat memilukan...” (hal.243)
Telaah:
§ 3 orang mati terbunuh dipakai untuk mengesankan satu Negara Khilafah berada dalam kekacauan dan kerusakan.
§ Hanya karena ketiganya adalah Khalifah (kepala negara) namun tidak berarti kondisi masyarakat atau negara itu barbar.
§ Ibarat para Khalifah yang wafat di medan jihad, tidak berarti bahwa kondisi negara dalam keadaan buruk apalagi berada dalam kerusakan.
§ Khalifah Umar ra. dibunuh ketika beliau sedang sholat, dalam kondisi tanpa penjagaan, karena kondusivitas di Ibukota Madinah selama Daulah Islam tegak tampak tidak memerlukan pengamanan khusus di masjid.
§ Pelakunya adalah kriminal murni, Abu Lu'lu'ah Fairuz, budak yang aslinya beragama Majusi dan tinggal di Romawi.
§ Khalifah Utsman dibunuh oleh gerombolan khawarij pemberontak yang berkembang tersebar di Mesir, Kufah, Bashrah. Mereka para fasiq penebar fitnah yang anti kebaikan. Mereka tidak mewakili pendapat masyarakat dan kondisinya.
Ø Sebagaimana terjadinya pembunuhan dalam perebutan kekuasaan di sepanjang sejarah khilafah, peristiwa semacam itu adalah penyimpangan yang terjadi di kasus-kasus itu saja. Itu tidak bisa menggambarkan kondisi masyarakat atau negara secara umum.
Ø Kezhaliman oleh penguasa juga terjadi di kasus-kasus khusus, tidak merata mencakup semua urusan. Contohnya, tentang dipaksakannya paham kemakhlukan al-Qur’an di masa al-Makmun. Maka, dalam semua urusan lain tetap resmi berlaku sistem syariat Islam, di mana masyarakat mendapatkan keberkahannya.
Ø Menilai apakah sistem itu baik atau buruk tidak bergantung semata pada para penguasanya, malah yang terjadi, sistem syariat Islam yang resmi diberlakukan itulah yang pengaruhnya dominan terhadap keadaan masyarakat dan negara.
Ø Tetapi, jika kezhaliman penguasa itu berupa tidak dilaksanakannya jihad futuhat, yang secara resmi memang berlaku sebagai kewajiban Khalifah bersama Kaum Muslim, itu kezhaliman yang berlaku merata. Maka, di kondisi diabaikan jihad dan persiapannya, serangan kaum kafir dari luar hanya menunggu waktu dan tak dapat dibendung.
Kemungkinan lainnya, penguasa telah tunduk pada kekuatan asing, sehingga tidak diinvasi secara militer, maka penguasa itu harus diganti.
Untuk menilai kondisi masyarakat atau negara perlu memperhatikan sistem-sistem yang berlaku dalam skala negara:
· Pemerintahan
· Keamanan dalam negeri
· Perindustrian
· Peradilan
· Sosial
· Ekonomi
· Pendidikan
· Politik luar negeri
· Keuangan
· Assassination attempts and plots on the president of the United States have been numerous, ranging from the early 19th century to the 2010s.
· Four sitting presidents have been killed: Abraham Lincoln (1865, by John Wilkes Booth), James A. Garfield (1881, by Charles J. Guiteau), William McKinley (1901, by Leon Czolgosz), and John F. Kennedy (1963, by Lee Harvey Oswald). Additionally, two presidents have been injured in attempted assassinations: Theodore Roosevelt (1912 [former president], by John Flammang Schrank) and Ronald Reagan (1981, by John Hinckley Jr.). In all of these cases, the attacker's weapon was a firearm. This article lists assassination attempts on former presidents and presidents-elect, but not on men who had not yet been elected president.
· Many assassination attempts, both successful and unsuccessful, were motivated by a desire to change the policy of the American government, undertaken by rational men. Not all such attacks, however, had political reasons. Many other attackers had questionable mental stability, and a few were judged legally insane. Historian James W. Clarke suggests that most assassination attempters have been sane and politically motivated, whereas the Department of Justice's legal manual claims that a large majority has been insane. Some assassins, especially mentally ill ones, acted solely on their own, whereas those pursuing political agendas have more often found supporting conspirators. Most assassination plotters were arrested and punished by execution or lengthy detainment in a prison or insane asylum.
· Since the vice president, the successor of a removed president, shares the president's political party affiliation, the death of the president is unlikely to result in major policy changes. (Wikipedia)
Tidak memandang dakwah Islam dan tegaknya syariat Islam sebagai tujuan dalam bernegara
Contohnya, Fouda menulis:
“Dari sini kita dapat menyebutkan dengan penuh keyakinan bahwa masa kepemimpinan Abu Bakar selama 2 tahun 3 bulan lebih terfokus pada peperangan antara bala tentaranya dengan orang-orang yang dituduh murtad di Semenanjung Arabia...”
“... kita dapat mengetahui bahwa energi untuk berperang lebih dominan daripada ambisi untuk membangun negara dan memperkuat sendi-sendinya...” (Kebenaran yang Hilang (versi PDF 2012) hal.32)
“Penerapan syariat Islam itu sendiri sesungguhnya bukanlah esensi dari Islam. Syariat telah diterapkan secara penuh (di generasi para sahabat) dan terjadilah apa yang terjadi...” (hal.44)
“... Mereka (aktivis Islam) mengemukakan kedangkalan, karena yang demikian lebih enteng daripada menelisik esensi agama...” (hal.51)
“...Pertama, ia (sahabat Umar ra.) adalah sosok yang senantiasa menggunakan akal-pikirannya untuk menganalisis dan mengevaluasi sesuatu. Ia tidak berhenti pada ungkapan lahir sebuah teks agama. Kedua, ia (Umar ra.) telah menerapkan roh Islam dan esensinya ketika paham betul bahwa tujuan dari ketentuan tekstual agama adalah prinsip keadilan. Karena itu, menyalahi teks agama untuk sampai kepada keadilan masih berada dalam neraca agama yang benar daripada gegabah dalam menerapkan teks namun mengabaikan aspek keadilan...” (hal.82)
Memanipulasi atau mengaburkan sejarah
Contoh dalam hal Abu Bakar ra. memerangi mereka yang menolak membayar zakat dan murtad, Fouda menulis:
“...Sementara asumsi kedua lebih berhati-hati menyebut mereka murtad karena mereka semua telah mengucapkan dua kalimat syahadat. Mereka juga rajin menjalankan kewajiban-kewajiban agama lainnya secara sukarela. Mereka juga membayar zakat, tetapi langsung kepada orang-orang yang membutuhkannya, bukan disalurkan kepada Khalifah atau Baitul Mal. Mereka beralasan bahwa seruan “Ambillah dari sebagian harta mereka…” yang tercantum di dalam ayat al-Qur’an itu adalah ungkapan yang langsung tertuju kepada Rasulullah dan tidak boleh dianggap sebagai seruan kepada yang lainnya. Ayat itu bagi mereka tidak ditujukan kepada yang lainnya, sekalipun yang lainnya itu adalah Khalifah Rasulullah sendiri...”
“...Dalam kasus ini, Umar seakan-akan berpendapat bahwa menafikan keimanan seseorang yang telah bersyahadat, mengerjakan shalat, berpuasa di bulan Ramadhan, melaksanakan haji ketika mampu, dan menunaikan zakat langsung kepada yang membutuhkannya tanpa perantara, adalah perkara yang tidak dapat menafikan keimanan seseorang. Dan di zaman sekarang, bisa jadi kita pun melakukan hal serupa. Karena itu, kita juga bisa tidak sepakat dengan kebijakan Abu Bakar tersebut walaupun kita tidak berhadapan secara langsung dengan perdebatan Abu Bakar dan Umar. Kini kita boleh jadi telah melakukan hal-hal yang dilakukan oleh orang-orang yang dulunya dianggap murtad...” (hal.65-66)
Telaah:
§ Padahal jelas di dalam riwayat sebagaimana dikutip dalam Tarikh al-Khulafa’ as-Suyuthi:
§ Al-Ismaili meriwayatkan dari Umar dia berkata, “Tatkala Rasulullah wafat, banyak orang murtad dan mereka berkata, “Kami akan tetap melakukan shalat namun kami tidak akan pernah membayar zakat...”
§ “Adz-Dzahabi berkata, “Tatkala kabar wafatnya Rasulullah telah tersebar luas ke semua wilayah, banyak golongan Arab yang murtad dari agama Islam, mereka tidak mau membayar zakat. Lalu Abu Bakar bangkit untuk memerangi mereka. Umar dan yang lain menyarankan agar tidak memerangi mereka. “Demi Allah jika mereka tidak mau memberikan seutas tali yang mereka pernah serahkan kepada Rasulullah. Maka akan saya perangi mereka atas tindakannya itu.”
Umar berkata, “Lalu bagaimana kau akan perangi manusia sementara Rasulullah telah bersabda, “Saya diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka mengatakan: Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad sebagai Rasulullah. Siapapun yang mengatakannya maka dia terjaga harta dan darahnya kecuali dengan haknya, sedangkan perhitungannya ada pada sisi Allah.”
Abu Bakar berkata, “Demi Allah sungguh aku akan perangi siapa saja yang memisahkan shalat dan zakat. Sebab zakat adalah hak harta, dan Rasulullah telah bersabda: “Kecuali dengan haknya.”
Umar berkata, “Demi Allah saya melihat bahwa Allah telah membukakan dada Abu Bakar untuk berperang. Maka tahulah saya bahwa apa yang dikatakan itu adalah benar.” (HR. Bukhari dan Muslim)
§ Dan riwayat dari ‘Urwah dia berkata, “...Dan dia (Abu Bakar) memerintahkan Khalid bin al-Walid untuk memimpin tentara. Dia berkata kepada Khalid, “Jika mereka menyerah dan membayar zakat, maka jika ada di antara kalian (tentara) yang akan pulang pulanglah; setelah itu Abu Bakar pulang ke Madinah.”
Cenderung mengabaikan sejarah kelam sistem kufur yang menjajah umat manusia
o “...Kita akan menunjukkan keniscayaan sekularisasi ketika menunjukkan perbedaan antara totalitarianisme teokrasi abad pertengahan yang dipenuhi inkuisisi dan penyiksaan, dengan sekularisme abad modern yang justru memperkenalkan demokrasi dan perlindungan hak-hak asasi manusia...” (hal.169)
o “... yang seharusnya bicara adalah konstitusi, undang-undang, dan iklim demokrasi yang seutuhnya. Instrumen-instrumen ini sebetulnya tidak mengandung cela kecuali karena kenyataan bahwa ia lebih banyak tidak dijalankan...” (hal.237)
Kebrutalan atas Nama Demokrasi
Contoh, dalam buku The West’s Weapons Of Mass Destruction And Colonialist Foreign Policy - Senjata Pemusnah Massal Dan Kebijakan Luar Negeri Kolonialis oleh Hizbut Tahrir Britain:
§ ...Intelijen AS ternyata mengetahui pendekatan diplomatis Jepang terhadap Moskow tersebut sehingga Proyek Manhattan dipercepat, karena mereka kuatir Jepang menyerah sebelum dijatuhkan bom...
§ ...memperlihatkan kekuatan baru mereka dengan mengorbankan 200 ribu nyawa; mayoritas adalah warga sipil; sebagian tewas seketika dan yang lainnya mati setelah terbakar atau terkena radiasi. Banyak tokoh militer sekutu menganggap pemboman atas Hiroshima dan Nagasaki itu sebagai hal yang tidak perlu.
§ Pada tahun 1970, ‘Operation Ranch Hand’ AS menumpahkan 12 juta galon Agent Orange ke Vietnam, menghancurkan 4,5 juta hektar tumbuh-tumbuhan di daerah luar kota dan meracuni tanahnya selama beberapa tahun. Agent Orange mengandung dioksin, salah satu bahan kimia penyebab kanker paling mematikan di muka bumi.
§ 655.000 Iraqis killed since invasion. (theguardian.com/world/2006/oct/11/iraq.iraq)
§ During the War in Afghanistan, according to the Costs of War Project the war killed 46,319 civilians. However, the death toll is possibly higher due to unaccounted deaths by "disease, loss of access to food, water, infrastructure, and/or other indirect consequences of the war.“ (en.wikipedia.org/wiki/Civilian_casualties_in_the_war_in_Afghanistan_(2001–2021)
Sistem sekular-liberal-kapitalis tak mampu menuntun umat manusia ke dalam kebahagiaan hakiki
Data dari FBI Crime Clock Statistics 2020, di Amerika Serikat terjadi:
o Satu pembunuhan setiap 24,4 menit
o Satu pemerkosaan setiap 4,2 menit
o Satu perampokan setiap 2,2 menit
o Satu penyerangan fisik atau pelukaan setiap 34,3 detik
o Satu penggarongan dengan masuk ke bangunan milik orang lain setiap 30,5 detik
o Satu pencurian setiap 6,9 detik
o Satu pencurian kendaraan bermotor setiap 39 detik
(https://mobile.twitter.com/fbi/status/1449405148942540805)
Ø > Di USA pada 2020 jumlah penghuni penjara ada 1,22 juta dengan jumlah personel polisi 696 ribu lebih. (statista.com)
Ø Orang miskin di AS pada 2020 ada 37,2 juta orang. (census.gov)