Sistem republik hanya mengakomodir
kepentingan segelintir wakil rakyat saja yang justru sikapnya tak berpihak pada
kepentingan mayoritas rakyat.
biaya untuk melangsungkan proses Sistem
republik sangatlah tinggi, tak sebanding dengan hasilnya. Untuk
menyelenggarakan pilkada saja, rata-rata biayanya 1 triliun. Sedangkan untuk
menjadi caleg atau pemimpin, biaya yang dibutuhkan bisa mencapai puluhan
milyar.
Asas Sistem republik yang merupakan
kedaulatan di tangan Rakyat, telah membuat hilangnya peran Allah dalam mengatur
kehidupan manusia. Padahal keputusan membuat hukum itu hanya milik Allah
manusia harus meninggalkan Sistem republik
dan kembali pada Islam. Yang paling mengetahui apa yang paling baik bagi
manusia, tentu Penciptanya, Allah SWT. Al-Qur’an dan Sunnah sejatinya adalah
pedoman untuk membuat kehidupan manusia menjadi bahagia dan sejahtera.
inti dari sistem republik adalah prinsip
kedaulatan rakyat. Rakyat, melalui wakil-wakilnya di parlemen, menetapkan
peraturan perundangan guna mengatur mana yang harus dilakukan dan mana yang
tidak boleh dilakukan; mana yang benar dan mana yang salah. Slogan Suara Rakyat
adalah Suara Tuhan berangkat dari sebuah asumsi, bahwa kesepakatan mayoritas
(wakil) rakyat dalam sistem republik itu pasti mencerminkan kebaikan dan bakal
menghasilkan penyelesaian yang memuaskan bagi seluruh rakyat. Logikanya, bila
kebanyakan orang setuju, pastilah persetujuan itu akan berkait dengan hal-hal
yang dipandang baik oleh kebanyakan orang itu.
kenyataannya manusia adalah makhluk yang
lemah. Lihatlah, bagaimana peraturan perundangan buatan manusia yang lahir dari
kesepakatan-kesepakatan demokratis selalu berubah-ubah. Yang dulu dibenci
sekarang disukai. Yang dulu dilarang sekarang menjadi boleh. Yang ganjil bisa
berubah menjadi wajar. Yang semestinya dibenci malah disuka. Yang harusnya
disuka malah dibenci.
Jadi, bagaimana bisa suara dari makhluk yang
lemah itu disamakan dengan suara Al-Khaliq Yang Mahaperkasa?
Prof. Siti Isrina mengajak untuk meninggalkan
demokrasi. “Oleh karenanya kita semua harus bangun dari mimpi ilusi demokrasi
dan segera kembali kepada Hukum Allah SWT”, ajaknya.
penerapan sistem republik di negeri ini telah
menjadikan dunia politik nihil dari nilai nilai ketakwaan. Sehingga menyebabkan
parpol dan para politisi kerap menghalalkan segala cara untuk meraih kekuasaan.
Salah satunya, membeli suara lewat politik uang. Sampai-sampai ada istilah
yang populer di kalangan politisi yaitu kalau masuk dunia politik, jangan bawa-bawa agama. Hal ini menunjukkan bahwa politik yang dijalankan memang steril
dari aturan agama.
Sistem republik itu berbeda dengan Islam,
tidak ada sedikitpun kaitan antara sistem republik dan Islam.
parpol-parpol yang menggodok RUU Ormas
melakukan balas dendam kepada ormas-ormas yang kritis mengungkap kezaliman
aparat Negara.
Surat kabar “The Independent” mengatakan
bahwa setelah sepuluh tahun invasi AS, Irak telah menjadi sarang korupsi dalam segala
bentuknya, sehingga hal itu menciptakan berbagai bentuk penderitaan yang begitu
menyedihkan.
Korupsi keuangan, peradilan dan politik,
serta ketergantungan negara pada imperialis dan penjarahan kekayaan alam,
selain menumpahkan darah orang yang tidak bersalah, menduduki negeri dan
memprovokasi perselisihan sektarian, semua itu adalah buah dari sistem republik
yang menjanjikan berbagai bentuk kerusakan, dan ia hanya menciptakan lingkungan
yang memungkinkan bagi negara-negara kafir imperialis untuk menjaga hegemoninya
atas negara yang sudah terbius racun sistem republik.
Irak dan Afghanistan adalah contoh hidup
setiap orang yang jatuh dalam pelukan Amerika dan Barat yang mempromosikan
proyek negara sipil demokratis. Lalu dengan semua ini, akankah mereka mengambil
pelajaran dari keburukan solusi sebelum mereka, atau mereka akan tetap
mengulangi pengalaman yang sama?!
Sistem republik asasnya sekulerisme yang
memisahkan agama dari kehidupan, politik dan negara. Faktor iman dan takwa
dipinggirkan. Hilanglah pengendali internal dalam diri orang yang bisa
mencegahnya berbuat buruk. Selain itu, standar iman dan takwa diabaikan. Yang
ada akhirnya standar manfaat yang subyektif menurut pandangan masing-masing.
Konsekuensi logisnya muncul pragmatisme dan perilaku transaksional.
Sistem republik selain memiliki pilar
kebebasan dan jaminan terhadap kebebasan yang melahirkan berbagai kerusakan,
juga memiliki pilar kedaulatan rakyat. Rakyatlah yang membuat hukum dan
perundang-undangan. Prakteknya, rakyat memilih wakilnya secara periodik untuk
menjalankan kekuasaan legislatif itu. Asumsinya para wakil itu akan membuat
hukum dan undang-undang sesuai kehendak rakyat dan demi kepentingan rakyat.
Sistem republik juga memiliki pilar kekuasaan di tangan rakyat di mana rakyat memilih
penguasa baik pusat maupun daerah secara periodik untuk jangka waktu tertentu.
sistem republik dengan kapitalismenya dalam
hal ekonomi terbukti gagal mewujudkan pemerataan kesejahteraan. Sebaliknya
jurang kesenjangan dalam hal kekayaan justru makin menganga lebar. Kekayaan
lebih dikuasi oleh segelintir kecil orang.
akar masalah dari kerusakan yang ada di
Indonesia bahkan di dunia khususnya Islam adalah sistem yang rusak dan
bertentangan dengan sistem Alloh yaitu sistem republik.
sistem republik sebagai pangkal korupsi
disebabkan karena sistem republik menghasilkan sistem politik yang sangat
mahal.
Partai politik dan politisi memerlukan dana
sangat besar untuk modal dalam pemilu,
Kondisi negeri-negeri muslim yang dipaksa
menerapkan sistem yang telah cacat sejak lahir ini telah membawa rakyatnya jauh
dari kesejahteraan dan keadilan bahkan menjadi polemik multidimensi yang
mendera masyarakat Indonesia. Seperti tumbuh suburnya aliran sesat atas dasar
kebebasan beragama, privatisasi kekayaan milik umum dengan alasan kebebasan
kepemilikan, berkembangnya pendapat atau ide apapun dan bagaimanapun bentuknya
tanpa tolak ukur halal-haram serta kebebasan berperilaku yang telah menjadikan
perempuan sebagai ajang eksploitasi.
Realitas sistem republik yang begitu mahal
menjadikannya biang korupsi para elit politik dan pemerintahan yang
menghantarkan derita yang tak henti-hentinya bagi rakyat kecil. Inti dari kekufuran sistem republik adalah menjadikan manusia
menggeser Tuhan dalam hal membuat hukum. Sebab, menurut Aqidah Islam, yang berhak
membuat hukum hanya Allah SWT, bukan manusia.
Faktanya, para anggota parlemen ternyata
tidak independen. Mereka tetap harus mengikuti garis kebijakan dan pendapat
partai. Itu artinya mereka harus mengikuti kehendak para elit partai termasuk
dalam pembuatan undang-undang. Karena itu elit partai itulah yang lebih
berdaulat dari para anggota parlemen.
Lebih dari itu, dalam sistem republik yang
sarat modal, para politisi butuh dana besar untuk bisa jadi anggota parlemen.
Begitu juga parpol, perlu dana besar untuk menjalankan aktivitas politik dan
menggerakkan mesin politik. Dari mana dana itu diperoleh? Jawabannya, sebagian
kecil dari kantong sendiri, dan sebagian besarnya dari para pemilik modal.
Jadilah para pemilik modal itu jadi pihak yang paling berpengaruh.
Kita haram menerapkan sistem republik karena
dalam sistem republik, kedaulatan di tangan rakyat dan menjadikan manusia
sebagai sumber hukum. Sementara, dalam Islam hak untuk membuat hukum hanyalah
Allah SWT.
Kebebasan beragama yang dijajakan sistem
republik telah melegalkan terjadinya penyebaran aliran sesat. Sementara dibalik
kebebasan kepemilikan (freedom of ownership), tersimpan bahaya penjajahan gaya
baru di negeri ini. Kekayaan sumber daya alam seperti tambang emas yang ada di
Sumut, akhirnya jatuh ke tangan asing dengan dalih kebebasan kepemilikan. Meski
Sumatera Utara memiliki kekayaan alam yang cukup berlimpah mulai dari emas,
panas bumi, sumber air (PLTA), namun tidak dapat dinikmati secara langsung oleh
rakyat. Sistem republik telah menyengsarakan rakyat di negeri ini. Oleh Karena
itu sudah saatnya sistem republik dicampakkan dan diganti dengan sistem Islam
di bawah naungan khilafah.