Yang akan terjadi ketika masyarakat secara
keseluruhan hanya berharap pada Islam, dan tidak percaya lagi dengan sistem
republik maka perubahan kekuasaan akan terwujud. Banyaknya massa mengambang,
belum menentukan pilihan, harus disikapi dengan melakukan edukasi politik yaitu
mencerdaskan mereka, mensosialisasikan bahwa sistem yang wajib hanya sistem Islam
bukan yang lain.
hukum yang dihasilkan oleh parlemen pasti
hasil kompromi dan akomodasi dari berbagai kepentingan dan kelompok. Padahal
Allah Swt. melarang kaum Muslim berkompromi dalam masalah aqidah dan hukum.
sistem republik berasas dari akidah
sekularisme, pemisahan agama dari kehidupan. Ide ini lahir dari sikap kompromis
dan tidak masuk akal.
keberadaan partai dalam sistem republik
sering hanya dijadikan sebagai kendaraan untuk mencari sumber kekayaan. Sudah
menjadi rahasia umum bahwa aroma uang selalu menyertai proses-proses politik
dan jabatan yang selama ini terjadi. Karena itu, tidak aneh jika mereka
terlihat seru dan bersemangat ketika membahas UU Pemilu atau UU yang terkait
dengan tunjangan, gaji dan fasilitas untuk wakil rakyat.
Sebaliknya, mereka begitu mudah menyerah atau
bahkan sejak awal setuju dengan berbagai RUU yang lalu disahkan menjadi UU yang
banyak merugikan masyarakat seperti UU SDA, UU Migas, UU Kelistrikan, UU
Penanaman Modal, dll. Mereka juga cenderung pasif menyoal privatisasi,
penyerahan kekayaan alam milik rakyat kepada asing seperti Blok Cepu kepada
Exxon, dll.
Sistem republik adalah suatu hal di mana negeri-negeri Muslim tidak menghasilkan apapun kecuali suatu pemerintahan yang tidak layak
dan korup dari waktu ke waktu. Pemerintahan demokratis yang ada sekarang telah
berkolusi dengan imperialis untuk menyerang dan membunuh warga negaranya sendiri,
mengkrompromikan keamanan negaranya dengan kepentingan neoimperialisme negara lain dan telah
melakukan kegagalan yang menghinakan dalam hal pemenuhan kebutuhan dasar dari
orang-orang miskin yang hampir putus asa.
Kaum Muslim sudah seharusnya memahami,
lemahnya kekuatan umat Islam ini salah satunya adalah dipaksakannya ide Barat
oleh para penjajah yang bertentangan dengan Islam, seperti sistem republik.
Sudah sejak dulu, Penjajah Barat menancapkan ide-ide busuknya tersebut ke
tengah-tengah benak kaum Muslim sehingga menjauhkan umat dari Islam.
Untuk mempertahankan dominasinya di
negeri-negeri Islam, para penjajah asing dan aseng terus melakukan berbagai upaya
sehingga umat tak berdaya. Dana yang besar mereka gulirkan untuk menancapkan
ide busuk itu ke benak umat. Anehnya, sebagian dari umat itu menerima
bulat-bulat ide yang telah melemahkan mereka sendiri tersebut. Selama kaum
Muslim mencengkeram ide sistem republik, maka selama itu pula kaum Muslim akan
senantiasa berada dalam cengkraman hegemoni para penjajah. Tidakkah kaum Muslim
berkeinginan untuk kembali kepada Islam saja, yang dengannya mereka akan
kembali hidup dalam kemuliaan?
Biaya 2 putaran dan pencoblosan ulang,
termasuk hitung ulang suara di satu Kabupaten mencapai Rp820 M, ini pilkada
(Jatim) termahal. (Suara Pembaharuan Online, 04/02/09).
sistem republik telah terbukti dan kembali
akan membuktikan bahwa sistem itu tidaklah korelatif dengan kemakmuran dan kesejahteraan umat.
sistem republik hanya semakin mengokohkan
sekularisme. Padahal sekularismelah yang selama ini menjadi biang dari segala
krisis yang terjadi. Sekularisme sendiri adalah sebuah keyakinan dasar (akidah)
yang menyingkirkan peran Islam dari kehidupan publik. Dalam konteks Indonesia yang
mayoritas Muslim, sekularisme telah nyata menjauhkan syariah Islam untuk
mengatur segala aspek kehidupan masyarakat (ekonomi, politik, pendidikan, peradilan,
sosial, dll).
watak sistem republik di manapun, termasuk di
negeri ini, secara faktual selalu berpihak kepada para kapitalis/pemilik modal.
fakta ironis terjadi di negeri ini, yang puluhan
tahun menerapkan sistem republik, bahkan terakhir disebut-sebut sebagai salah
satu negara paling demokratis di dunia.
Ironi ini sebetulnya mudah dipahami karena
watak sistem republik di manapun, termasuk di negeri ini, secara faktual selalu
berpihak kepada para kapitalis/pemilik modal. Sistem republik di negeri ini,
misalnya, telah melahirkan banyak UU dan peraturan yang lebih berpihak kepada
konglomerat, termasuk asing. Di antaranya adalah melalui kebijakan swastanisasi
dan privatisasi. Kebijakan ini dilegalkan oleh UU yang notabene produk DPR atau
oleh Peraturan Pemerintah yang dibuat oleh Presiden sebagai "pemegang amanah
rakyat".
UU dan peraturan tersebut memungkinkan pihak swasta terlibat dalam
pengelolaan (baca: penguasaan) kekayaan milik rakyat. Sejak tahun 60-an
Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan UU Penanaman Modal Dalam Negeri (UU No.
6/1968). UU ini memberikan peluang kepada perusahaan swasta untuk menguasai 49
persen saham di sektor-sektor milik publik, termasuk BUMN. Tahun 90-an
Pemerintah kemudian mengeluarkan PP No. 20/1994. Isinya antara lain ketentuan
bahwa investor asing boleh menguasai modal di sektor-sektor milik publik,
termasuk BUMN, hingga 95 persen.
Secara tidak langsung sistem republik juga
sering menjadi pintu bagi masuknya intervensi para pemilik modal, bahkan para
kapitalis asing. Lahirnya UUD amandemen 2002 adalah kran awal dari intervensi
asing dalam perundang-undangan. Ditengarai ada dana asing USD 4,4 miliar dari
AS untuk mendanai proyek di atas. Hasilnya, lahirlah UU Migas, UU Listrik dan
UU Sumber Daya Air (SDA) yang sarat dengan kepentingan asing. Dampaknya, tentu
saja adalah semakin leluasanya pihak asing untuk merampok sumber-sumber
kekayaan alam negeri ini, yang notabene milik rakyat. Dampak lanjutannya,
rakyat bakal semakin merana, karena hanya menjadi pihak yang selalu
dikorbankan; hanya menjadi ‘tumbal’ sistem republik, yang ironisnya selalu
mengatasnamakan rakyat.
jelas bahwa jika memang semua kalangan
menghendaki terwujudnya kesejahteraan rakyat —sebagaimana yang juga sering
dijanjikan oleh para caleg dan elit parpol setiap kali kampanye menjelang
Pemilu— maka tidak ada cara lain kecuali seluruh komponen bangsa ini harus
berani mencampakkan sekularisme, yang menjadi dasar dari sistem politik sistem
republik dan sistem ekonomi kapitalis yang terbukti gagal di segala bidang. Selanjutnya, seluruh komponen bangsa ini harus segera memperjuangkan
syariah Islam secara kâffah untuk sistem negara; baik dalam bidang politik, ekonomi,
pendidikan, peradilan, sosial, keamanan dan pertahanan, dll. yang dalam sistem
politik Islam disebut dengan sistem Khilafah.
karena kritik Islam terhadap sistem republik
sangat mendasar dan juga karena sistem republik pasti akan menjauhkan
ummat dari syari’at, maka harus dimunculkan sistem yang lain untuk menggantikan
sistem republik. Sistem itu adalah Syari’at Islam beserta Khilafah Islam.
para kepala negara dan anggota parlemen
negara-negara demokrasi, seperti AS dan Inggris sebenarnya bukan mewakili
rakyat, melainkan mewakili kehendak kaum kapitalis yakni pemilik modal dan
konglomerat.
Kesejahteraan ketika ridha terhadap sistem republik
hanyalah propaganda asing dan aseng agar negara dunia ketiga tetap menerapkan sistem republik,
akan tetapi realitasnya sistem republik hanya memakmurkan negara-negara
kapitalis, dan agen-agennya, itupun hasil mengeksploitasi dunia ketiga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar