Oleh:
Rokhmat S. Labib, MEI
“Dan (telah
Kami binasakan) kaum Nuh tatkala mereka mendustakan rasul-rasul. Kami
tenggelamkan mereka dan Kami jadikan (cerita) mereka itu pelajaran bagi
manusia. Dan Kami telah menyediakan bagi orang-orang zhalim azab yang pedih.”
(TQS. al-Furqan [25]: 37).
Di antara
yang harus diperhatikan oleh manusia adalah berbagai peristiwa yang terjadi di
masa lalu. Peristiwa itu bisa menjadi pelajaran bagi manusia dalam menjalani kehidupan. Dengan begitu, manusia dapat melangkah lebih
tepat dan terhindar dari kesalahan. Cukuplah orang lain yang merasakan akibat
atas kesalahan yang dilakukan tanpa harus kita terperosok kepada kesalahan yang
sama.
Kaum yang
Mendustakan
Allah SWT berfirman: Wa qawma Nuuh lammaa kadzdzabuu al-rusul (dan [telah Kami binasakan] kaum Nuh tatkala mereka mendustakan
rasul-rasul). Ayat ini masih dalam konteks pemberitaan kepada Nabi Muhammad ﷺ
tentang musuh-musuh para nabi. Setelah sebelumnya diberitakan tentang kaum Nabi
Musa As. yang mendustakan beliau, lalu mereka dihancurkan dan dibinasakan, maka
dalam ayat ini dibeberkan kisah kaum Nabi Nuh.
Disebutkan
bahwa kaum tersebut kadzdzabuu al-rusul
(mendustakan rasul). Dalam ayat ini digunakan al-rusul yang bermakna jamak,
para rasul. Padahal, yang dimaksudkan adalah satu orang rasul, yakni Nabi Nuh.
Kesimpullan ini didasarkan pada realitas bahwa tidak ada seorang rasul yang
diutus kepada mereka kecuali Nabi Nuh. Beliau satu-satunya yang diutus untuk
menyampaikan kalimah “Laa ilaaha illaal-Laah”
dan beriman dengan apa yang diturunkan Allah SWT. Ketika mereka mendustakannya,
maka itu berarti mendustakan semua orang yang diutus dengan membawa kalimah
yang sama. Demikian penjelasan al-Qurthubi dan para mufassir lain, seperti
al-Khazin, al-Biqa'i, dan lain-lain.
Imam
al-Qurthubi juga mengutip alasan lain yang mengatakan bahwa: "Sesungguhnya
orang yang mendustakan seorang rasul, maka sesungguhnya dia telah mendustakan
semua rasul. Sebab, semua nabi itu tidak boleh dibeda-bedakan dalam hal
keimanan. Dan tidak ada seorangpun beriman kecuali dia membenarkan semua nabi
Allah SWT. Sehingga siapapun yang mendustakan seorang nabi di antara mereka,
maka dia telah mendustakan semua orang yang dibenarkan dari kalangan para
nabi.”
Tentang
diutusnya Nabi Nuh kepada kaumnya diberitakan dalam beberapa ayat, seperti QS
al-Mukminun [23]: 23. Juga dalam QS al-A'raf [7]: 59, Hud [11]: 25-26,dan Nuh
[71]: 1.
Dakwah yang
beliau lakukan terhadap umatnya memakan waktu amat lama, yakni 950 tahun
(lihat: QS. al-Ankabut [29]: 14). Beliau telah berdakwah siang dan malam,
dengan terang-terangan maupun diam-diam (lihat: QS. Nuh [71]: 5-6). Meskipun
demikian, seperti diberitakan ayat ini, mereka mendustakan beliau. Kalaupun ada
yang mengikuti beliau, jumlahnya amat sangat sedikit (lihat: QS. Hud [11]: 40).
Tak hanya itu, di antara mereka malah menuduh Nabi Nuh berada dalam kesesatan
(lihat: QS. al-A’raf [7]: 60). Mereka juga menyebut utusan Allah SWT sebagai
orang gila (lihat: QS. al-Qamar [54]: 9).
Balasan
Allah SWT
berfirman: Aghraqnaahum (Kami
tenggelamkan mereka). Terhadap orang-orang yang mendustakan Nabi Nuh itu, Allah
SWT menghukum mereka dengan menenggelamkan mereka dengan banjir besar.
Peristiwa ini diberitakan dalam banyak ayat. Selain ini, juga disebutkan dalam
QS. al-Ankabut [29]: 14, Yunus [10]: 73, Nuh [71]: 25.
Mengenai
gambaran banjir besar yang membinasakan mereka, diberitakan dalam firman Allah
SWT: “Maka Kami bukakan pintu-pintu langit
dengan (menurunkan) air yang tercurah. Dan Kami jadikan bumi memancarkan mata
air-mata air, maka bertemulah air-air itu untuk satu urusan yang sungguh telah
ditetapkan.” (TQS. al-Qamar [54]: 11-12).
Azab
tersebut ditimpakan kepada mereka setelah benar-benar tidak mau beriman, bahkan
menantang kepada Nuh agar mendatangkan azab Allah SWT (lihat: QS. Hud [11]:
32).
Mereka juga
mengancam beliau, maka, Nabi Nuh pun mengadukan mereka kepada Allah SWT dan
meminta pertolongan kepada-Nya (lihat: QS. al-Qamar [54]: 9. Juga QS.
al-Mukminun [23]: 26).
Setelah
itu, Allah SWT memerintahkan Nuh as. untuk membuat perahu. Allah SWT berfirman:
“Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami (TQS. Hud
[11]: 37). Ketika Nuh as. membuat bahtera, kaumnya kembali menunjukkan
permusuhan dan kebencian mereka. Setiap kali melewati Nuh, mereka mengejek
utusan Allah SWT itu. Akhirnya, azab yang mereka tantang datang berupa banjir
besar yang menenggelamkan mereka. Termasuk di antara mereka adalah putra beliau
sendiri (lihat: QS. Hud [11]: 37-46).
Berbeda
nasibnya dengan orang-orang yang beriman kepada beliau, mereka ikut menaiki
kapal Nabi Nuh as. dan diselamatkan (lihat: QS. al-A'raf [7]: 64).
Allah SWT
berfirman: Wa ja'alnaahum li al-naas aayah
(dan Kami jadikan [cerita] mereka itu pelajaran bagi manusia). Dikatakan
al-Qurthubi, itu menjadi 'alaamah zhaahirah
(tanda yang terang) atas kekuasaan Allah. Ibnu Jarir al-Thabari berkata, ”Dan
Kami jadikan hukuman kami berupa menenggelamkan mereka sebagai pelajaran dan
ibrah bagi manusia."
Allah SWT
berfirman: Wa a'tadnaa li al-zhaalimiin
adzaab[an] a‘liim[an] (Dan Kami telah menyediakan bagi orang-orang
zhalim azab yang pedih). Dalam konteks ayat ini, kata al-zhaalimiin adalah kaum musyrik Nabi Nuh. Demikian pejelasan
al-Qurthubi dalam tafsirnya. Terhadap mereka, Allah sediakan adzaab[an] a‘liim[an]. Yakni, azab di akhirat.
Dikatakan
al-Biqa'i, pada awalnya lahum (untuk
mereka). Akan tetapi diterangkan secara umum dan ketentuannya dikaitkan dengan
sifat, sehingga disebutkan: li al-zhaalimiin.
Yakni untuk semua mereka di setiap zaman dan tempat disebabkan oleh kezhaliman
mereka yang meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya.
Demikianlah
nasib yang harus dialami oleh kaum yang mendustakan rasul beserta semua risalah
yang dibawanya. Kejadian ini seharusnya menjadikan pelajaran bagi siapapun.
Bahwa manusia sesungguhnya makhluk yang lemah. Tak mungkin bisa mengalahkan
kekuasaan-Nya. Maka tidak ada pilihan lain baginya kecuali tunduk dan patuh
kepada-Nya. Terlebih, ketundukan dan kepatuhan itu sesungguhnya akan berakibat
baik bagi dirinya.
Jika kaum Nabi Nuh as. yang beriman diselamatkan, demikian pula umat
Nabi Muhammad ﷺ. Siapapun yang beriman dan mengikuti risalah beliau
akan selamat. Imam Malik dan para ulama salaf lainnya, sebagaimana dikutip Ibnu
Taimiyyah dalam Majmu'
al-Fataawa, berkata, ”al-Sunnah kasafiinah Nuuh, man
rakibahaa najaa waman takhallafa 'anhaa ghariqa (Sunnah itu seperti kapal Nabi Nuh, barangsiapa yang menaikinya akan
selamat dan siapa saja yang tidak menaikinya akan tenggeIam)”.
Allah SWT
dengan rahmat dan kasih-sayangnya yang tak terbatas akan memberikan nikmat dan
anugerah yang jauh lebih besar ketika hamba mau taat kepada-Nya. Di samping
kebahagiaan di dunia, Allah SWT menyediakan Surga yang luasnya seluas langit
dan bumi dengan aneka kenikmatan yang luar biasa. Maka, nikmat manakah yang
kalian dustakan wahai manusia?
Maka,
sungguh amat keterlaluan ada manusia yang mendustakan Allah SWT dan rasul-Nya
beserta semua risalah yang dibawanya. Sebaliknya mereka justru menyembah dan
tunduk kepada selainnya, mengikuti perintah musuh-musuh-Nya, dan mengambil
hukum dan aturan selain syariah-Nya. Tidak ada yang pantas untuk mereka kecuali
azab yang pedih di dunia dan akhirat. Wal-Laah
a'lam bi al-shawaab.[]
Ikhtisar:
1.
Kaum Nabi Nuh as. yang mendustakan dakwah
beliau dibinasakan dengan
banjir besar yang menenggelamkan mereka.
2. Nabi Nuh
as. beserta orang-orang yang beriman kepadanya diselamatkan.
3.
Peristiwa yang menimpa kepada Nabi Nuh seharusnya menjadi pelajaran bagi
seluruh manusia.[]
Sumber:
Tabloid Media Umat edisi 147
Tidak ada komentar:
Posting Komentar