Oleh:
Rokhmat S. Labib, MEI
“Orang-orang
Badui yang tertinggal itu akan berkata apabila kamu berangkat untuk mengambil
barang rampasan: "Biarkanlah kami, niscaya kami mengikuti kamu;"
mereka hendak mengubah janji
Allah. Katakanlah: "Kamu sekali-kali tidak (boleh) mengikuti kami;
demikian Allah telah menetapkan sebelumnya;” mereka akan mengatakan:
"Sebenarnya kamu dengki kepada kami." Bahkan mereka tidak mengerti
melainkan sedikit sekali.” (TQS. al-Fath [48]: 15)
Dalam ayat sebelumnya diberitakan tentang sikap orang-orang Arab Badui
yang tidak mau menerima ajakan Rasulullah ﷺ untuk berperang. Juga diterangkan tentang alasan
yang mereka ucapkan dusta. Diungkap pula alasan sesungguhnya yang melatari
sikap mereka itu.
Maunya Ada
Ghanimah
Allah SWT
berfirman: Sayaquulu al-mukhalafuuna idza
[i]nthalaqtum ilaa maghaanima lita‘khudzuuhaa dzaruunaa nattabi'kum
(orang-orang Badui yang tertinggal itu akan berkata apabila kamu berangkat
untuk mengambil barang rampasan: "Biarkanlah kami, niscaya kami mengikuti
kamu").
Kata al-mukhalafuuna (orang-orang yang tertinggal) menunjuk kepada
orang-orang Arab Badui yang diberitakan dalam ayat sebelumnya. Mereka disebut al-mukhalafuuna (orang-orang yang tertinggal) Iantaran tidak mau
mengikuti ajakan Rasulullah ﷺ untuk keluar ke Hudaibiyah. Demikian penjelasan
al-Zamakhsyari dan Ibnu Katsir. Penolakan mereka sebenarnya karena mereka
menyangka Rasulullah ﷺ dan sahabatnya akan kalah di medan pertempuran dan
tidak akan bisa kembali lagi ke Madinah.
Tapi perkiraan mereka meleset. Rasulullah ﷺ bisa kembali ke
Madinah dengan selamat. Peperangan memang urung terjadi. Rasulullah ﷺ
dan pemimpin Makkah menyepakati Perjanjian Hudaibiyah yang berisi perjanjian
damai selama 10 tahun.
Di tengah perjalanan pulang dari Hudaibiyah ini turunlah ayat surat
al-Fath yang di dalamnya terdapat janji Allah SWT kepada Rasulullah ﷺ
untuk memberikan kemenangan kepada beliau.
Tak lama setelah peristiwa itu, Rasulullah ﷺ
melakukan penaklukan Yahudi di Khaibar, benteng terakhir yang kuat milik kaum
Yahudi di Jazirah Arab. Tempat itu juga dijadikan sebagai benteng perlindungan
bagi Yahudi Bani Nadzir dan Bani Quraizhah setelah sebelumnya mereka terusir
dari Madinah. Oleh karena itu, maksud dari frasa: idza [i]nthalaqtum ilaa maghaanima
lita‘khudzuuhaa (apabila kamu berangkat
untuk mengambil barang rampasan) adalah jika kamu berangkat perang ke Khaibar.
Sebagaimana diterangkan para mufassir, yang dimaksud dengan maghaanim (harta ghanimah atau rampasan perang) di sini adalah
ghanimah Perang Khaibar.
Diberitakan
ayat ini, orang-orang Badui meminta agar diizinkan untuk ikut. Disebutkan, Dzaruunaa nattabi'kum (biarkan kami, niscaya
kami akan mengikuti kamu). Yang dimaksud dengan mengikuti kamu adalah mengikuti
kamu untuk berperang bersama kamu. Yakni, ikut perang ke Khaibar. Dikatakan
Ibnu Jarir al-Thabari, "Biarkanlah kami untuk mengikuti kamu ke Khaibar,
sehingga kami bersama kalian memerangi penduduknya." Penjelasan yang sama
juga dikemukakan oleh al-Syaukani.
Menurut Ibnu Katsir, larangan tersebut merupakan hukuman terhadap mereka
karena sebelumnya mereka menolak ajakan Rasulullah ﷺ
untuk memerangi musuh.
Kemudian
disebutkan: Yuriiduuna an yubaddiluu
kalaamaLlaah (mereka hendak mengubah janji Allah). Menurut Mujahid,
Qatadah, dan Jubair, yang dimaksud dengannya adalah janji (Allah SWT) yang
dijanjikan kepada ahl al-Hudaibiyah
(orang-orang yang ikut dalam peristiwa Hudaibiyah). Bahwa Allah SWT telah
menjanjikan bahwa ghanimah Perang Khaibar itu dikhususkan untuk orang-orang
yang ikut dalam peristiwa Hudaibiyah.
Ibnu Jarir
al-Thabari berkata, ”Maksudnya, mereka ingin mengubah janji Allah SWT kepada
orang-orang yang ikut dalam peristiwa Hudaibiyah; lantaran Allah SWT telah
menjadikan harta ghanimah untuk mereka dan telah menjanjikan harta itu untuk
mereka sebagai ganti harta ghanimah penduduk Makkah ketika mereka pulang karena
ada perdamaian dan sama sekali tidak mendapatkan harta benda dari mereka."
Permintaan
Mereka Ditolak
Terhadap permintaan mereka, Allah SWT berfirman: Qul lan tattabi’uunaa (katakanlah: ”Kamu sekali-kali tidak [boleh]
mengikuti kami). Rasulullah ﷺ diperintahkan untuk menolak permintaan mereka.
Frasa: Lan
tattabi'uunaa ini merupakan nafiy (kalimat berita yang menegasikan). Akan tetapi, mengandung makna nahy (larangan). Yakni, “Jangan mengikuti kami!" demikian dikatakan
al-Syaukani dan al-Baidhawi. Menurut al-Alusi, ini berguna li al-mubaalaghah (untuk melebihkan).
Kemudian
ditegaskan lagi: Kadzaalikum qaalaLlaah min
qabl (demikian Allah telah menetapkan sebelumnya). Penolakan terhadap
permintaan agar mereka diperbolehkan ikut perang di Khaibar itu juga merupakan
ketentuan Allah SWT yang telah ditetapkan sebelumnya. Al-Syaukani berkata,
"Yakni, sebelum kepulangan kami dari Hudaibiyah. Bahwa ghanimah Khaibar
khusus untuk orang-orang yang ikut dalam peristiwa Hudaibiyah. Tidak ada bagian
untuk orang-orang selain mereka.”
Ibnu Jarir
al-Thabari juga berkata, ”Demikianlah yang difirmankan Allah SWT kepada kami
sebelum kami pulang, bahwa ghanimah itu adalah khusus untuk orang-orang yang
ikut bersama kami pada peristiwa Hudaibiyyah. Sedangkan kamu tidak termasuk
orang yang ikut. Maka, kalian tidak boleh ikut bersama kami ke Khaibar karena
ghanimah itu bukan untuk selain mereka.” Demikian dikatakan al-Thabari.
Watak Asli
Mereka
Kemudian
Allah SWT dalam firman-Nya: Fasayaquuna bal
tahsuduunanaa (mereka akan mengatakan: ”Sebenarnya kamu dengki kepada
kami"). Ayat ini memberitakan tentang jawaban mereka setelah permintaan
mereka untuk ikut perang Khaibar ditolak. Mereka tidak menerima keputusan
tersebut. Sebaliknya, mereka justru menyampaikan prasangka buruk terhadap umat
Islam. Mereka menganggap bahwa penolakan tersebut disebabkan karena umat Islam
memiliki sikap hasad (iri dengki) kepada mereka, "Kalian dengki kepada
kami untuk ikut mendapatkan bagian dalam ghanimah.” Demikian penjelasan
al-Baidhawi dan al-Alusi.
Kemudian
Allah SWT berfirman: Bal kaanuu laa yafqahuuna
illaa qaliil[an] (bahkan mereka tidak mengerti melainkan sedikit
sekali). Artinya, mereka tidak mengetahui kecuali urusan dunia. Ada juga yang
mengatakan, ”Mereka tidak mengetahui urusan agama kecuali sedikit, yakni
meninggalkan perang.” Demikian dikatakan al-Qurthubi.
Demikianlah. Orang-orang Arab Badui itu sebelumnya menolak ajakan
Rasulullah ﷺ untuk berperang pada peristiwa Hudaibiyah. Mereka
beralasan karena disibukkan oleh urusan harta dan keluarga. Akan tetapi pada
perang Khaibar mereka justru meminta untuk diikutkan. Motivasi yang mendorong
mereka untuk ikut jelas bukan karena ingin mendapatkan ridha Allah. Mereka
hanya ingin mendapatkan bagian ghanimah. Maka ketika permintaan mereka ditolak,
watak asli mereka muncul. Mereka tidak menerima keputusan itu. Sebaliknya,
mereka bahkan menuduh Rasulullah ﷺ dan orang-orang Mukmin dengki terhadap mereka. Sikap
mereka itu jelas menunjukkan penolakan terhadap ketetapan Allah SWT sekaligus
kebodohan mereka. Kebodohan itu tercermin pada orientasi hidup mereka yang
hanya sebatas dunia sehingga tidak memperhatikan urusan agama dan akhirat.
Semoga kita dijauhkan darinya. WaLlaah a'lam bi al-shawaab.[]
Ikhtisar:
1.
Orang-orang munafik Badui meminta diperbolehkan ikut perang ketika perang itu
menjanjikan kemenangan dan ghanimah.
2.
Permintaan mereka ditolak sebagai hukuman atas penolakan mereka sebelumnya.
3. Watak
asli mereka semakin terungkap setelah permintaan mereka ditolak.[]
Sumber:
Tabloid Media Umat edisi 200
Orang-orang Badui itu berprasangka buruk kepada Allah SWT dan Rasul-Nya dan menolak perintah, itu menunjukkan bahwa mereka adalah munafik (lihat: QS. al-Fath [48]: 6), mereka adalah kaum yang binasa (QS. al-Fath [48]: 12), dan kafir (QS. al-Fath [48]: 13). Mereka akan diadzab jika tidak bertaubat (QS. al-Fath [48]: 16).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar