Komunikasi publik
adalah komunikasi yang dilakukan secara terbuka, dengan tujuan untuk diketahui
dan dipahami publik. Komunikasi bisa
menggunakan berbagai media, mulai dari bahasa tubuh [body language], isyarat, lisan dan tulisan. Tujuannya agar
publik tahu dan paham terhadap apa yang dilakukan oleh komunikan. Setelah tahu
dan paham, publik pun berpihak dan mendukung apa yang diinginkan oleh
komunikan.
Khalifah, sebagai
pemangku jabatan tertinggi, harus memperhatikan komunikasi publik ini dengan
baik dan benar. Tetapi, yang lebih penting dari semuanya itu adalah kejujuran.
Bahkan pesan inilah yang pertama kali disampaikan oleh Nabi saat diangkat
menjadi Nabi, ”Ya ayyuha an-nas, inna ar-raid
la yakdzibu ahlahu.” [Wahai manusia, sesungguhnya pemimpin tidak akan
membohongi rakyatnya] [Lihat, Ibn Atsir, al-Kamil
fi Tarikh]. Sebab, begitu seorang pemimpin berbohong sekali, maka dia
akan terus menutupi kebohongannya, terus menerus, hingga tak ada yang bisa
dipercaya. Jika sudah begitu, maka kepercayaan rakyat kepadanya akan runtuh.
Antara
Citra dan Fakta
Ketika fakta dan citra
yang ditampilkan seseorang berbeda, berarti dia berdusta. Ini juga tidak boleh.
Komunikasi yang benar dan baik adalah komunikasi yang jujur, apa adanya. Karena
khalifah, dalam sistem khilafah, adalah sentral, maka dia harus benar-benar
menyadari posisinya dan menjaga diri dengan baik. Apa yang dilakukannya pasti
menarik perhatian orang. Karena itu, apa yang dilakukan, apa yang diucapkan,
dan berbagai kebijakan yang diambil telah dicatat dalam sejarah, sebagaimana
yang ditulis oleh Imam as-Suyuthi dalam Tarikh
al-Khulafa’.
Nabi SAW bahkan
mengajarkan, kejujuran dalam berkomunikasi tidak saja dalam ucapan, tulisan dan
tindakan, bahkan isyarat pun harus jujur. Dalam kasus penistaan Al-Qur’an yang
dilakukan oleh 'Abdullah Abi Sarah, sebagaimana yang banyak dituturkan oleh para
Mufassir, Nabi SAW diharapkan memberikan isyarat berupa kedipan mata kepada
para sahabat, saat 'Abdullah bin Abi Sarah diserahkan oleh 'Utsman kepada Nabi.
Sayangnya isyarat itupun tak kunjung datang, sehingga para sahabat pun tidak
membunuhnya, karena tidak ada izin dari Nabi. Nabi ketika ditanya, mengapa
tidak memberikan isyarat? Dengan tegas baginda menyatakan, ”Sesungguhnya tak
layak bagi seorang Nabi berbohong, meski dengan kedipan mata.”
Kejujuran dalam
berkomunikasi dengan rakyat ini benar-benar dipegang teguh oleh khalifah. Bukan
hanya dengan kaum Muslim, tetapi bahkan terhadap non-Muslim sekalipun. Karena
dalam kaidahnya disebutkan, ”La taqiyyata fi
dar al-Islam wa la fi bilad al-Muslimin” [Tidak ada taqiyyah di dar
Islam dan negeri kaum Muslim]." Karena itu, khalifah dengan
rakyatnya jujur, begitu juga sebaliknya, rakyat dengan khalifah juga jujur.
Cara
Khalifah Berkomunikasi
Hubungan antara
khalifah dengan rakyat begitu dekat, bahkan saking dekatnya mereka tidak
mempunyai pengawal pribadi. Baru setelah beberapa kasus pembunuhan yang
dilakukan terhadap khalifah, seperti Umar, Utsman dan Ali, maka Muawiyah ketika
menjadi khalifah mengangkat pasukan pengawal khalifah. Meski demikian, hubungan
khalifah tetap dekat dengan rakyat.
Karena para khalifah
itu selalu melaksanakan shalat jamaah di Masjid Jamik, sebagaimana yang biasa
dilakukan oleh Khalifah Bani Umayyah, yang selalu mengerjakan shalat jamaah di
Masjik Jamik Amawi, di Damaskus. Karena itu, setiap saat, di hari-hari biasa,
rakyat bisa bertemu dengan khalifah. Selain itu, di hari raya, khalifah pun
melakukan open house, sehingga rakyat
bisa masuk ke istana mengikuti jamuan makan dan beramah-tamah dengan khalifah.
Selain di hari raya,
musim haji pun biasa digunakan oleh para khalifah untuk bertemu dengan
rakyatnya dari seluruh dunia, yang datang ke tanah suci untuk menunaikan haji.
Itu bisa dilakukan saat di Arafah, Mina, Masjidil Haram atau Masjid Nabawi.
Bahkan, Umar bin Khatthab menggunakan momentum ini untuk menerima muhasabah
[kritik/evaluasi] yang dilakukan oleh rakyat terhadap para wali-nya di daerah-daerah.
Tidak hanya
memanfaatkan momentum ibadah, dan hari raya, khalifah juga membuka istananya
seluas-luasnya untuk rakyat, jika mereka hendak menemui sang khalifah. Ini
dilakukan oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang menerima delegasi dari
berbagai daerah untuk menyampaikan kritik, saran dan nasihat kepada sang
khalifah.
Bahkan, di zaman
Abbasiyyah, saat fitnah Khalq al-Qur'an,
karena mengikuti paham Muktazilah, para ulama Ahlussunnah memimpin demo ke
istana meminta kepada khalifah untuk menghentikan fitnah tersebut. Akhirnya,
fitnah Khalq al-Qur'an ini pun berakhir,
setelah memakan korban beberapa ulama, termasuk Imam Ahmad bin Hanbal.
Cara
danSarana
Di era modern seperti
saat ini, banyak cara dan sarana yang bisa dilakukan oleh khalifah untuk
berkomunikasi dengan rakyat, termasuk menjaga kedekatan hubungan di antara
mereka. Jika di zaman dulu, belum ada revolusi komunikasi, khalifah melakukan
komunikasi dengan rakyat melalui shalat jamaah, shalat Jumat dan hari raya di
Masjid Jamik, termasuk momentum haji dan lain-lain, maka saat ini komunikasi
antara khalifah dengan rakyat bisa dilakukan kapanpun dengan mudah.
Selain seperti zaman
dulu, khalifah juga bisa memanfaatkan sosial media. Mulai dari twitter,
facebook, instagram, Line, Whatsapp, SMS, MMS, dan lain-lain. Tentu tetap
memperhatikan aspek keamanan dan keselamatan negara, termasuk keamanan dan
keselamatan khalifah.
Pada zaman dulu, Nabi
menggunakan surat sebagai sarana komunikasi dengan wali dan rakyat di daerah yang berada di bawah kekuasaannya. Hal
yang sama dilakukan oleh para khalifah setelahnya. Tradisi ini terus berlanjut,
hingga ditemukannya teknologi telekomunikasi. Setelah itu, komunikasi dilakukan
dengan memanfaatkan telepon kabel, telegram, dan sebagainya.
Pada zaman sekarang,
ketika berkomunikasi tidak lagi menggunakan kabel, tetapi bisa dengan
menggunakan gelombang, baik melalui jaringan 3G maupun 4G, termasuk internet
dengan sosial media yang ada, maka pola komunikasi dan kecepatannya bisa
berkali lipat. Teknologi seperti ini merupakan sarana yang bisa dimanfaatkan
dalam berkomunikasi, termasuk dengan rakyat dari berbagai pelosok dunia. Tentu
selain menggunakan saluran televisi resmi.
Begitulah, cara dan
sarana komunikasi yang bisa digunakan oleh khalifah. Dengan cara dan sarana
yang luar biasa canggih, dibangun dengan kejujuran dalam hubungan antara rakyat
dan penguasanya, maka negara khilafah akan menjadi kekuatan yang luar biasa. Dengan
kekuatan dan tingkat perkembangan yang luar biasa. []
---
Sumber: Tabloid Media
Umat edisi 187
Tidak ada komentar:
Posting Komentar