Unduh BUKU Penjelasan Rancangan Undang-Undang Dasar Islami [PDF]
Penjelasan Pasal 186 Rancangan Undang-Undang Dasar Islami
Pasal 186
Menampilkan keagungan pemikiran Islam dalam mengatur urusan-urusan individu, bangsa dan negara, merupakan metode politik yang paling penting.
Pasal ini merupakan bagian dari apa yang harus dilaksanakan oleh Negara Islam karena kewajiban dan bukan sekadar mubah. Sebab, termasuk tugas Negara untuk mengemban risalah Islam dengan cara yang sangat menarik perhatian, Allah SWT berfirman:
((وَمَا عَلَى الرَّسُولِ إِلَّا الْبَلَاغُ الْمُبِينُ (54))
“Dan tidak lain kewajiban Rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.” (QS an-Nur [24]: 54)
Kata “al-mubiin” adalah deskripsi sifat yang bisa dipahami (Wasfu Mufhim), maka itu merupakan pengikat (qayyadan) bagi penyampaian (al-balaghu) dakwah. Menyampaikan seruan Islam dengan cara yang sangat menarik perhatian tidak bisa dicapai kecuali melalui ditampilkannya keagungan pemikiran-pemikiran Islam.
Termasuk dari pemikiran-pemikiran Islam yang agung adalah perlakuan Negara Islam terhadap ahlu dzimmah, musta’min, dan mu’ahid, dan fakta bahwa penguasa adalah penerap syari’at dan bukan diktator atas mereka, dan fakta bahwa Umat meminta tanggung jawab penguasa dengan disiplin penuh. Jadi, sebagaimana wajib atas Umat untuk meminta tanggung jawab penguasa, wajib pula untuk menaatinya (tidak memberontak) meski jika dizhalimi, dan haram mematuhi dia dalam maksiyat. Dan Umat sepenuhnya berhak untuk memberontak padanya, dan wajib untuk memberontak dan melengserkannya jika dia menunjukkan kekufuran yang nyata. Dan pemerintah dan yang diperintah adalah setara dalam semua urusan, dan Umat bisa mengadukan dia sebagaimana individu siapapun mengenai hak-hak di hadapan hakim. Dan Umat bisa mengadukan dia kepada hakim Mazhalim jika dia melanggar syara’ ketika memerintah.
Dan terdapat pemikiran-pemikiran Islam lainnya yang semisal itu. Dengan demikian, wajib untuk mewujudkannya, menampilkannya dan menonjolkan keagungannya sehingga keagungan Islam ditampilkan dan hingga dakwah Islam diemban dengan cara yang menarik perhatian. Menampilkan pemikiran-pemikiran itu bukanlah termasuk cara (uslub) politik melainkan termasuk metode (thariqah) politik.
Selain itu, hukum syara’ bahwa memerangi kaum kafir tidaklah boleh dilakukan kecuali setelah dakwah Islam disampaikan kepada mereka: at-Thabrani meriwayatkan dalam al-Kabir, dari Farwah bin Musaik yang berkata:
«أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أُقَاتِلُ بِمَنْ أَقْبَلَ مِنْ قَوْمِي مَنْ أَدْبَرَ مِنْهُمْ؟ قَالَ:«"نَعَمْ", فَلَمَّا أَدْبَرَ دَعَاهُ، فَقَالَ: ادْعُهُمْ إِلَى الإِسْلامِ فَإِنْ أَبَوْا فَقَاتِلْهُمْ»
“Aku mendatangi Rasul saw., lalu aku berkata: “Haruskah aku berperang bersama mereka yang menerima Islam dari kaumku melawan mereka yang menolaknya? Beliau bersabda: “Ya.” Setelah aku berbalik pergi Beliau memanggilku dan bersabda: “Dakwahilah mereka kepada Islam, jika mereka menolak maka perangilah mereka.” (yaitu untuk menaklukkan kekuasaan pemerintahan mereka).
Dan at-Tirmidzi meriwayatkan yang serupa.
Dan dari Ibnu ‘Abbas:
«مَا قَاتَلَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَوْماً حَتَّى دَعَاهُمْ»
“Rasulullah saw. tidak memerangi suatu kaum hingga Beliau mendakwahi mereka (kepada Islam)” (HR ad-Darimi, Ahmad dan al-Hakim)
Ini dalil untuk kewajiban mendakwahkan Islam sebelum memerangi. Dan agar dakwah Islam dilaksanakan sempurna, haruslah pengembanan dakwah Islam kepada mereka dilakukan dengan cara yang sangat menarik perhatian. Atas dasar ini, urusan menampilkan keagungan pemikiran-pemikiran Islam adalah kewajiban, karena pengembanan dengan cara yang menarik perhatian dicapai melaluinya. Oleh karena itu, hal ini termasuk hukum-hukum terkait metode, dan bukan termasuk cara. []
Bacaan:
Unduh BUKU Penjelasan Rancangan Undang-Undang Dasar Islami [PDF]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar