Bahaya Sikap Sombong
Bismillahirrohmanirrohim
MENJINAKKAN KESOMBONGAN DIRI
Sesungguhnya
orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling taqwa: taat
kepada aturan-Nya baik perintah maupun larangannya. Allah berfirman yang
artinya:
“Hai manusia, sesungguhnya kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah ialah orang yang paling
bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”
(Q.S al-Hujurat:13)
Dan
karena itu perbedaan fisik dan potensi bukanlah bibit untuk melahirkan
kesembongan manusia, melainkan merupakan sebagai tanda-tanda kekuasaan Allah
Rabbul ‘alamin.
Sombong: Bertentangan Dengan Realitas
Abdullah bin Mas’ud meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw.,
bersabda: ”Tidak akan
masuk sorga orang yang di dalam hatinya ada sifat sombong walaupun hanya sebesar
dzaroh (biji terkecil)”
Lantas ada seseorang yang berkomentar: “Sesungguhnya seseorang itu suka
memakai pakaian yang bagus dan sepatu bagus”
Menanggapi hal ini Rasulullah saw,
menyatakan:
“Sesungguhnya Allah itu indah, suka pada
keindahan. Sombong itu menolak kebenaran dan merendahkan sesama manusia” [HR.
Imam Muslim]
Hadits
ini menjelaskan ada dua unsur yang terkandung dalam sebuah kesombongan: menolak
kebenaran dan merasa diri lebih tinggi dengan merendahkan orang lain. Sebagai
renungan, pernah seseorang yang cukup senior berdiskusi dengan seorang remaja
berusia 21 tahun tentang wajibnya penerapan hukum-hukum Islam. Setelah diskusi
berlansung 1 jam 45 menit, kata akhir pun tidak dicapai. Remaja tadi tetap pada
pendiriannya bahwa hukum Islam wajib diterapkan berdasarkan argumentasi,
sedangkan sang senior menolaknya. Bahkan dengan ketus berujar: “kamu ini anak
bau kencur! Sudah berani-beraninya menentang orang tua. Saya sudah kenyang
dengan perjuangan. Penerapan Islam mah hanya merupakan ilusi”. Sikap demikian menunjukkan sikap
sombong. Bentuknya, menolak kewajiban syariah Islam yang nampak jelas di depannya
dan meremehkan manusia.
Allahu
Akbar. Hanya Allah sajalah Dzat Maha Agung lagi Maha Besar. Manusia –bukan
hanya satu atau dua orang tapi setiap orang- serba kurang dan lemah. Siapapun
orangnya, baik anda maupun orang lain, bila merenungi realitas manusia ini akan
menyimpulkan bahwa tidak layak berlaku sombong.
Sebagai
misal, tanyalah pada diri kita masing-masing, apakah kita yang membuat diri
kita sendiri? Jawabannya pasti Tidak! Anda, sama dengan saya. Bukan saya yang
membuat diri saya, dan diri anda bukan Anda yang membuatnya. Kita tidak punya
kemampuan sedikitpun untuk menciptakan diri kita sendiri, apalagi menciptakan
orang lain. Kita tidak memiliki kuasa untuk mengadakan diri kita. Anda, saya dan
kita diciptakan oleh Allah Swt. Bukan sekedar itu, kita juga tidak akan pernah
mampu menghindar dari kematian. Bila ajal sudah tiba, tidak akan ada satu
makhluk pun yang dapat mencegah apalagi terhindar darinya. Coba sebutkan, satu
saja, orang yang dapat menghindar dari datangnya ajal! Tidak ada !!! Bila untuk
sekedar mempertahankan keberadaan saja tidak mampu, apa yang menjadi alasan
bagi kita untuk sikap sombong?
Realitas-realitas
sederhanapun menjelaskan ketidaklayakan seseorang bersikap sombong. Coba kita
tanyakan secara jujur dan sengaja pada diri kita, dari mana dan siapa yang
membuat baju, celana, sepatu, kancing, sletting, tas, potlot, pulpen, buku,
peci, kerudung, mukena, kacamata minus, jam tangan, dan hand phone yang kita
pakai? Apakah semua itu kita membuat dengan tangan kita sendiri? Dan apakah
kita mampu menyediakan dan memproduksi sendiri semua kebutuhan tadi? Ataukah
sekedar membuat kancing pun kita tidak bisa? Bila demikian, apa layak kita
memelihara rasa sombong dan ujub (angkuh) itu?
Boleh
jadi seseorang merasa dirinya lebih tahu dibandingkan dengan orang lain. Dari
satu sisi tidak menutup kemungkinan benar, ia lebih tahu dari orang lain.
Namun, sekalipun demikian, berlagak sok paling tahu hanyalah cerminan dari
sejenis ketidak-ikhlasan, merasa lebih dari orang lain merupakan awal
kesombongan. Realitasnya, benerkah kita yang paling tau atau serba tahu?
Marilah kita lihat, sekedar contoh saja, Ada seorang teman yang sangat mahir
dalam bidang ekonomi, namun saat menerjemahkan buku berbahasa Arab kualitasnya
terjemahannya jauh dibawah orang lain. Contoh lain, seorang kyai di daerah
Garut memiliki keahlian luar biasa dalam masalah fikih, namun beliau mangaku
awam dalam masalah politik Islam. Demikianlah keadaan manusia. Boleh jadi ia memiliki
kelebihan dalam sesuatu tetapi justru lemah dalam banyak perkara lainnya. Bila
orang yang merasa dirinya lebih dalam suatu hal bertindak sombong, dapat
dipastikan dunia ini penuh dengan manusia-manusia angkuh. Tentu saja, hal ini
bertentangan dengan karakter dasar manusia yang sesuai fitroh.
Atau
barangkali merasa memiliki kekuatan melebihi orang lain. Bibit keangkuhan pun
mulai tumbuh. Ketika hal ini terjadi, bersegeralah meminta ampun. Sebab, merasa
lebih atau paling kuat hanyalah sebuah bentuk kesombongan. Cobalah Anda
jalan-jalan ke depan rumah ataupun kalau hendak pergi kepasar. Di sana banyak
ditemui tukang jual gorengan yang dipikul. Sebelum tukang gorengan itu
menggoreng tahu, karoket, combro, bala-bala, pisang atau tempe umumnya minyak
–yang sudah menghitam—itu mendidih. Sangupkah anda meminta sesendok makan
minyak mendidih itu, lalu diminum saat itu juga? Bila sanggup, apa yang
terjadi? Lidah Anda pasti melepuh! Gigi pun bisa rontok. Mengapa? Kekuatan
seseorang sangatlah terbatas. Seseorang mungkin saja tiga hari tiga malam tidak
tidur karena kesana kemari menyebarkan Dakwah. Namun, tetap saja, ia perlu
istirahat. Inilah Sunnatullah. Sebagai catatan ringan, manusia mampu bertahan
tidak makan hanya 3 atau 4 bulan, dapat bertahan tidak minum maksimal 4 hari,
dan kekuatan menahan nafas hanyalah 3,8 menit. Bila demikian, dimanakah letak
kekuatan yang dibanggakan itu?
Apakah kecantikan dan kegantengan atau
kejelekan itu hasil buatan Anda sendiri? Apakah anda yang menjadikan itu semua?
Bukan! Sekali lagi bukan! Bila begitu, rupa mana yang layak untuk disombongkan?
Siapapun orangnya yang memandang diri
dia mempunyai kelebihan atas orang lain tidak layak bersikap sombong. Sebab,
kesombongan bertentangan dengan realitas. Tidak ada alasan apapun bagi manusia
–siapapun ia, bagaimanapun kemampuan dia —untuk berperangai sombong.
Bahaya Sikap Sombong
{{BERLANJUT KE ARTIKEL LANJUTAN}}
Tidak ada komentar:
Posting Komentar