Pemerintahan Oleh Rasulullah Saw.
Beberapa
hadits:
Imam
al-Bukhari telah meriwayatkan dari Anas bin Malik:
إِنَّ قَيْسَ بْنَ سَعْدٍ كَانَ يَكُونُ بَيْنَ يَدَيْ النَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ بِمَنْزِلَةِ صَاحِبِ الشُّرَطِ مِنْ الْأَمِير
“Sesungguhnya
Qais bin Saad di sisi Nabi Saw. memiliki posisi sebagai kepala polisi dan ia
termasuk di antara para amir.”
Maksudnya
adalah Qais bin Saad bin ‘Ubadah al-Anshari al-Khazraji. Imam Tirmidzi juga
telah meriwayatkan hadits di atas dengan redaksi:
إِنَّ قَيْسَ بْنَ سَــــعْدٍ كَانَ يَكُــــونُ بَيْنَ يَدَيْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ بِمَنْزِلَةِ صَـــاحِبِ
الشُّــــرَطِ مِنْ الْأَمِـــيرِ، قَـــالَ الْأَنْصَـــارِيُّ: يَعْنِي مِمَّا
يَلِي مِنْ أُمُورِهِ
“Qais
bin Saad di sisi Nabi Saw. berkedudukan sebagai kepala polisi dan ia termasuk
di antara para amir. Al-Anshari berkata, “Yaitu orang yang menangani
urusan-urusan polisi.”
قَاتِلُواْ الَّذِينَ لاَ يُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَلاَ بِالْيَوْمِ
الآخِرِ وَلاَ يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ اللّهُ وَرَسُولُهُ وَلاَ يَدِينُونَ
دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ حَتَّى يُعْطُواْ الْجِزْيَةَ
عَن يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ ﴿٢٩﴾
“Perangilah
orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada Hari
Kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan
Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu
orang-orang) yang diberikan al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar
jizyah dengan patuh, sedang mereka dalam keadaan tunduk.” (QS. at Taubah
[9]: 29)
أَمِيرُ النّاسِ زَيْدُ بْنُ حَارِثَةَ فَإِنْ قُتِلَ فَجَعْفَرُ بْنُ
أَبِي طَالِبٍ فَإِنْ قُتِلَ فَعَبْدُ اللّهِ بْنُ رَوَاحَةَ فَإِنْ قُتِلَ
فَلْيَرْتَضِ الْمُسْلِمُونَ بَيْنَهُمْ رَجُلًا فَلْيَجْعَلُوهُ عَلَيْهِم
Diriwayatkan
oleh Ibnu Saad, Rasulullah Saw. bersabda, “Yang
menjadi amir pasukan (Perang Mu’tah) adalah Zaid bin Haritsah. Jika ia gugur
maka Ja‘far bin Abi Thalib; jika ia gugur maka Abdullah bin Rawahah; jika ia
gugur maka hendaklah kaum Muslim memilih salah seorang laki-laki di antara
mereka lalu mereka jadikan sebagai amir yang memimpin mereka.” (Ibnu
Saad, Ath-Thabaqat al-Kubra’,
II/128)
Diriwayatkan
oleh Sulaiman Ibnu Buraidah, bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:
«أُدْعُهُمْ إِلَى
اْلإِسْلاَمِ فَإِنْ أَجَابُوْكَ فَأَقْبِلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ ثُمَّ
أُدْعُهُمْ إِلَى التَّحَوُّلِ مِنْ دَارِهِمْ اِلَى دَارِ الْمُهَاجِرِيْنَ
وَأَخْبِرْهُمْ أَنَّهُمْ إِنْ فَعَلُوْا ذَلِكَ فَلَهُمْ ماَ لِلْمُهَاجِرِيْنَ
وَعَلَيْهِمْ مَا عَلَى الْمُهَاجِرِيْنَ»
“Serulah
mereka pada Islam. Jika mereka menyambutnya, terimalah mereka, dan hentikanlah
peperangan atas mereka, kemudian ajaklah mereka berpindah dari negerinya (darul
kufur) ke Darul Muhajirin (Darul
Islam di mana sistem Islam berkuasa, berpusat di Madinah), dan beritahukanlah
kepada mereka bahwa jika mereka telah melakukan semua itu maka mereka akan
mendapatkan hak yang sama sebagaimana yang dimiliki kaum muhajirin, dan juga
kewajiban yang sama seperti halnya kewajiban kaum Muhajirin.” (HR. Muslim)
Rasulullah
Saw. bersabda:
اغْزُوا بِاسْمِ
اللهِ فِي سَبِيلِ اللهِ قَاتِلُوا مَنْ كَفَرَ بِاللهِ اغْزُوا وَلاَ تَغُلُّوا
وَلاَ تَغْدِرُوا وَلاَ تَمْثُلُوا وَلاَ تَقْتُلُوا وَلِيدًا وَإِذَا لَقِيتَ
عَدُوَّكَ مِنْ الْمُشْرِكِينَ فَادْعُهُمْ إِلَى ثَلاَثِ خِصَالٍ أَوْ خِلاَلٍ
فَأَيَّتُهُنَّ مَا أَجَابُوكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ ثُمَّ
ادْعُهُمْ إِلَى اْلإِسْلاَمِ فَإِنْ أَجَابُوكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ
عَنْهُمْ…فَإِنْ هُمْ أَبَوْا فَسَلْهُمْ الْجِزْيَةَ فَإِنْ هُمْ أَجَابُوكَ
فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ فَإِنْ هُمْ أَبَوْا فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ
وَقَاتِلْهُمْ
”Berperanglah di jalan Allah dengan menyebut nama
Allah. Perangilah (militer) orang-orang yang kafir kepada Allah. Berperanglah
dan jangan berkhianat, mencincang-cincang (musuh) dan membunuh anak-anak kecil.
Jika kalian berhadapan dengan musuh-musuh kalian dari orang-orang musyrik,
serulah mereka pada tiga perkara; apapun yang mereka pilih, terimalah. Serulah
mereka masuk Islam; jika mereka setuju, terimalah dan lindungilah mereka….Jika
mereka menolak (yaitu tetap kafir), bebankan jizyah pada mereka. Jika mereka
setuju, terimalah dan lindungilah mereka. Namun, jika mereka menolak,
memohonlah kepada Allah dan perangilah mereka.” (HR. Muslim)
Bahwa
sebelum perang, harus dilakukan dakwah terlebih dahulu, bisa dilihat dari
berbagai hadits Rasulullah Saw., antara lain:
Berkata
Ibnu Abbas:
مَا قَاتَلَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَوْمًا قَطٌ إِلاَ دَعَاهُمْ
“Rasulullah
Saw. tidak pernah sekalipun memerangi suatu kaum, kecuali setelah Beliau
menyampaikan dakwah kepada mereka.” (HR. Imam Ahmad, Hakim)
Dalam
sebuah riwayat lainnya, Rasulullah bersabda kepada Farwah Ibnu Musaik:
«لاَ
تَقَاتِلُهُمْ حَتَّى تَدْعُوْهُمْ إِلَى اْلإِسْلاَمِ»
“Janganlah
engkau perangi mereka sebelum engkau mengajak mereka masuk Islam.” (HR. Ahmad,
Abu Dawud, Tirmidzi)
Islam
tidak memberangus peribadatan-peribadatan kaum kafir dzimmi. Islam membiarkan
orang kafir dzimmi untuk hidup berdampingan dengan kaum Muslim selama tidak
memusuhi dan memerangi kaum Muslim. Orang kafir warga Daulah Islamiyah (kafir dzimmi), mendapatkan perlakuan dan hak
yang sama dengan kaum Muslim. Harta dan darah mereka terjaga sebagaimana
terjaganya darah dan harta kaum Muslim. Bahkan Rasulullah Saw. menyatakan dalam
banyak hadits, bahwa siapa yang menyakiti kafir
dzimmi tak ubahnya menyakiti kaum Muslim. Diriwayatkan oleh
Al-Khathib dari Ibnu Mas’ud, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
مَنْ آذَى ذِمِّيًّا فَأنَا خَصْمُهُ وَمَنْ كُنْتُ خَصْمَهُ
خَصَمْتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Siapa
saja yang menyakiti dzimmi maka aku berperkara dengan dia. Siapa saja yang
berperkara dengan aku, maka aku akan memperkarakan dia pada Hari
Kiamat.” (Imam al-Jalil Abu Zahrah, Zuhrat
at-Tafasir, 1/1802. Lihat juga: Fath
al-Kabir, 6/48 hadits no.20038 (hadits hasan); as-Suyuthi, al-Jami’
as-Shaghir)
أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لاَ إِلهَ
إِلاَّ الله. وَيُؤْمِنُوا بِي وَبِمَا جِئْتُ بِهِ. فَإِذَا فَعَلُوا ذلِكَ
عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلاَّ بِحَقِّهَا. وَحِسَابُهُمْ
عَلَى الله
“Aku diperintah untuk memerangi manusia hingga mereka
bersaksi bahwa tidak ada Tuhan—yang berhak disembah—selain Allah serta mereka
beriman kepadaku dan syariah yang aku bawa. Apabila mereka telah melakukan itu
maka darah dan harta mereka terlindung dariku (mendapat jaminan keamanan),
kecuali dengan haknya, sementara hisab mereka terserah kepada Allah.” (HR.
al-Bukhari dan Muslim)
Kafir
dzimmi tidak dipaksa meninggalkan agama mereka. Mereka hanya diwajibkan
membayar jizyah. Mereka tidak dipungut
biaya-biaya lain, kecuali jika hal itu merupakan syarat yang disebut dalam
perjanjian. Diriwayatkan dari ‘Urwah bin Zubair:
وَكَتَبَ إِلَى أَهْلِ الْيَمَنِ: وَمَنْ كَانَ عَلَى
يَهُودِيَّتِهِأَوْ نَصْرَانِيَّتِهِ فَإِنَّهُ لاَ يُفْتَنُ عَنْهَا، وَعَلَيْهِ
الْجِزْيَة
“Rasulullah
Saw. pernah menulis surat kepada penduduk Yaman: Siapa saja yang tetap memeluk
agama Nasrani dan Yahudi, mereka tidak akan dipaksa untuk keluar dari agamanya.
Mereka hanya wajib membayar jizyah.” (Abu ‘Ubaid, Al-Amwal)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar