Salah satu tuduhan
yang kerap dilontarkan penganut ideologi sekular terhadap Islam adalah tudingan
Islam sebagai ideologi yang bersifat dogmatis, tidak ada dialog, ditopang
kekuasaan otoriter dan totaliter. Islam pun dianggap sebagai ideologi teror
yang berbahaya bagi masyarakat dengan sifatnya yang intoleran dan mengancam
kebhinnekaan. Tudingan seperti ini seharusnya tidak muncul dari seorang Muslim.
Bagaimana mungkin seorang Muslim, menyerang agamanya sendiri dan menganggapnya
sebagai ancaman? Islam, bukanlah agama tanpa nalar. Betapa banyak ayat-ayat
Al-Qur’an yang mengajak manusia untuk berpikir dengan beragam redaksi seperti afala tatafakkarun, afala ta'qilun. Akidah Islam justru muncul dari proses berpikir
mendalam untuk membuktikan keberadaan Allah SWT, kebenaran Al-Qur’an dan
Rasulullah SAW sebagai utusan Allah. Semuanya melalui nalar yang kuat, sehingga
ketika seseorang beriman kepada Allah, benar-benar kuat dan kokoh.
Ketika Islam
memerintahkan manusia untuk tunduk total kepada aturan-aturan Allah SWT, inipun
bukanlah tanpa nalar. Bukankah Allah SWT paling mengetahui apa yang paling baik
untuk kita? Bukankah Allah SWT Maha Sempurna, sementara kita serba terbatas dan
penuh dengan kekurangan? Adalah wajar dan sudah seharusnya kita merujuk kepada
aturan-aturan Allah SWT yang Maha Sempurna. Semua sekaligus merupakan
penerimaan terhadap fitrah manusia dan cerminan keimanan seorang Muslim.
Bagaimana mungkin kita mengklaim sebagai hamba Allah, tapi kita tidak mau
tunduk kepada Allah SWT, tentu termasuk kepada aturan-aturannya?
Bagaimana mungkin
pula, penerapan syariah Islam dianggap ancaman bagi negara ini? Adalah tidak
masuk akal, Allah SWT yang memiliki sifat Ar-Rahman
ar-Rahim (Maha Pengasih dan Penyayang), membuat hukum untuk mencelakakan
manusia. Justru Islam hadir sebagai agama yang rahmatan
lil 'alamin, yang memberikan kebaikan kepada setiap manusia, bukan hanya
Muslim tapijuga orang-orang kafir (non-Muslim).
Berbagai masalah yang
terjadi di negeri ini, seperti kemiskinan yang parah, kebodohan yang menyebar,
angka kriminalitas yang tinggi, perampokan terhadap kekayaan alam negeri ini,
bukanlah disebabkan oleh Islam, tapi akibat ideologi kapitalisme sekuler
yang diterapkan di negeri ini. Dan Allah sesungguhnya sudah banyak mengingatkan
hal ini kepada kita, bagaimana kerusakan di daratan dan di lautan akibat
dosa-dosa dan kemaksiatan yang dilakukan manusia. Allah juga menimpakan
kehidupan yang sempit, resah, gelisah, kepada siapapun yang berpaling dari
Al-Qur’an, berpaling dari ayat-ayat Allah SWT.
Tudingan kekuasaan
Islam sebagai otoriter, jelas keliru besar. Memang Islam menempatkan kedaulatan
itu sepenuhnya di tangan Allah SWT (as-siyadah
lil syar'i). Artinya sumber hukum satu-satunya adalah Al-Qur’an dan as
Sunnah (dan yang ditunjuk oleh keduanya). Seorang kepala negara atau khalifah,
juga diperintahkan untuk menerapkan syariah Islam. Namun tentu saja, sebagai
manusia biasa, dia mungkin saja keliru, salah, atau terjerumus kepada syahwat
kekuasaan. Karena itu khalifah mungkin keliru dan sah untuk dikritik.
Dalam Islam,
mengkritik penguasa (muhasabah lil hukkam)
bukan saja hak tapi juga wajib. Rasulullah SAW menyebut sebagai sebaik-baik
jihad (afdhalul jihad) adalah
melontarkan kebenaran di hadapan penguasa yang zalim. Bahkan siapapun yang
terbunuh karena menjalankan kewajiban ini disebut Rasulullah SAW sebagai
penghulu para syuhada. Karenanya, keberadaan kelompok-kelompok politik atau
partai politik dalam rangka melakukan amar
ma'ruf nahi munkar adalah sah dan tidak boleh dilarang.
Tidak hanya itu rakyat
pun boleh mengadukan pejabat-pejabat yang menyimpang kepada khalifah. Termasuk
mengadukan kebijakan khalifah yang dianggap keliru atau merugikan masyarakat
kepada mahkamah mazalim, yang mengadili pengaduan masyarakat terkait kebijakan
khalifah atau negara. Mahkamah ini pula yang berhak memberhentikan khalifah.
Bahkan dalam kondisi khalifah melakukan bentuk kekufuran yang nyata (kufran bawahan), rakyat boleh angkat senjata
untuk menjatuhkan khalifah.
Intoleran adalah
tudingan palsu yang penuh dengan kebencian terhadap Islam. Islam membolehkan
perbedaan pendapat dalam perkara-perkara ikhtilaf
yang memang dibolehkan hukum syara'.
Namun tentu Islam tidak pernah toleran terhadap kekufuran dan kemaksiatan.
Jangan tanyakan kebhinnekaan dalam Islam dalam pengertian pluralitas
(keberagaman). Sistem khilafah adalah negara yang menanungi beragam ras,
bangsa, warna kulit, bahkan agama hidup tentram dan damai di dalamnya.
Namun bukan dalam
pengertian pluralisme yang intinya menganggap semua agama benar dan menolak
syariah Islam dengan tudingan berasal dari satu kelompok masyarakat (tanpa lagi
mempertimbangkan apakah sistem Islam itu baik atau buruk).
Cukuplah
kita mengutip dari sejarawan Will Durant dalam The Story of Civilization, untuk
menggambarkan bagaimana ideologi Islam hadir memberikan kebaikan kepada setiap
umat manusia. Durant menulis: "Para khalifah telah memberikan keamanan
kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan usaha
keras mereka. Para khalifah telah mempersiapkan berbagai kesempatan bagi
siapapun yang memerlukannya dan meratakan kesejahteraan selama berabad-abad
dalam luasan wilayah yang belum pernah tercatatkan lagi fenomena seperti itu
setelah masa mereka.” Allahu
Akbar! []farid wadjdi
Sumber: Tabloid Media
Umat edisi 189
Amin
BalasHapus