Deklarasi
Dan Resolusi Jakarta Peluru Hampa Bagi Israel
Sama sekali tak ada
yang baru yang dihasilkan dari KTT Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) di Jakarta
pada tanggal 6-7 Maret 2016 lalu. KTT yang dihadiri 47 negara dari 56
anggotanya menghasilkan 23 poin Deklarasi Jakarta dan 32 poin resolusi dari KTT
berupa seruan politik negara-negara OKI. Dokumen ini inisiatif Indonesia.
Presiden Joko Widodo
dalam pernyataan bersama seusai KTT menyatakan, pemimpin dunia Islam telah
menghasilkan kesepakatan dan rencana konkret bagi Palestina. ”Kami mengutuk
aksi Israel dan menyeru diakhirinya pendudukan atas Palestina.”
Sikap pembelaan OKI
terhadap Palestina, al-Aqsha dan kecaman terhadap Israel sebenarnya adalah
retorika lama yang sudah ada semenjak berdirinya organisasi tersebut pada 47
tahun silam. Sama sekali bukan sesuatu yang baru.
Hanya saja sikap itu
lagi-lagi sebatas retorika ketimbang aksi nyata. Selain menyumbang uang ala
kadarnya, membangun sedikit infrastruktur, OKI tidak pernah melakukan operasi
militer menjaga kawasan Palestina dari agresi Israel, apalagi membebaskan tanah
yang direbut Israel dari warga Palestina.
Sikap tak acuh OKI
terhadap nasib Palestina sudah kerapkali ditunjukkan. Kejadian paling dekat
adalah beberapa hari sebelum KTT digelar, Israel melakukan penghancuran puluhan
rumah penduduk Palestina termasuk sekolah di kawasan Tepi Barat. Koordinator Khusus
PBB untuk proses perdamaian Timur Tengah Nickolay Mladenov mengatakan, sejak
awal 2016 Israel menghancurkan 29 rumah warga setiap pekannya. Jumlah ini
menurut Mladenov tiga kali Iebih banyak dibandinqkan tahun sebelumnya.
Empat hari sebelum KTT
digelar, militer Israel juga menembak mati dua remaja Palestina. Pihak Israel
mengatakan mereka menyusup ke wilayah Israel. Sebuah klaim yang tentunya sulit
untuk dibuktikan.
Tapi OKI tak bereaksi
nyata selain mengeluarkan kecaman. Sama sekali tak ada aksi fisik yang
menunjukkan pembelaan terhadap warga Palestina dan memberi pelajaran pada
agresor Israel. OKI seolah masih percaya Israel bisa ditakut-takuti dengan
kata-kata.
Kemunduran
dan Pengkhianatan
Alih-alih menunjukkan
hal yang baru, KTT kali ini justru memperlihatkan kemunduran. Kesungguhan OKI
untuk memperjuangkan nasib rakyat Palestina dan perlawanan terhadap Israel
justru kian terdistorsi.
Hal ini terlihat dalam
Resolusi dan Deklarasi Jakarta yang sama sekali tidak mencantumkan peringatan
atau sanksi terhadap Israel. Hal ini dipastikan oleh Direktur Jenderal
Multilateral Kementerian Luar Negeri, Hassan Kleib, kepada wartawan dalam jumpa
pers KTT OKI, pada Ahad (6/03/2016).
"Kata-kata
peringatan tidak ada karena kita tidak ada sanksi kepada siapapun. Tapi kalau
resolusi itu adalah penegasan kembali posisi dasar selama ini terhadap masalah illegal occupation (yang dilakukan
Israel)," kata Kleib seperti dikutip BBC (6/3/2016).
Keberadaan OKI untuk
memperjuangan nasib Palestina juga makin dipertanyakan. Sebabnya dalam pidato
sambutan pembukaan KTT OKI, Presiden Jokowi menyerukan jalan keluar agresi
Israel terhadap tanah Palestina adalah melalui solusi dua negara. Mendukung
kemerdekaan Palestina dan hidup berdampingan dengan penjajah Israel.
Tawaran solusi ini
bukan lagi kemunduran tapi sudah tindakan pengkhianatan terhadap air mata,
darah, dan nyawa pejuang dan rakyat Palestina. Status Israel jelas agresor dan
penjarah tanah Palestina. Mereka melakukan serangkaian operasi militer keji dan
taktik kotor secara sistematik untuk mengusir dan membunuh warga Palestina
sejak tahun 1967. Lalu bagaimana mungkin keberadaan mereka diakui, sementara
mereka adalah negara penjajah?
Sungguh tidak logis,
bahkan tidak waras, ketika rumah Anda dirampok, anak Anda dibunuh, lalu Anda
diminta berdamai bahkan berbagi rumah dengan gerombolan perampok tersebut. Jika
orang masih berakal sehat tentu tidak akan membenarkan apalagi menyetujui hal
seperti itu.
Tentu saja hal ini
mengherankan dan mengecewakan. Memperlihatkan bahwa OKI kian kehilangan nyali
dan makin tidak serius menangani persoalan Palestina. Untuk masalah al-Aqsha,
OKI hanya berjuang melalui penggalangan dana lewat "Al-Quds and Al-Aqsha Funds"
(Dana Al-Quds dan Al-Aqsha) untuk membantu rehabilitasi al-Quds (Yerusalem)
berdasarkan kebutuhan rakyat Palestina.
Sementara Israel
justru semakin agresif melakukan pengusiran, penghancuran dan penembakan
terhadap penduduk Palestina. Sepanjang tahun 2015 lalu, Israel membunuh 178
warga Palestina, melukai 16 ribu lebih warga, dan menghancurkan 500 lebih
pemukiman warga.
Jumlah warga Palestina
yang ditangkapi militer Israel juga terus bertambah. Pada Oktober tahun 2015
lalu saja telah terjadi 800 kali penangkapan, di dalamnya termasuk anak-anak
usia belasan tahun. Sebagian besar dari mereka ditembak terlebih dahulu sebelum
dijebloskan ke dalam penjara. Diperkirakan ada 6.500 warga Palestina mendekam
di penjara Israel yang berjumlah 23 lokasi.
Kebiadaban Israel
tentu tak bisa dilawan dengan resolusi, deklarasi atau penggalangan dana. Tanah
dan warga Palestina membutuhkan aksi nyata.
Kembali
Ke Akar Masalah
Apa yang telah
dilakukan OKI selama puluhan tahun telah gagal. Agresi militer Israel terhadap
warga dan tanah Palestina kian menjadi, wilayah Palestina kian menyempit bahkan
sudah menjadi “penjara terbesar” di dunia bagi warganya. Padahal puluhan
resolusi dan miliaran dolar uang telah dihamburkan untuk melakukan KTT demi
KTT.
OKI sebagaimana PBB
tidak berinisiatif menyelesaikan akar persoalan di Palestina, yakni okupasi
secara militer oleh Israel atas tanah dan wilayah Palestina. OKI dan PBB justru
malah berusaha mendamaikan kedua belah pihak, mengajak mereka duduk bersama dan
saling mengakui eksistensi dua negara.
Negara-negara OKI
seperti lupa kalau Palestina adalah korban. Mereka bukan sedang bertikai, tapi
diperangi dan diinvasi dengan keji. Malah Profesor Noah Chomsky dari AS
menyebut agresi Israel yang mengerahkan berbagai persenjataan canggih termasuk
jet-jet tempur, bukan sebagai perang tapi pembunuhan!
Inilah
persoalan mendasar Palestina-Israel yang nampaknya sengaja dikubur oleh dunia
dan juga ironinya oleh OKI. Bukannya ingin membersihkan negeri Palestina dari
cengkraman sang penjajah, tapi OKI malah mengakui keberadaan negara agresor
tersebut dengan balutan kalimat manis 'kemerdekaan Paiestina'. []ij-ls dpp
Sumber: Tabloid Media
Umat edisi 170
---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar