Oleh: KH Hafidz
Abdurrahman, Lajnah Tsaqafiyah DPP
Negara khilafah
mempunyai sistem ekonomi yang berbeda dengan kapitalisme maupun sosialisme.
Jika kapitalisme, dengan prinsip trickle down
effect (penumpukan kekayaan dan efek pemerataan), berhasil memacu
pertumbuhan, tetapi ternyata kapitalisme gagal mewujudkan pemerataan. Karena
itu, fenomena kesenjangan di tengah masyarakat tak terelakkan. Maka,
sosialisme, yang merupakan antitesa kapitalisme berhasil "memaksa"
pemerataan, tetapi gagal mewujudkan pertumbuhan. Karena itu, sosialisme
tumbang. Kapitalisme bisa bertahan, tetapi harus sedemikian rupa ditambal
sulam. Jika tidak, iapun akan tumbang.
Pendek kata, baik
kapitalisme maupun sosialisme, sama-sama telah gagal mewujudkan pertumbuhan dan
pemerataan sekaligus. Karena itu, sistem ekonomi yang lahir dari kedua ideologi
ini bisa dikatakan gagal. Di sinilah, keunggulan sistem ekonomi negara khilafah,
yang tidak saja berhasil menciptakan pertumbuhan, tetapi juga mewujudkan
pemerataan.
Pertumbuhan
Tinggi
Ekonomi akan tumbuh,
ketika produktivitas masyarakat terjaga. Produktivitas masyarakat dalam
menghasilkan barang dan jasa terjaga ketika tidak dibatasi dengan jumlah,
sebagaimana yang dilakukan oleh sosialisme, tetapi diatur dengan mekanisme.
Mekanisme yang digunakan untuk mengatur tak lain adalah hukum Allah.
Dengan hukum Allah,
barang dan jasa yang boleh diproduksi, dikonsumsi, dan didistribusikan adalah
barang dan jasa yang halal. Barang dan jasa yang haram jelas tidak boleh
diproduksi, dikonsumsi, dan didistribusikan. Narkoba, miras, DVD porno dan
sejenisnya adalah barang yang haram diproduksi, dikonsumsi, dan didistribusikan
di tengah masyarakat. Begitu juga jasa PSK dan sejenisnya, haram diproduksi,
dikonsumsi, dan didistribusikan.
Dengan tidak adanya
barang dan jasa yang haram di tengah masyarakat, maka masyarakat pun terjaga
mentalitasnya, sehingga hidupnya sehat, dan produktivitasnya meningkat. Dengan
mentalitas dan hidup yang sehat, serta produktivitas yang tinggi, maka sumber-sumber
ekonomi, seperti perdagangan, jasa, industri dan pertanian akan bisa dijaga,
dikelola, dan ditingkatkan.
Sumber-sumber ekonomi
tersebut juga dihasilkan melalui mekanisme yang benar, baik sebab kepemilikan,
maupun sebab pengembangan harta yang sama-sama sah. Kepemilikan individu akan
dihormati, sebagaimana kepemilikan umum, dan negara. Semuanya dikelola dengan
mekanisme yang benar, berdasarkan hukum syara'. Tidak ada nasionalisasi aset
pribadi, ataupun privatisasi kepemilikan umum dan aset negara. Karena ini
merupakan pelanggaran hukum Allah.
Begitu juga tidak ada
pengembangan harta dengan cara haram, seperti riba, judi, manipulasi,
penimbunan, kartel, mafia, dan sebagainya. Karena cara-cara seperti ini jelas
merusak.
Distribusi
yang Adil
Pertumbuhan ekonomi
yang tinggi, disertai dengan jaminan distribusi barang dan jasa kepada
masing-masing rakyat. Dimulai dari standar kemiskinan per kepala, yang tidak
ditentukan berdasarkan kuantitas, seperti USD2 per orang tiap hari, tetapi:
ditentukan berdasarkan terpenuhinya kebutuhan dasar masing-masing individu,
kepala per kepala. Mulai dari sandang, papan, pangan, pendidikan, kesehatan dan
keamanan. Semuanya itu dijamin oleh negara khilafah.
Caranya? Dengan
mewajibkan tiap individu, khususnya pria dewasa yang mampu bekerja untuk
bekerja. Dengannya, dia bisa memenuhi kebutuhanya, kebutuhan istri dan anaknya,
serta kebutuhan orang tuanya. Baru setelah itu, sanak kerabatnya. Bila pria
dewasa yang mampu bekerja tidak ada, maka orang terdekat berkewajiban untuk
menjaminnya. Jika tidak ada, maka negara khilafah-lah yang wajib menjamin
kebutuhan mereka.
Inilah mekanisme yang
adil dan produktif. Dengan mekanisme seperti ini, jaminan yang diberikan oleh
negara khilafah ini tidak membuat rakyat malas bekerja. Sebaliknya tetap
produktif. Jaminan ini, diberikan oleh negara khilafah bisa melalui skema
zakat, pemberian modal kerja (iqtha'),
dan sebagainya. Negara juga berhak memaksa orang yang kaya untuk mengeluarkan
zakat fitrah dan mal-nya. Selain itu
juga melarang mereka menimbun uang dan barangnya.
Khilafah juga menjamin
tidak adanya praktik mafia, kartel, penimbunan, manipulasi, riba, money game, dan sebagainya di pasar dan di
tengah masyarakat. Dengan begitu, setiap individu mempunyai kesempatan yang
sama untuk dapat mengembangkan hartanya, dan memperoleh keuntungan dari
hartanya dengan cara yang benar dan sehat.
Kebijakan
Teknis Negara
Untuk memastikan
terdistribusikannya barang dan jasa kepada tiap rakyat, sehingga kesenjangan
ekonomi bisa dihilangkan, maka secara teknis negara khilafah bisa menempuh
beberapa kebijakan:
1. Kewajiban zakat:
Harta yang diambil dari orang kaya, dengan ketentuan dan syarat yang berlaku,
setelah terkumpul kemudian didistribusikan kepada mereka yang tidak mampu.
2. Waris dan nafkah.
Baik waris maupun nafkah, sama-sama untuk menjamin kebutuhan keluarga.
3. Hak mendapatkan
manfaat atas kekayaan milik umum, seperti hasil pengelolaan minyak, tambang
emas, batubara, nikel, dan sebagainya. Hasil pengelolaan kekayaan milik umum
ini didistribusikan kepada rakyat, baik dalam bentuk jaminan pendidikan, kesehatan,
keamanan, fasilitas perumahan, kebutuhan dasar, seperti air, listrik, dan
sebagainya.
4. Pemberian negara
khilafah kepada mereka yang membutuhkan dari kekayaan milik negara, seperti
tanah pertanian bagi yang mampu bercocok tanam, serta membiayai mereka dari
harta kharaj maupun jizyah.
Karena itu, dalam hal
ini, negara khilafah mempunyai peranan vital, antara lain:
a. Peran negara dalam
memastikan distribusi kekayaan yang adil dan merata, dalam bentuk barang maupun
jasa, kepada seluruh rakyat.
b. Mencegah
berhentinya distribusi kekayaan, seperti larangan menimbun uang [kanz ad-dzahab wa al-fidzzah], dan barang [ihtikar], termasuk diharamkannya riba, mafia,
kartel, manipulasi harga barang dan sebagainya. []
Sumber: Tabloid Media
Umat edisi 189
---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar