“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi
pemimpin-pemimpinmu, sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain.
Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya
orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberikan
petunjuk kepada orang-orang yang dzalim. Maka kamu akan melihat orang-orang ada
penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi
dan Nasrani), seraya berkata: ‘Kami takut akan mendapat bencana’. Mudah-mudahan
Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya) atau sesuatu keputusan
dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang
mereka rahasiakan dalam diri mereka.” (TQS. al-Maidah [5]: 51-52)
Tidak bolehnya
mengikuti yahudi dan nasrani bukan berarti boleh mengikuti selain mereka. Yang
dimaksudkan disini adalah haram mengikuti apa dan siapa saja yang bertentangan
dengan Islam. Haramnya mengangkat mereka menjadi pemimpin mengharuskan pula
bagi kita berlepas diri dari pemikiran dan tingkah laku mereka.
Loyalitas itu hanya
diberikan kepada Allah, kepada Rasul-Nya, ideologi Islam, orang-orang mukmin.
Allah Swt. berfirman:
“Dan barangsiapa
mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya,
maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang.” (TQS.
al-Maidah [5]: 56)
Loyalitas itu sesuatu
yang dilakukan oleh anggota badan dan hati sekaligus.
Sistem
Bathil Perlu Diganti
Di tengah-tengah
kenyataan hidup kaum Muslim yang menyakitkan ini berdiri gerakan Islam yang
melakukan aktitivitas untuk merubah kenyataan ini, memberikan alternatif yang
baik dan istimewa dengan pandangan menyeluruh, dengan Khilafah Islamiyah.
Metode pengubahan
masyarakat yang diakui syara’ mengharuskan kita untuk mengetahui realitas yang
menjadi tempat aktivitas. Setelah itu baru memunculkan dalil-dalil syara’ yang
berhubungan dengan fakta tersebut, dan memahaminya dengan pemahaman yang sesuai
dengan syara’.
Islam adalah agama
yang paripurna. Di dalam Islam dijumpai cara-cara ishlâh
(perbaikan) ketika faktanya memang membutuhkan ishlâh. Dijumpai pula cara-cara taghyîr
(perubahan total) apabila faktanya memang membutuhkan taghyîr.
Taghyîr bisa dilakukan terhadap individu, bisa
juga ditujukan untuk merubah keadaan masyarakat atau merubah kondisi
bangsa-bangsa dan umat. Taghyîr harus
dimulai dengan merubah asas yang darinya manusia, masyarakat atau kondisi
dibangun dengan asas tersebut. Sebab, setiap pemikiran cabang berasal dari
asasnya, termasuk pemahaman-pemahaman yang mengatur tingkah laku manusia dalam
kehidupan ini. Dengan asas ini serta apapun yang berkaitan dengannya (baik
berupa pemikiran cabang ataupun furu’),
manusia bisa berbahagia atau menderita; umat bisa bangkit bisa juga mundur.
Asas yang menjadi
landasan seorang muslim atau masyarakat Islam adalah akidah Islam. Setiap
perbuatan seorang muslim tidak boleh menyimpang. Begitu pula aktivitas Daulah
Islamiyah satupun tidak boleh keluar dari akidah Islam dan segala
konsekuensinya.
Adapun ishlâh, adalah perubahan menyangkut perkara
cabang atau furu’, bukan asasnya. Asas
yang ada dibiarkan, tidak dirubah. Hanya dibersihkan saja. Eksistensi asas itu
sendiri tetap diakui.
Jika asasnya itu ada,
akan tetapi muncul kotoran-kotoran yang menutupi sebagian ‘baju’nya, berupa
pemikiran-pemikiran yang mendominasinya, maka yang harus dilakukan dalam
kondisi ini adalah ishlâh bukan taghyîr. Yang dilakukan adalahnupaya untuk
menjernihkan kembali asasnya, lalu memperkuatnya agar kembali menyinari
perkara-perkara cabang, terutama di dalam penerapan praktis.
Seorang muslim yang
terpengaruh dengan tsaqafah (pemikiran)
Barat misalnya, yang harus dilakukan terhadapnya adalah mensucikan kembali
imannya dan menghilangkan segala kotoran yang menempel, agar orientasinya jelas
dan tingkah lakunya benar. Terhadap seorang muslim yang terjerumus dalam
perbuatan maksiat, yang harus dilakukan adalah memperkuat iman, mengubah
perbuatan, sehingga terwujud dorongan yang memacunya untuk bertakwa, sekaligus
berfungsi sebagai pengendali yang bisa mencegah dan menjaganya dari tindakan
maksiat.
Jika kita ingin
mengajak orang kafir masuk Islam, maka dakwah kita kepadanya adalah dakwah yang
bersifat taghyîr. Karena asas yang
dimilikinya, dan setiap perkara yang lahir dan terpancar dari asas tersebut
adalah batil. Wajib mengganti asasnya dengan asas yang benar. Oleh karena itu
kita tidak mengajak orang kafir untuk melakukan shalat sementara kita masih
membiarkan asas kafir yang dianutnya.
Apabila kita ingin
mengajak seorang muslim maka dakwah kita kepadanya adalah dakwah yang bersifat ishlâh, karena asas yang dimiliki muslim itu
benar. Meskipun demikian kita wajib menjauhkannya dari segala kotoran yang
menempel, yang menyebabkan orientasi dan konsistensinya melemah. Jadi, selama
asas itu masih ada, maka dia hanya memerlukan perbaikan yang bisa mengembangkan
dan menguatkannya, menyuburkan dan mensucikannya. Jika hal itu telah tercapai,
dengan sendirinya dia akan memiliki orientasi yang benar dan konsistensi yang
lurus.
Dengan demikian,
seorang muslim yang meminum khamar, berzina, mencuri atau melakukan transaksi
yang mengandung riba, atau berdiam diri dari aktivitas dakwah untuk melanjutkan
kehidupan Islam, maka orang semacam ini memerlukan pengobatan atas imannya. Dia
harus diingatkan kepada Allah yang Maha Pencipta dan Maha Mengatur, yang wajib
disembah dan ditaati. Wajib baginya untuk tidak melihat pada kecilnya dosa
tetapi kepada keagungan Pencipta. Ketika al-Khaliq memerintah dan melarang,
maka perintah dan larangan-Nya itu untuk kebaikan dirinya di dunia dan
akhiratnya. Diingatkan pula bahwa balasan bagi tindakan maksiat adalah dosa,
yang akan menjerumuskan pelakunya ke dalam Neraka. Dan balasan bagi ketaatan
adalah pahala, yang akan diperolehnya nanti pada hari kiamat dan berhak
memperoleh rahmat Rabbnya. Ingatannya diarahkan pada dahsyatnya hari kiamat dan
adzab jahanam, serta nikmatnya Surga. Dengan demikian, keimanannya akan
memacunya untuk berbuat taat dan meninggalkan maksiat. Dengan cara seperti ini
tingkah laku seorang muslim bisa diluruskan kembali. Oleh karena itu, kita
sekarang ini tatkala berdakwah kepada kaum Muslim sebagai individu-individu,
wajib memperhatikan bahwa mereka itu adalah muslim yang harus diperbaiki
pemikiran dan tingkah lakunya….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar