Khalifah mewakili umat dalam kekuasaan dan pelaksanaan syara’
BAB KHALIFAH (KEPALA NEGARA)
PASAL 24
Khalifah mewakili umat dalam kekuasaan dan pelaksanaan syara’.
KETERANGAN
- Khilafah adalah kepemimpinan umum untuk seluruh kaum muslimin di dunia untuk menegakkan hukum syara’ dan mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia.
- Kaum muslimin yang mengangkat khalifah sebagai kepala negara dengan jalan bai’at dari kaum muslimin. Adanya kewajiban ta’at kepadanya menunjukkan bahwa khalifah merupakan penguasa dan bahwa ia dipilih dan diangkat oleh kaum muslimin maka khalifah berarti mewakili kaum muslimin dalam hal kekuasaan dan ia diangkat untuk menerapkan hukum syara’.
PASAL 25
Khilafah
adalah aqad/perjanjian atas dasar sukarela dan pilihan. Tidak ada
paksaan bagi seseorang untuk menerima jabatan khilafah, dan tidak ada
paksaan bagi seseorang untuk memilih khalifah.
KETERANGAN
- Dalilnya adalah dalil untuk seluruh aqad bahwa aqad haruslah dengan keridhaan kedua belah pihak yang berakad.
- Khilafah merupakan akad yang dibangun atas dasar kerelaan dan kebebasan memilih karena akad khilafah merupakan bai’at untuk menta’ati seseorang yang mempunyai hak dita’ati dalam kekuasaaan (pemerintahan). Jadi harus ada kerelaan dari pihak yang di-bai’at untuk memegang jabatan khilafah dan kerelaan pihak yang membai’atnya. Dengan demikian seseorang tidak boleh dipaksa menerima jabatan khilafah begitu pula tidak boleh mengambil bai’at secara paksa dari masyarakat. Sabda Rasul : “Diangkat pena dari umatku karena kekeliruan, lupa dan apa yang dipaksakan kepadanya.” Ini umum menyangkut seluruh perbuatan dan akad termasuk akad khilafah. Dengan demikian akad khilafah yang disertai paksaan merupakan akad yang bathil.
PASAL 26
Setiap
muslim yang baligh, berakal, baik laki-laki maupun wanita berhak
memilih khalifah dan membai’atnya. Bagi orang-orang non-muslim tidak
diberikan hak pilih.
KETERANGAN
- Realitas khilafah menunjukkan adanya hak bagi setiap muslim untuk memilih dan membai’at khalifah. Hadits-hadits menunjukkan bahwa kaum musliminlah - baik laki-laki maupun perempuan - yang memilih dan membai’at khalifah. Dari ‘Ubadah bin Shamit ia berkata : “Kami membai’at Rasulullah SAW ….“ (HR. Muslim). Dari Ummu ‘Athiyah ia berkata : “kami membai’at Rasulullah SAW ….“ (HR. Bukhari). Juga perkataan Abdurrahman bin ‘Auf ketika diwakilkan kepadanya untuk mengambil pendapat kaum muslimin tentang siapa yang akan menjadi khalifah ia berkata : “Tidaklah aku tinggalkan seorang laki-lakipun dan tidak pula seorang perempuan kecuali aku mengambil pendapatnya.”
- Bagi non muslim tidak ada hak dalam hal demikian karena bai’at khalifah ini merupakan bai’at atas Al Qur'an dan As Sunnah dan non muslim tidak beriman kepada Al Qur'an dan As Sunnah itu. Yang beriman adalah muslim.
PASAL 27
Setelah
aqad khilafah sempurna dengan pembai’atan oleh pihak yang berhak
melakukan bai’at in‘iqad (pengangkatan), maka bai’at oleh kaum muslimin
lainnya adalah bai’at taat bukan bai’at in’iqad. Setiap orang yang
menunjukkan penolakan, dipaksa untuk berbai’at.
KETERANGAN
- Dalil yang mendasarinya adalah apa yang terjadi ketika pembai’atan Khulafaur Rasyidin yang empat karena hal itu menunjukkan adanya Ijma’ Shahabat. Pada bai’at Abu Bakar cukup dengan Ahlu al Halli wa al Aqdi di Madinah saja demikian juga dalam pembai’atan ‘Umar bin Khathab. Dalam pembai’atan ‘Utsman bin Affan cukup dengan diambil pendapat kaum muslimin di Madinah dan bai’at mereka saja. Dalam pembai’atan ‘Ali bin Abi Thalib cukup dengan bai’at penduduk Madinah dan mayoritas penduduk Kufah. Semua itu menunjukkan bahwa bukan keharusan seluruh kaum muslimin untuk mengambil bai’at untuk pengangkatan khalifah akan tetapi cukup dengan bai'at mereka yang menggambarkan seluruh kaum muslimin. Sedangkan kaum muslimin yang lain berbai’at dengan bai’at tha’at.
- Pemaksaan terhadap orang yang tidak mau berbai’at setelah sempurna bai’at in’iqad didasarkan kepada apa yang dilakukan khalifah ‘Abi bin Abi Thalib atas Mu’awiyah, Zubair, Thalhah, dan hal itu diketahui para shahabat dan mereka tidak ada yang mengingkari, maka hal itu menjadi Ijma’ di antara mereka (shahabat) akan kebolehannya.
PASAL 28
Tidak
seorang pun berhak menjadi khalifah kecuali setelah dipilih oleh kaum
muslimin, dan tidak seorang pun memiliki wewenang jabatan khilafah,
kecuali apabila telah sempurna aqadnya berdasarkan hukum syara’,
sebagaimana halnya pelaksanaan aqad-aqad lainnya di dalam Islam.
KETERANGAN
Khilafah
merupakan akad berdasarkan kerelaan dan kebebasan memilih. Realitanya
sebagai akad maka tidak sempurna akad khilafah kecuali dengan adanya dua
pihak yang berakad. Seseorang tidak menjadi khalifah kecuali setelah
dipilih dan diangkat oleh umat yakni diakadkan kepadanya secara syar’iy
secara sempurna.
Khalifah mewakili umat dalam kekuasaan dan pelaksanaan syara’
Dari Buku: Rancangan UUD Islami (AD DUSTÛR AL ISLÂMI)
Hizbut Tahrir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar