Orang-orang non-muslim dibiarkan memeluk aqidah dan menjalankan ibadahnya masing-masing
BAB HUKUM-HUKUM UMUM
PASAL 7 AYAT 2
Orang-orang non-muslim dibiarkan memeluk aqidah dan menjalankan ibadahnya masing-masing.
KETERANGAN
Sesuai dengan perintah yang bersifat umum dalam firman Allah : “Dan putuskanlah di antara mereka dengan apa yang diturunkan oleh Allah”
(QS. An Nisaa’ : 48). Seruan ini telah dikhususkan untuk selain aqidah
yang mereka yakini dan selain hukum dalam aqidah mereka dan selain
hukum–hukum yang didiamkan Rasul saw. Yaitu dikhususkan dengan firman
Allah :” Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam)” (QS. Al Baqarah : 256) dan sabda Rasul : ”Sesungguhnya barangsiapa yang tetap dalam keyahudiannya dan kenashraniannya tidak dipaksa (keluar) darinya”.
Dengan demikian seluruh perbuatan yang termasuk aqidah mereka sekalipun
menurut kita tidak masuk dalam aqidah atau perbuatan yang didiamkan
Rasul maka mereka tidak dipaksa, seperti perbuatan mereka meminum khamr
dsb, tidak dipaksa untuk ditinggalkan.
PASAL 7 AYAT 3
Orang-orang yang murtad dari Islam, atas mereka dijatuhkan hukum murtad jika mereka sendiri yang melakukan kemurtadan. Jika kedudukkannya sebagai anak-anak orang murtad
atau dilahirkan sebagai non-muslim, maka mereka diperlakukan bukan
sebagai orang Islam sesuai dengan kondisi mereka selaku orang-orang
musyrik atau ahli kitab.
KETERANGAN
- Islam telah menentukan hukum untuk orang murtad yaitu dibunuh jika tidak kembali. Sabda Rasul : ”Barangsiapa yang mengganti agamanya maka bunuhlah” (HR. Muslim). Dan dari Anas bin Malik, ia berkata : Dihadapkan ke hadapan khalifah ‘Umar bin Khathab maka ‘Umar berkata : “Wahai Anas apa yang dilakukan terhadap enam orang dari bani Bakar bin Waail yang mereka murtad dari Islam dan masuk musyrik ?” Jawab Anas : “Wahai Amirul Mukminin mereka dibunuh di lapangan. Umar menggeleng.” Aku bertanya : “Apakah ada jalan lain bagi mereka ?” Umar menjawab : “Ya, Engkau menawarkan Islam kepada mereka jika mereka menolak masukkan penjara”. Yakni hingga mereka bertaubat jika tidak bertaubat mereka dibunuh. Seseorang tidak serta merta dibunuh hanya begitu ia murtad sesuai dengan riwayat dari Jabir bahwa seorang perempuan yaitu Ummu Marwan murtad maka Nabi memerintahkan untuk menawarkan Islam kepadanya jika ia bertaubat, jika tidak bertaubat maka dibunuh. Hal tersebut berkaitan dengan orang yang murtad atas kehendaknya sendiri.
- Adapun anak orang yang murtad maka anak yang terlahir sebelum orang tuanya murtad maka ia dihukumi sebagai muslim. Jika anak tersebut mengikuti orang tuanya murtad maka ia dihukumi sebagai orang yang murtad.
- Jika anak tersebut lahir setelah orang tuanya murtad dan tidak dibunuh serta tetap dalam keyakinannya maka status si anak sesuai dengan keyakinan orang tuanya saat itu. Jika Yahudi maka si anak dihukumi sebagai Yahudi, jika Nashrani dihukumi sebagai Nashrani dan jika musyrik dihukumi sebagai musyrik. Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud ketika Rasul hendak membunuh ‘Uqbah bin Mu’ith beliau berkata : “Termasuk golongan apakah anaknya ?” Beliau berkata : “(Penghuni) neraka.” Dalam riwayat lain : ”Neraka bagi mereka dan bapak mereka”. Diriwayatkan bahwa Nabi ditanya tentang anak orang musyrik apakah mereka dibunuh (diperangi) bersama orang tuanya ? Beliau menjawab : ”Mereka (anak-anak itu ) bagian dari mereka (orang tuanya)“ (HR Bukhari dalam bab Ahlu Ad Daar kitab Al Jihad. Perlakuan kepada orang musyrik disamakan dengan ahlu kitab hanya saja sembelihan mereka (musyrik) tidak boleh dimakan dan wanita mereka tidak boleh dinikahi. Sabda Rasulullah berkaitan dengan Majusi Hajar : “Perlakukan mereka seperti perlakuan terhadap ahlu kitab hanya saja sembelihan mereka tidak dimakan dan wanita mereka tidak dinikahi” (Hadits dalam kitab Al Amwal oleh Abu ‘Ubaid)
PASAL 7 AYAT 4
Terhadap
orang-orang non-muslim, dalam hal makanan, minuman dan pakaian,
diperlakukan sesuai dengan agama mereka, dalam batas apa yang
diperbolehkan hukum-hukum syara’.
KETERANGAN
Rasulullah mendiamkan (men-taqrir)
orang Yahudi dan Nashrani meminum khamr, pernikahan dan thalaq sesuai
agama mereka. Maka diamnya Rasul tersebut menjadi takhsis bagi keumuman
dalil yang ada. Hanya saja jika seorang muslim menikah dengan wanita
ahli kitab (yang memang diperbolehkan) maka diterapkan hukum pernikahan
dan thalaq menurut hukum Islam. Sedangkan jika wanita muslimah dinikahi
laki-laki Ahli Kitab maka pernikahannya bathil sehingga haram seorang
wanita muslimah dinikahi oleh laki-laki non muslim apapun agamanya.
Sesuai dengan firman Allah : “Janganlah
kalian kembalikan mereka wanita muslimah itu kepada laki-laki kafir,
mereka (wanita muslimah) tidak halal untuk mereka (laki-laki kafir) dan
laki-laki kafir itu tidak halal bagi wanita muslimah.” (QS. Al Mumtahanah : 10)
Orang-orang non-muslim dibiarkan memeluk aqidah dan menjalankan ibadahnya masing-masing
Dari Buku: Rancangan UUD Islami (AD DUSTÛR AL ISLÂMI)
Hizbut Tahrir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar