Kesalahan Paham Kebebasan
Adapun ide kebebasan individu, sesungguhnya merupakan salah satu ide
yang paling menonjol dalam demokrasi. Ide ini dianggap sebagai salah
satu pilar penting dalam demokrasi, sebab dengan ide ini tiap-tiap
individu akan dapat melaksanakan dan menjalankan kehendaknya seperti
yang diinginkannya tanpa tekanan atau paksaan. Rakyat dianggap tidak
akan dapat mengekspresikan kehendak umumnya kecuali dengan terpenuhinya
kebebasan individu bagi seluruh rakyat.
Kebebasan individu merupakan suatu ajaran suci dalam sistem demokrasi,
sehingga baik negara maupun individu tidak dibenarkan melanggarnya.
Sistem demokrasi kapitalis menganggap bahwa adanya peraturan yang
bersifat individualistik, serta pemeliharaan dan penjagaan terhadap
kebebasan individu, merupakan salah satu tugas utama negara.
Kebebasan individu yang dibawa demokrasi tidak dapat diartikan sebagai
pembebasan bangsa-bangsa terjajah dari negara-negara penjajahnya yang
telah mengeksploitir dan merampas kekayaan alamnya. Sebabnya karena ide
penjajahan tiada lain adalah salah satu buah dari ide kebebasan
kepemilikan, yang justru dibawa oleh demokrasi itu sendiri.
Demikian pula kebebasan individu tidak berarti pembebasan dari perbudakan, sebab budak saat ini sudah tidak ada lagi.
Yang dimaksud dengan kebebasan individu tiada lain adalah empat macam kebebasan berikut ini :
1. Kebebasan beragama.
2. Kebebasan berpendapat.
3. Kebebasan kepemilikan.
4. Kebebasan bertingkah laku.
Keempat macam kebebasan ini tidak ada dalam kamus Islam, sebab seorang
muslim wajib mengikatkan diri dengan hukum syara' dalam seluruh
perbuatannya. Seorang muslim tidak dibenarkan berbuat sekehendaknya.
Dalam Islam tidak ada yang namanya kebebasan kecuali kebebasan budak
dari perbudakan, sedang perbudakan itu sendiri sudah lenyap sejak lama.
Keempat macam kebebasan tersebut sangat bertentangan dengan Islam dalam
segala aspeknya sebagaimana penjelasan kami berikutnya.
***
Kebebasan beragama berarti seseorang berhak meyakini suatu aqidah yang
dikehendakinya, atau memeluk agama yang disenanginya, tanpa tekanan atau
paksaan. Dia berhak pula meninggalkan aqidah dan agamanya, atau
berpindah kepada aqidah baru, agama baru, atau berpindah kepada
kepercayaan non-agama (Animisme/paganisme). Dia berhak pula melakukan
semua itu sebebas-bebasnya tanpa ada tekanan atau paksaan. Jadi, seorang
muslim, misalnya, berhak berganti agama untuk memeluk agama Kristen,
Yahudi, Budha, atau Komunisme dengan sebebas-bebasnya, tanpa boleh ada
larangan baginya dari negara atau pihak lain untuk mengerjakan semua
itu.
Sedangkan Islam, telah mengharamkan seorang muslim meninggalkan Aqidah
Islamiyah atau murtad untuk memeluk agama Yahudi, Kristen, Budha,
komunisme, atau kapitalisme. Siapa saja yang murtad dari agama Islam
maka dia akan diminta bertaubat. Jika dia kembali kepada Islam, itulah
yang diharapkan. Tapi kalau tidak, dia akan dijatuhi hukuman mati,
disita hartanya, dan diceraikan dari isterinya. Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ بَدَّلَ دِيْنَهُ فَاقْتُلُوهُ
"Barangsiapa mengganti agamanya (Islam), maka jatuhkanlah hukuman mati atasnya." (HR. Muslim, dan Ashhabus Sunan)
Jika yang murtad adalah sekelompok orang, dan mereka tetap bersikeras
untuk murtad, maka mereka akan diperangi hingga mereka kembali kepada
Islam atau dibinasakan. Hal ini seperti yang pernah terjadi pada
orang-orang murtad setelah wafatnya Rasulullah tatkala Abu Bakar
memerangi mereka dengan sengit sampai sebagian orang yang tidak terbunuh
kembali kepada Islam.
***
Adapun kebebasan berpendapat dalam sistem demokrasi, mempunyai arti
bahwa setiap individu berhak untuk mengembangkan pendapat atau ide apa
pun, bagaimana pun juga pendapat atau ide itu. Dia berhak pula
menyatakan atau menyerukan ide atau pendapat itu dengan sebebas-bebasnya
tanpa ada syarat atau batasan apapun, bagaimana pun juga ide dan
pendapatnya itu. Dia berhak pula mengungkapkan ide atau pendapatnya itu
dengan cara apapun, tanpa ada larangan baginya untuk melakukan semua itu
baik dari negara atau pihak lain, selama dia tidak mengganggu kebebasan
orang lain. Maka setiap larangan untuk mengembangkan, mengungkapkan,
dan menyebarluaskan pendapat, akan dianggap sebagai pelanggaran terhadap
kebebasan.
Ketentuan ajaran Islam dalam masalah ini sangatlah berbeda. Seorang
muslim dalam seluruh perbuatan dan perkataannya wajib terikat dengan apa
yang terkandung dalam nash-nash syara'. Dengan demikian dia tidak boleh
melakukan suatu perbuatan atau mengucapkan suatu perkataan kecuali jika
dalil-dalil syar'i telah membolehkannya.
Atas dasar itulah, maka seorang muslim berhak mengembangkan,
menyatakan, dan menyerukan pendapat apapun, selama dalil-dalil syar'i
telah membolehkannya. Tapi jika dalil-dalil syar'i telah melarangnya,
maka seorang muslim tidak boleh mengembangkan, menyatakan, atau
menyerukan pendapat tersebut. Jika dia tetap melakukannya, dia akan
dikenai sanksi.
Jadi seorang muslim itu wajib terikat dengan hukum-hukum syara' dalam
mengembangkan, menyatakan, dan menyerukan suatu pendapat. Dia tidak
bebas untuk melakukan semaunya.
Islam sendiri telah mewajibkan seorang muslim untuk mengucapkan
kebenaran di setiap waktu dan tempat. Dalam hadits Ubadah bin Ash Shamit
ra, disebutkan:
...وَ أَنْ نَقُولَ بِالحَقِّ حَيْثُمَا كُنَّا ، لاَ نَخَافُ فِي اللهِ لَوْمَةَ لاَئِمٍ
"...dan
kami akan mengatakan kebenaran di mana pun kami berada. Kami tidak
takut karena Allah terhadap celaan orang yang mencela."
Demikian pula Islam telah mewajibkan kaum muslimin untuk menyampaikan
pendapat kepada penguasa dan mengawasi serta mengoreksi tindakan mereka.
Diriwayatkan dari Ummu 'Athiyah dari Abu Sa'id ra, bahwa Rasulullah SAW
bersabda:
أَفْضَلُ الجِهَادِ كَلِمَةُ حَقٍّ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ
"Jihad paling utama adalah (menyampaikan) perkataan yang haq kepada penguasa yang zhalim."
Dirawayatkan pula dari Abu Umamah ra bahwa Rasulullah SAW pernah ditanya oleh seseorang pada saat melempar jumrah aqabah, "Jihad apa yang paling utama, wahai Rasulullah? Maka Rasulullah SAW menjawab :
كَلِمَةُ حَقٍّ تُقَالُ عِنْدَ ذِي سُلْطَانٍ جَائِرٍ
"Yaitu menyampaikan perkataan yang haq kepada penguasa yang zhalim."
Rasululah SAW pernah bersabda pula :
سَيِّدُ الشُّهَدَاءِ حَمْزَةُ وَ رَجُلٌ قَامَ إِلَى إِمَامٍ جَائِرٍ فَنَصَحَهُ فَقَتَلَهُ
"Pemimpin
para syuhada adalah Hamzah dan seseorang yang berdiri di hadapan Imam
yang zhalim, kemudian dia menasehati Imam itu, lalu Imam itu
membunuhnya."
Tindakan yang demikian ini bukanlah suatu kebebasan berpendapat,
melainkan keterikatan dengan hukum-hukum syara', yakni kebolehan
menyampaikan pendapat dalam satu keadaan, dan kewajiban menyampaikan
pendapat dalam keadaan lain.
***
Adapun kebebasan kepemilikan — yang telah melahirkan sistem ekonomi
kapitalisme, yang selanjutnya melahirkan ide penjajahan terhadap
bangsa-bangsa di dunia serta perampokan kekayaan alamnya — mempunyai
arti bahwa seseorang boleh memiliki harta (modal), dan boleh
mengembangkannya dengan sarana dan cara apapun. Seorang penguasa
dianggap berhak memiliki harta dan mengembangkannya melalui
imperialisme, perampasan dan pencurian harta kekayaan alam dari
bangsa-bangsa yang dijajah. Seseorang dianggap pula berhak memiliki dan
mengembangkan harta melalui penimbunan dan mudharabah
(usaha-usaha komanditen/trustee) mengambil riba, menyembunyikan cacat
barang dagangan, berlaku curang dan menipu, menetapkan harga tinggi
secara tidak wajar, mencari uang dengan judi, zina, homoseksual,
mengeksploitir tubuh wanita, memproduksi dan menjual khamr, menyuap, dan
atau menempuh cara-cara lainnya.
Sedangkan ajaran Islam, sangat bertolak belakang dengan ide kebebasan
kepemilikan harta tersebut. Islam telah memerangi ide penjajahan
bangsa-bangsa serta ide perampokan dan penguasaan kekayaan alam
bangsa-bangsa di dunia. Islam juga menentang praktik riba baik yang
berlipat ganda maupun yang sedikit. Seluruh macam riba dilarang. Di
samping itu Islam telah menetapkan adanya sebab-sebab kepemilikan harta,
sebab-sebab pengembangannya, dan cara-cara pengelolaannya. Islam
mengharamkan ketentuan di luar itu semua. Islam mewajibkan seorang
muslim untuk terikat dengan hukum-hukum syara' dalam usahanya untuk
memiliki, mengem-bangkan, dan mengelola harta. Islam tidak memberikan
kebebasan kepadanya untuk mengelola harta sekehendak-nya, tetapi Islam
telah mengikatnya dengan hukum-hukum syara', dan mengharamkannya untuk
memiliki dan mengembangkan harta secara batil. Misalnya dengan cara
merampas, merampok, mencuri, menyuap, mengambil riba, berjudi, berzina,
berhomoseksual, menutup-nutupi kecacatan barang dagangan, berlaku curang
dan menipu, menetapkan harga tinggi dengan tidak wajar, memproduksi dan
menjual khamr, mengeksploitir tubuh wanita, dan cara-cara lain yang
telah diharamkan sebagai jalan untuk memiliki dan mengembangkan harta.
Semua itu merupakan sebab-sebab pemilikan dan pengembangan harta yang
dilarang Islam. Dan setiap harta yang diperoleh melalui jalan-jalan itu,
berarti haram dan tidak boleh dimiliki. Pelakunya akan dijatuhi sanksi.
Dengan demikian jelaslah bahwa kebebasan kepemilikan harta itu tidak
ada dalam ajaran Islam. Bahkan sebaliknya, Islam mewajibkan setiap
muslim untuk terikat dengan hukum-hukum syara' dalam hal kepemilikan,
pengembangan, dan pengelolaan harta. Dia tidak boleh melanggar
hukum-hukum itu.
***
Mengenai kebebasan bertingkah laku, artinya adalah kebebasan untuk
lepas dari segala macam ikatan dan kebebasan untuk melepaskan diri dari
setiap nilai kerohanian, akhlak, dan kemanusiaan. Juga berarti kebebasan
untuk memporak-porandakan keluarga dan untuk membubarkan atau
melestarikan institusi keluarga. Kebebasan ini merupakan jenis kebebasan
yang telah menimbulkan segala kebinasaan dan membolehkan segala sesuatu
yang telah diharamkan.
Kebebasan inilah yang telah menjerumuskan masyarakat Barat menjadi
masyarakat binatang yang sangat memalukan dan membejatkan moral
individu-individunya sampai ke derajat yang lebih hina daripada binatang
ternak.
Kebebasan ini menetapkan bahwa setiap orang dalam perilaku dan
kehidupan pribadinya berhak untuk berbuat apa saja sesuai dengan
kehendaknya, sebebas-bebasnya, tanpa boleh ada larangan baik dari negara
atau pihak lain terhadap perilaku yang disukainya. Ide kebebasan ini
telah membolehkan seseorang untuk melakukan perzinaan, homoseksual,
lesbianisme, meminum khamr, bertelanjang, dan melakukan perbuatan apa
saja — walaupun sangat hina — dengan sebebas-bebasnya tanpa ada ikatan
atau batasan, tanpa tekanan atau paksaan.
Hukum-hukum Islam sangat bertentangan dengan kebebasan bertingkah laku
tersebut. Tidak ada kebebasan bertingkah laku dalam Islam. Seorang
muslim wajib terikat dengan perintah dan larangan Allah dalam seluruh
perbuatan dan tingkah lakunya. Haram baginya melakukan perbuatan yang
diharamkan Allah. Jika dia mengerjakan suatu perbuatan yang diharamkan,
berarti dia telah berdosa dan akan dijatuhi hukuman yang sangat keras.
Islam telah mengharamkan perzinaan, homoseksual, lesbianisme, minuman
keras, ketelanjangan, dan hal-hal lain yang merusak. Untuk masing-masing
perbuatan itu Islam telah menetapkan sanksi tegas yang dapat membuat
jera pelakunya.
Islam memerintahkan muslim berakhlaq mulia dan terpuji, juga menjadikan
masyarakat Islam sebagai masyarakat yang bersih dan sangat memelihara
kehormatannya serta penuh dengan nilai-nilai yang mulia.
***
Dari seluruh penjelasan di atas, nampak dengan sangat jelas bahwa
peradaban Barat, nilai-nilai Barat, pandangan hidup Barat, demokrasi
Barat, dan kebebasan individu, seluruhnya bertentangan secara total
dengan hukum-hukum Islam.
Seluruhnya merupakan ide-ide, peradaban, peraturan, dan undang-undang
kufur. Oleh karenanya adalah suatu kebodohan dan upaya penyesatan kalau
ada yang mengatakan demokrasi itu adalah bagian dari ajaran Islam. Juga
suatu kebodohan dan penyesatan kalau dikatakan demokrasi itu identik
dengan sistem syura (permusyawaratan) itu sendiri, atau identik dengan
amar ma'ruf nahi munkar, dan atau mengoreksi tingkah laku penguasa.
Syura, amar ma'ruf nahi munkar, dan mengoreksi penguasa, adalah
hukum-hukum syara', yang telah ditetapkan Allah SWT. Kaum muslimin telah
diperintahkan untuk mengambil dan melaksanakannya dengan anggapan bahwa
semua itu adalah hukum-hukum syara'.
Sedangkan demokrasi bukanlah hukum-hukum syara' dan tidak berasal dari
peraturan Allah. Demokrasi adalah buatan manusia dan peraturan buatan
manusia.
Demokrasi bukan syura, karena syura artinya adalah memberikan pendapat.
Sedangkan demokrasi, sebenarnya merupakan suatu pandangan hidup dan
kumpulan ketentuan untuk seluruh konstitusi, undang-undang, dan
peraturan, yang telah dibuat oleh manusia menurut akal mereka sendiri.
Mereka menetapkan ketentuan-ketentuan itu berdasarkan kemaslahatan yang
dipertimbangkan menurut akal, bukan menurut wahyu dari langit.
Maka dari itu, kaum muslimin haram mengambil dan menyebarluaskan
demokrasi serta mendirikan partai-partai politik yang berasaskan
demokrasi. Haram pula bagi mereka menjadikan demokrasi sebagai pandangan
hidup dan menerapkannya; atau menjadikannya sebagai asas bagi
konstitusi dan undang-undang atau sebagai sumber bagi konstitusi dan
undang-undang; atau sebagai asas bagi sistem pendidikan dan penentuan
tujuannya.
Kaum muslim wajib membuang demokrasi sejauh-jauhnya karena demokrasi adalah najis dan merupakan hukum thaghut.
Demokrasi adalah sistem kufur, yang mengandung berbagai ide, peraturan,
dan undang-undang kufur. Demokrasi tidak ada hubungannya dengan Islam
sama sekali.
Demikian pula kaum muslimin wajib menerapkan dan melaksanakan seluruh
ajaran Islam dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
وَمَنْ
يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الهُدَى وَ
يَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيْلِ المُؤْمِنِيْنَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلِّى وَ
نُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَ سَاءَتْ مَصِيْرًا
"Dan
siapa saja yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan
mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu'min, Kami biarkan mereka
berkuasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami
masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat
kembali." (QS. An Nisaa' : 115)
Telah
selesai dengan pertolongan dan karunia Allah SWT, pada hari Ahad
tanggal 3 Dzulqa'dah 1410 H, bertepatan dengan tanggal 17 Mei 1990 M.
Kesalahan Paham Kebebasan
Dari Buku: DEMOKRASI : SISTEM KUFUR
HARAM Mengambilnya, Menerapkannya, dan Menyebarluaskannya
ABDUL QADIM ZALLUM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar