Unduh BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Sabtu, 08 Oktober 2016

Rasul SAW Berhasil Menegakkan Negara Islam


 

 
Daulah Islam haruslah ditegakkan dengan benar, secara syar’i, sehingga menjadi negara yang agung bobotnya, kuat kekuasaannya. Negara yang tidak di bawah kendali atau dominasi negara lain, mandiri militernya, sanggup menerapkan Islam di dalam negeri dan mengembannya ke luar negeri dengan dakwah dan jihad futuhat. Negara yang membuat negara-negara kafir gemetar. Negara Islam yang dicintai oleh Allah Swt., Rasul-Nya dan kaum Mukmin; yang memasukkan kebahagiaan di hati kaum Muslim dan memasukkan kemuliaan di negeri mereka.

Rasulullah akhirnya mendapat kesempatan berbicara dengan sekelompok yang datang dari Yatsrib (Madinah) ke kota Makkah yang merupakan sekutu Quraisy. Mereka dipimpin oleh Abu al-Haisar dan Anas bin Rafi’. Bersamanya ikut sekelompok orang dari Bani Asyhal, termasuk Iyas bin Mu’adz. Mereka merupakan representasi dari kabilah Khazraj yang merupakan kabilah Madinah yang kuat dan ahli perang. Kemudian Rasulullah berbicara dengan sekelompok pemuka Khazraj yang berjumlah 6 orang. Merekapun rela dengan tugas meyakinkan kaumnya. Sehingga pertolongan/perlin­dungan (nushrah) didapatkan melalui mereka.

Patut dicatat, sekelompok dari kabilah Khazraj tersebut mau menerima dakwah Rasulullah Saw. meskipun mereka mengetahui bahwa Beliau Saw. beserta gerakannya dipandang sebelah mata oleh mayoritas warga, ditolak, didustakan, dilarang dan ditindas oleh para petinggi Makkah.

Pada tahun berikutnya, mereka kembali menemui Rasulullah Saw. Jumlah mereka pada saat itu adalah 12 orang. Pada pertemuan itu terjadilah peristiwa Bai’at Aqabah I.
“'Ubadah bin Ash Shamit adalah sahabat yang ikut perang Badar dan juga salah seorang yang ikut bersumpah pada malam Aqobah, dia berkata; bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda ketika berada di tengah-tengah sebagian sahabat:
بَايِعُونِي عَلَى أَنْ لَا تُشْرِكُوا بِاللَّهِ شَيْئًا وَلَا تَسْرِقُوا وَلَا تَزْنُوا وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ وَلَا تَأْتُوا بِبُهْتَانٍ تَفْتَرُونَهُ بَيْنَ أَيْدِيكُمْ وَأَرْجُلِكُمْ وَلَا تَعْصُوا فِي مَعْرُوفٍ فَمَنْ وَفَى مِنْكُمْ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ وَمَنْ أَصَابَ مِنْ ذَلِكَ شَيْئًا فَعُوقِبَ فِي الدُّنْيَا فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَهُ وَمَنْ أَصَابَ مِنْ ذَلِكَ شَيْئًا ثُمَّ سَتَرَهُ اللَّهُ فَهُوَ إِلَى اللَّهِ إِنْ شَاءَ عَفَا عَنْهُ وَإِنْ شَاءَ عَاقَبَهُ

“Berbai'atlah kalian kepadaku untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak kalian, tidak membuat kebohongan yang kalian ada-adakan antara tangan dan kaki kalian, tidak bermaksiat dalam perkara yang ma'ruf. Barangsiapa di antara kalian yang memenuhinya maka pahalanya ada pada Allah dan barangsiapa yang melanggar dari hal tersebut lalu Allah menghukumnya di dunia maka itu adalah kafarat baginya, dan barangsiapa yang melanggar dari hal-hal tersebut kemudian Allah menutupinya (tidak menghukumnya di dunia) maka urusannya kembali kepada Allah, jika Dia mau dimaafkannya atau disiksanya." Maka kami membai'at Beliau untuk perkara-perkara tersebut.” (Shahih Bukhari no.17)

Lalu dikirimlah Mush’ab bin Umair ke kota Madinah untuk membina orang-orang yang telah memeluk Islam, menyebarluaskan risalah Islam, meraih dukungan dari tokoh-tokoh kabilah, dan mempersiapkan pondasi masyarakat untuk membangun peradaban Islam dalam format Daulah Islamiyah. Pada musim haji tahun berikutnya datang 73 laki-laki dan 2 orang wanita dari Madinah. Mereka bersedia menyerahkan loyalitasnya hanya kepada Allah dan Rasul-Nya, serta siap sedia untuk membela dan memperjuangkan risalah Islam dari ancaman musuh-musuh Islam. Peristiwa tersebut dikenal sebagai Bai’at Aqabah II.

Pada tahun ke-12 kenabian, Rasulullah mendapatkan nushrah dari kaum Anshar. Kaum yang juga telah dibina itu menyerahkan kekuasaan mereka di Yatsrib (Madinah) kepada Rasulullah Saw. tanpa syarat. Kaum Anshar termasuk para petingginya ridha dengan sistem yang diridhai Allah dan Rasul-Nya serta meninggalkan sistem kufur sepenuhnya.

Keberhasilan thalab an-nushrah ini ditandai dengan peristiwa Bai’at ‘Aqabah I dan II. Bai’at ‘Aqabah I adalah bai’at oleh kaum Anshar untuk menyatakan keIslaman, disertai dengan segala konsekuensinya, seperti meninggalkan zina, tidak mencuri, dan sebagainya. Sedangkan Bai’at ‘Aqabah II adalah bai’at untuk memberikan perlindungan kepada Nabi dan Islam, sebagaimana melindungi diri, harta dan keluarga mereka. Karena itu, Bai’at II ini menandai penyerahan kekuasaan dari kaum Anshar kepada Nabi Saw. secara de yure.

Dari Jabir bin Abdullah disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Kalian (kaum Anshor) berbaiat kepadaku untuk mendengar dan taat baik dalam keadaan semangat maupun malas, dan berinfak baik dalam keadaan lapang maupun sempit. Untuk ber-amar ma'ruf dan nahi munkar. Kalian berkata karena Allah untuk tidak takut karena Allah terhadap orang yang mencela. Kalian menolongku dan menghalangi (musuh) jika saya datang kepada kalian sebagaimana kalian melindungi kalian sendiri, istri-istri kalian dan anak-anak kalian. Niscaya kalian mendapatkan Syurga." (HR. Ahmad no.13934)

Sebelum kekuasaan Islam terwujud memang telah terjadi pembinaan Islam yang sangat intensif di tengah-tengah masyarakat Madinah oleh Sahabat Beliau Saw., Mush’ab bin Umair ra. Akhirnya, Islam menjadi opini umum di tengah-tengah masyarakat Madinah kurang lebih hanya dalam waktu 1 tahun. Pada saat itulah, para pemimpin dari suku Aus dan Khazraj akhirnya memberikan penuh dukungan dan kekuasaannya kepada Nabi Saw. melalui peristiwa Baiat Aqabah II di Bukit Aqabah. Daulah Islam ditegakkan, dengan izin Allah, melalui tangan-tangan ksatria yang perdagangan dan jual-beli tidak bisa melenakan mereka dari mengingat Allah.

Setelah Bai’at Aqabah II itu, Nabi Saw. menyuruh para sahabat untuk hijrah ke Madinah. Baginda Saw. dengan ditemani Abu Bakar ra. kemudian menyusul mereka.

“dari 'Aisyah radliallahu 'anha, dia berkata, "Abu Bakar pernah meminta izin kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam untuk hijrah ketika gangguan (orang-orang Quraisy) semakin menjadi-jadi, lalu Beliau bersabda kepadanya: "Berdiam saja dulu." Abu Bakar berkata, "Wahai Rasulullah, apakah anda hendak menunggu perintah (Allah)?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Aku berharap hal itu." (Shahih Bukhari no.3784)

Suraqah bin Ju'syam berkata: “Aku berkata kepada Beliau (Saw.): "Sesungguhnya kaum anda telah membuat sayembara berhadiah atas engkau." Lalu aku menceritakan kepada mereka apa yang sedang diinginkan oleh orang-orang atas diri Beliau. Kemudian aku menawarkan kepada mereka berdua perbekalan dan harta bendaku, namun keduanya tidaklah mengurangi dan meminta apa yang ada padaku. Akan tetapi Beliau berkata: "Rahasiakanlah keberadaan kami." (Shahih Bukhari no. 3616) Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melanjutkan perjalanan.

Ibnu Syihab berkata; telah mengabarkan kepadaku 'Urwah bin Az Zubair: “Kaum Muslimin di Madinah telah mendengar keluarnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dari Makkah, dan mereka setiap pagi pergi ke Harrah untuk menyambut kedatangan Beliau sampai udara terik tengah hari memaksa mereka untuk pulang. Pada suatu hari, ketika mereka telah kembali ke rumah-rumah mereka, setelah menanti dengan lama, seorang laki-laki Yahudi naik ke atas salah satu dari benteng-benteng mereka untuk keperluan yang akan dilihatnya, tetapi dia melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan shahabat-shahabatnya berpakaian putih yang hilang timbul ditelan fatamorgana (terik panas). Orang Yahudi itu tidak dapat menguasai dirinya untuk berteriak dengan suaranya yang keras: "Wahai orang-orang Arab, inilah pemimpin kalian yang telah kalian nanti-nantikan." Serta merta Kaum Muslimin berhamburan mengambil senjata-senjata mereka dan menyongsong kedatangan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di punggung Harrah. Beliau berdiri berjajar dengan mereka di sebelah kanan hingga Beliau singgah di Bani 'Amru bin 'Auf. Hari itu adalah hari Senin bulan Rabi'ul Awwal.” (Shahih Bukhari no. 3616)

Sesampainya, Beliau disambut sebagai seorang pemimpin dan kepala negara Islam, de facto. Semuanya ini membutuhkan waktu, karena memang Nabi Saw. hendak mewujudkan negara, membangun masyarakat dan peradaban yang luhur nan mulia.

Allah Swt. memberikan janji pertolongan-Nya kepada umat Islam yang berjuang sesuai tuntunan-Nya.
وَلَيَنْصُرَنَّ اللهُ مَنْ يَنْصُرُهُ إِنَّ اللهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ
“Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (QS. Al Hajj: 40)

وَمَا النَّصْرُ إِلَّا مِنْ عِندِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. al-Anfal [8]: 10)

Jadi, thalabun-nushrah adalah ujung dari satu-satunya metode sahih dalam usaha meraih kekuasaan untuk Islam, karena hal ini ditunjukkan secara nyata oleh Baginda Rasulullah Saw. dalam perjuangannya. 


“Katakanlah, “Kebenaran telah datang dan kebathilan telah lenyap. Sungguh, kebatilan itu pasti lenyap.” (QS. al-Isra’ [17]: 81)

Tugas umat Islam adalah menyampaikan kebenaran apa adanya. Ketika kebenaran tampak maka kebathilan akan lenyap. Kebathilan hanya akan tampak kebathilannya dan akan kalah ketika kebenaran disuarakan dengan lantang.


“Sebenarnya Kami melontarkan yang haq kepada yang bathil lalu yang haq itu menghancurkannya, maka dengan serta merta yang bathil itu lenyap. Dan kecelakaanlah bagimu disebabkan kamu mensifati (Allah dengan sifat-sifat yang tidak layak bagi-Nya).” (QS al-Anbiya’ [21]:18)

Tanpa amar ma’ruf nahi munkar yang terang maka kebathilan akan terus merajalela. Diam dari menyatakan kebenaran adalah amalan yang buruk. Membiarkan kebathilan adalah amalan yang buruk.

Harus diingat, thalabun nushrah adalah aktivitas politik, bukan aktivitas militer. Aktivitas militer bisa dilakukan bersama ahlun-nushrah setelah terwujud kekuasaan dan kekuatan riil itu bagi Islam. Setelah tegaknya daulah Islam tentu kekuatan militer menjadi kebutuhan yang wajib untuk terus diperkuat....


Download BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam