Unduh BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Rabu, 27 April 2011

Pondasi Negara Pemerintahan Islam - Kekuasaan Milik Umat

Pondasi Negara Pemerintahan Islam - Kekuasaan Milik Umat



....

B. Kekuasaan Milik Umat

   Adapun pilar kedua, yaitu kekuasaan di tangan umat, diambil dari fakta bahwa syara' telah menjadikan pengangkatan khalifah oleh umat, di mana seorang khalifah hanya memiliki kekuasaan melalui bai'at. Dalil bahwa syara' telah menjadikan pengangkatan khalifah oleh umat adalah tegas sekali di dalam hadits-hadits tentang bai'at. Diriwayatkan dari Ubadah Bin Shamit yang berkata:

"Kami telah membaiat Rasulullah Saw. untuk setia mendengarkan dan mentaati perintahnya, baik dalam keadaan yang kami senangi ataupun tidak kami senangi." (Shahih Bukhari no. 7199)

Dari Jarir Bin Abdillah yang berkata:

"Aku membaiat Nabi Saw. untuk mendengar dan mentaati perintahnya."

Dari Abi Hurairah yang berkata:

"Ada tiga orang yang pada hari kiamat nanti, di mana Allah SWT. tidak akan mengajak bicara mereka, tidak mensucikan mereka, dan mereka akan mendapatkan siksa yang pedih. Pertama, orang yang memiliki kelebihan air di jalan namun melarang ibnu sabil (musafir yang kehabisan bekal) memanfaatkannya. Kedua, orang yang telah membaiat imam tetapi hanya karena pamrih keduniaan; jika diberi apa yang diinginkan maka ia menepati baiatnya, kalau tidak ia tidak akan menepatinya. Ketiga, orang yang menjual barang dagangan kepada orang lain setelah waktu 'Ashar, lalu dia bersumpah demi Allah bahwa dia telah diberi keuntungan dengan dagangan itu segini dan segini (dia telah menjual dengan harga tertentu), orang itu (calon pembeli) mempunyainya lalu membeli dagangan tersebut, padahal dia (penjual) tidak diberi keuntungan dengan dagangan itu (belum menjual dengan harga tersebut)."

Bai'at tersebut diberikan oleh kaum muslimin kepada khalifah, bukan oleh khalifah kepada kaum muslimin, karena merekalah yang membai'at khalifah, di mana merekalah yang sebenarnya mengangkat khalifah sebagai penguasa mereka. Yang terjadi pada masa Khulafaur Rasyidin adalah bahwa mereka telah menjadi khalifah dengan cara mengambil bai'at dari tangan umat. Mereka juga tidak akan menjadi khalifah, kalau tidak dengan bai'at dari umat yang diberikan kepada mereka.

   Sedangkan khalifah memiliki kekuasaan karena dibai'at adalah jelas dan tegas berdasarkan hadits-hadits at tha'at (keharusan taat kepada imam) dan hadits-hadits kesatuan khilafah. Diriwayatkan dari Abdullah Bin Amru Bin Ash yang berkata: "Bahwa dia pernah mendengarkan Rasulullah Saw. bersabda:

"Siapa saja yang telah membai'at seorang imam, lalu ia memberikan uluran tangan dan buah hatinya, hendaklah mentaatinya jika ia mampu. Apabila ada orang lain yang hendak merebutnya maka penggallah leher orang itu."

Dari Nafi' yang berkata: "Abdullah Bin Umar berkata kepadaku: 'Aku mendengarkan Rasulullah Saw. bersabda:

"Siapa saja yang melepaskan tangan dari ketaatan kepada Allah, ia akan bertemu dengan Allah di hari kiamat tanpa mempunyai hujjah, dan siapa saja yang mati sedangkan di atas pundaknya tidak ada bai'at, maka ia mati dalam keadaan mati jahiliyah."

Dari Ibnu Abbas dari Rasulullah Saw. bersabda:

"Siapa saja yang membenci sesutu dari pemimpinnya, hendaklah ia tetap bersabar. Sebab, siapa saja yang keluar (memberontak) dari penguasa sejengkal saja kemudian mati dalam keadaan demikian, maka matinya adalah seperti mati jahiliyah."

Dari Abu Hurairah dari Nabi Saw. bersabda:

"Dahulu, Bani Israil selalu dipimpin dan dipelihara urusannya oleh para nabi. Setiap kali seorang nabi meninggal, digantikan oleh nabi yang lain. Sesungguhnya tidak akan ada nabi sesudahku. (Tetapi) nanti akan banyak khalifah'. Para sahabat bertanya: 'Apakah yang engkau perintahkan kepada kami?' Beliau menjawab: 'Penuhilah bai'at yang pertama dan yang pertama saja. Berikanlah kepada mereka haknya, karena Allah nanti akan menuntut pertanggungjawaban mereka tentang rakyat yang dibebankan urusannya kepada mereka'." (Hadits Riwayat Imam Muslim dari Abi Hazim, hadits no. 1842)

Hadits-hadits ini menunjukkan bahwa khalifah mendapatkan kekuasaan semata-mata melalui bai'at. Karena Allah telah mewajibkan agar mentaati khalifah dengan adanya bai'at: "Siapa saja yang telah membaiat imam .... hendaklah ia mentaatinya." (Al Hadits). Karena itu, khalifah baru mendapatkan kekhilafahannya dengan melalui bai'at, dan umat wajib mentaatinya karena ia adalah khalifah yang benar-benar telah dibai'at. Oleh karena itu khalifah benar-benar telah mendapatkan kekuasaan dari tangan umat dengan adanya bai'at umat kepadanya. Dan ketaatan umat wajib diberikan kepada orang yang mereka bai'at, yaitu kepada orang yang karena adanya orang itu di atas pundak umat terdapat bai'at.

   Kenyataan ini menunjukkan bahwa kekuasaan di tangan umat. Akan halnya Nabi Saw. sekalipun beliau adalah rasul, namun beliau tetap saja mengambil baiat dari tangan umat maksudnya adalah bai'at untuk mendapatkan kekuasaan dan pemerintahan, bukan bai'at terhadap kenabian. Beliau telah mengambil bai'at tersebut baik dari pria maupun wanita dan beliau tidak mengambil bai'at dari anak-anak kecil yang belum baligh. Karena kaum musliminlah yang mengangkat seorang khalifah dan membai'at mereka dengan kitabullah dan sunah Rasul-Nya, di samping khalifah mendapatkan kekuasaan hanya dengan adanya bai'at tersebut, maka semuanya tadi telah menjadi dalil yang tegas bahwa kekuasaan adalah milik umat; di mana umat akan memberikannya kepada siapa saja yang dikehendakinya.
....
Pondasi Negara Pemerintahan Islam - Kekuasaan Milik Umat
Sistem Pemerintahan Islam - Nidzam Hukm - Hizb ut-Tahrir

Sabtu, 23 April 2011

Pilar-Pilar Pemerintahan Negara Islam - Kedaulatan di Tangan Syariat

PILAR-PILAR
PEMERINTAHAN ISLAM



   Sistem pemerintahan Islam tegak di atas empat pilar, yaitu:
1. Kedaulatan di tangan syara'.
2. Kekuasaan milik umat.
3. Mengangkat satu khalifah hukumnya fardlu bagi seluruh kaum muslimin.
4. Hanya khalifah yang berhak melakukan tabanni (adopsi) terhadap hukum-hukum syara'. Dia juga yang berhak membuat undang-undang dasar dan semua undang-undang yang lain.

A. Kedaulatan Di Tangan Syara'

   Inilah pilar-pilar pemerintahan, di mana tanpa adanya pilar-pilar tersebut pemerintahan ini tidak akan terwujud. Apabila salah satu pilar tersebut tidak ada, maka pemerintahan ini juga tidak akan terwujud. Yang dimaksud pemerintahan di sini adalah pemerintahan atau kekuasaan Islam, bukan pemerintahan yang lain. Pilar-pilar ini diambil dengan cara melakukan telaah yang mendalam terhadap dalil-dalil syara'.

   Pilar yang pertama ialah kedaulatan di tangan syara'. Pilar ini memiliki fakta, yaitu berasal dari kata as siyadah (kedaulatan). Kata tersebut memiliki bukti, bahwa kedaulatan tersebut adalah di tangan syara' dan bukan di tangan umat. Tentang fakta tersebut bisa dibuktikan, bahwa kata as siyadah, yang bermakna kedaulatan itu sebenarnya adalah istilah Barat. Sedangkan maksud dari kata tersebut adalah yang menangani (mumaris) dan menjalankan (musayyir) suatu kehendak atau aspirasi (iradah) tertentu. Karena itu, apabila ada seseorang yang menangani dan mengendalikan aspirasinya, maka sesungguhnya kedaulatannya ada di tangannya sendiri. Apabila aspirasi orang tersebut ditangani dan dikendalikan oleh orang lain, maka orang tersebut esensinya telah menjadi abdun (abdi) bagi orang lain. Apabila aspirasi umat atau sekelompok umat ditangani dan dikendalikan oleh umat itu sendiri, dengan perantara individu-individu umat, di mana umat memberikan hak penanganan dan pengendalian tersebut kepada mereka dengan suka rela, maka mereka adalah sayyid (tuan) bagi umat. Dan apabila aspirasi umat ditangani dan dikendalikan oleh umat lain, dengan cara paksa maka umat telah menjadi budak (koloni) mereka. Oleh karena itu, sistem demokrasi, dengan kedaulatan di tangan rakyat berarti rakyatlah yang menangani dan mengendalikan aspirasinya. Rakyat akan mengangkat siapa saja yang dikehendaki dan akan memberikan hak penanganan dan pengendalian aspirasinya kepada siapa saja (yang dikehendaki). Inilah fakta kedaulatan yang justru malah menghilangkan kekuasaan di atas pundak rakyat.

   Sedangkan yang pasti, kedaulatan adalah di tangan syara', bukan di tangan umat. Sehingga yang menangani dan mengendalikan aspirasi individu adalah syara' bukan individu itu sendiri, dengan sesukanya. Melainkan, aspirasi individu itu ditangani dan dikendalikan berdasarkan perintah-perintah dan larangan-larangan Allah. Dalil berkaitan dengan kedaulatan ini adalah firman Allah:

"Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan." (Q.S. An Nisa': 65)

"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikan ia kepada Allah (Al Kitab) dan Rasul (sunahnya), jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian." (Q.S. An Nisa': 59)

Pengertian "Kembalikan ia kepada Allah dan Rasul" adalah "Kembalikan kepada hukum syara'". Dalil lain adalah sabda Rasulullah Saw.:

"Tidaklah beriman salah seorang di antara kalian, kecuali hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (hukum syara')." (Al Arba'in An Nawawiyah, hadits no. 40; Fathul Bari, Jilid XIII hal. 289)

Oleh karena itu, yang berkuasa di tengah-tengah umat dan individu serta yang menangani dan mengendalikan aspirasi umat dan individu itu adalah apa yang dibawa oleh Rasulullah Saw. Di mana umat dan individu harus tunduk kepada syara'. Karena itu, kedaulatan di tangan syara'. Maka, seorang khalifah tidak akan dibai'at oleh umat sebagai ajiir (pekerja, buruh atau pegawai) umat agar melaksanakan apa saja yang dikehendaki umat, sebagaimana yang terjadi dalam sistem demokrasi. Melainkan khalifah dibai'at oleh umat berdasarkan Kitabullah dan Sunah Rasul-Nya agar ia melaksanakan Kitabullah dan Sunah Rasul tersebut, yaitu agar melaksanakan hukum syara'; bukan untuk melaksanakan apa yang dimaui oleh manusia (umat) hingga kalau seandainya orang yang telah membai'at khalifah tersebut keluar dari ketentuan syara' (memberontak, atau membangkang terhadap aturan syara'), maka khalifah akan memerangi mereka sampai kembali lagi. 
........
Pilar-Pilar Pemerintahan Negara Islam - Kedaulatan di Tangan Syariat 
Sistem Pemerintahan Islam - Nidzam Hukm - Hizb ut-Tahrir

Selasa, 19 April 2011

Dalil-Dalil bahwa Mendirikan Daulah Islam Wajib

Dalil-Dalil bahwa Mendirikan Daulah Islam Wajib



....
   Di samping itu, Allah SWT. memberikan perintah kepada Rasulullah Saw. agar memberlakukan hukum di tengah-tengah kaum muslimin dengan apa yang diturunkan oleh Allah. Perintah Allah kepada Rasul tersebut berbentuk tegas (thalaban jaziman). Allah SWT. berfirman yang ditujukan kepada Rasulullah Saw.:

"Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu." (Q.S. Al Maidah: 48)

"Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang diturunkan Allah kepadamu." (Q.S. Al Maidah: 49)

Seruan untuk Rasulullah juga merupakan seruan bagi umatnya, selama tidak ada (dalil) yang men-takhsis-nya. Dan di sini tidak terdapat dalil apapun (untuk mentakhsis), maka dalil tersebut juga merupakan seruan bagi kaum muslimin agar menegakkan pemerintahan (sesuai dengan apa yang diturunkan Allah). Sedangkan mendirikan khilafah itu hanya bisa diartikan sebagai menegakkan hukum dan kekuasaan.

   Hanya saja Allah SWT. memfardlukan kepada kaum muslimin untuk mentaati ulil amri atau para penguasa. Hal itu membuktikan adanya ulil amri adalah wajib bagi kaum muslimin. Allah SWT. berfirman:

"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan ulil amri di antara kamu." (Q.S. An Nisa: 59)

Allah tidak pernah memerintahkan taat kepada orang yang tidak ada. Termasuk tidak mengharuskan taat kepada orang yang keberadaannya  hanya sunnah, maka ini membuktikan bahwa mewujudkan waliyul amri hukumnya adalah wajib. Sehingga ketika Allah memerintahkan taat kepada waliyul amri, berarti itu juga merupakan perintah agar mewujudkannya. Sedangkan adanya waliyul amri tersebut memiliki konsekuensi tegaknya hukum syara', dan diam tidak mewujudkan waliyul amri membawa konsekuansi lenyapnya hukum syara', maka hukum mewujudkannya adalah wajib. Dan karena meninggalkannya membawa konsekuensi tidak terwujudnya hukum syara', maka hukum meninggalkannya adalah haram. Karena hal itu bisa melenyapkan hukum syara'.

   Dalil-dalil di atas, semuanya menegaskan wajibnya mewujudkan pemerintahan dan kekuasaan bagi kaum muslimin; juga menegaskan wajibnya mengangkat khalifah untuk memegang tampuk pemerintahan dan kekuasaan. Kewajiban mengangkat khalifah tersebut adalah demi melaksanakan hukum-hukum syara', bukan sekedar mewujudkan pemerintahan dan kekuasaan. Perhatikanlah sabda Nabi Saw. yang diriwayatkan oleh Imam Muslim melalui 'Auf bin Malik:

"Sebaik-baik pemimpin kalian ialah mereka yang kalian cintai dan mereka pun mencintai kalian; mereka mendoakan kalian dan kalian pun mendoakan mereka. Seburuk pemimpin kalian ialah mereka yang kalian benci dan mereka pun membenci kalian; kalian melaknat mereka dan mereka pun melaknat kalian". Ditanyakan kepada Rasulullah: 'Wahai Rasulullah, tidakkah kita perangi saja mereka?' Beliau menjawab: 'Jangan, selama mereka masih menegakkan shalat (hukum Islam) di tengah-tengah kamu sekalian'."

Hadits ini menegaskan akan adanya imam-imam yang baik dan imam yang jahat, selain menegaskan keharaman memerangi mereka dengan senjata selama mereka masih menegakkan agama. Karena "menegakkan shalat" merupakan kinayah (kiasan) untuk mendirikan agama dan sistem pemerintahan. Dengan demikian, jelaslah bahwa kewajiban kaum muslimin untuk mengangkat seorang khalifah demi menegakkan hukum-hukum Islam dan mengemban dakwah merupakan suatu perkara yang tidak ada lagi syubhat (kesamaran) pada dalil-dalilnya. Di samping itu hal tersebut termasuk suatu kewajiban yang difardlukan oleh Allah SWT. bagi kaum muslimin, yakni terlaksananya hukum Islam dan terpeliharanya kesatuan kaum muslimin.

   Hanya saja kewajiban ini termasuk fardlu kifayah. Artinya, apabila sebagian kaum muslimin telah melaksanakannya sampai kewajiban tadi terpenuhi, maka gugurlah tuntutan pelaksanaan kewajiban itu bagi yang lain. Namun bila sebagian dari mereka belum mampu melaksanakan kewajiban itu, walaupun mereka telah melaksanakan upaya-upaya yang bertujuan mengangkat seorang khalifah, maka status kewajiban tersebut adalah tetap dan belum gugur atas kaum muslimin, selama mereka belum mempunyai khalifah.

   Berdiam diri terhadap kewajiban mengangkat seorang khalifah bagi kaum muslimin adalah termasuk suatu perbuatan maksiat yang paling besar. Karena hal itu berarti berdiam diri terhadap salah satu kewajiban yang amat penting dalam Islam, di mana tegaknya hukum-hukum Islam --bahkan eksistensi Islam dalam kancah kehidupan-- bertumpu kepadanya. Oleh karena itu, seluruh kaum muslimin akan berdosa besar bila berdiam diri terhadap kewajiban mengangkat seorang khalifah. Kalau ternyata seluruh kaum muslimin sepakat untuk tidak mengangkat seorang khalifah, maka dosa itu akan ditanggung oleh seluruh kaum muslimin di seluruh penjuru bumi. Namun apabila seluruh kaum muslimin melaksanakan kewajiban itu sedangkan sebagian yang lain tidak melaksanakannya, maka dosa itu akan gugur bagi mereka yang telah berusaha mengangkat khalifah --sekalipun kewajiban itu tetap dibebankan atas mereka sampai berhasil diangkatnya seorang khalifah. Sebab menyibukkan diri untuk melaksanakan suatu kewajiban akan menggugurkan dosa atas ketidakmampuannya melaksanakan kewajiban tersebut dan atau penundaannya dari waktu yang telah ditetapkan. Hal ini karena dia telah terlibat melaksanakan fardlu juga karena adanya suatu kondisi yang memaksanya sehingga gagal melaksanakan fardlu itu dengan sempurna.

   Sedangkan mereka yang tidak terlibat dalam aktivitas menegakkan  khilafah, akan tetap menanggung dosa sejak tiga hari setelah tidak adanya khilafah. Dosa itu akan tetap dipikulnya hingga hari pengangkatan khilafah yang baru. Sebab, Allah SWT. telah mewajibkan kepada mereka suatu kewajiban tetapi mereka tidak mengerjakannya, bahkan tidak terlibat dalam upaya-upaya yang menyebabkan terlaksanakannya kewajiban tersebut. Oleh karena itu, mereka layak menanggung dosa; layak menerima siksa Allah dan kehinaan baik di dunia maupun di akhirat. Kelayakan mereka menanggung dosa ini adalah suatu hal yang jelas dan pasti sebagaimana seorang muslim yang layak menerima siksa  karena meninggalkan suatu kewajiban yang telah diperintahkan oleh Allah. Apalagi kewajiban tersebut merupakan tumpuan pelaksaan kewajiban-kewajiban lain; tumpuan penerapan syari'at Islam secara menyeluruh, bahkan menjadi tumpuan eksistensi tegaknya Islam sehingga panji Allah dapat berkibar di negeri-negeri Islam dan seluruh penjuru dunia.

   Oleh karena itu, tidak ada udzur (alasan) apapun bagi seorang muslim di muka bumi ini untuk berdiam diri terhadap pelaksanaan kewajiban menegakkan agama yang telah difardlukan oleh Allah ini kepada mereka. Itulah, upaya-upaya untuk menegakkan khalifah kaum muslimin, manakala di permukaan bumi ini belum ada khilafah; dan manakala tidak ada orang yang menegakkan hukum-hukum Allah untuk melindungi keharaman-keharaman-Nya; dan manakala tidak ada orang yang menegakkan hukum-hukum agama; yaitu upaya untuk menyatukan seluruh jama'ah kaum muslimin di bawah panji La Ilaha Illa Allah Muhammadur Rasulullah. Dan di dalam Islam tidak ada rukhshah (keringanan) sedikitpun agar diperbolehkan berdiam diri terhadap pelaksanaan kewajiban yang telah difardlukan oleh Allah, sampai kewajiban tersebut tegak.

 Dalil-Dalil Diwajibkannya Khilafah - Dalil bahwa menegakkan Daulah Islam Wajib
Sistem Pemerintahan Islam - Nidzam Hukm - Hizb ut-Tahrir


Berlanjut halaman : 1  2  3

Dalil-Dalil Diwajibkannya Khilafah

Dalil-Dalil Diwajibkannya Khilafah


....
   Hadits-hadits di atas antara lain merupakan pemberitahuan (ikhbar) dari Rasulullah Saw. bahwa akan ada para penguasa yang memerintah kaum muslimin, dan bahwa seorang khalifah adalah laksana perisai. Pernyataan Rasulullah Saw. bahwa seorang imam itu laksana perisai menunjukkan pemberitahuan tentang adanya makna fungsional dari keberadaan seorang imam, dan ini merupakan suatu tuntutan (thalab). Sebab, setiap pemberitahuan yang berasal dari Allah SWT. dan Rasul-Nya apabila mengandung celaan (adz dzam) maka yang dimaksud adalah tuntutan untuk meninggalkan (thalabut tarki) atau merupakan larangan (nahyi); dan apabila mengandung pujian (al madhu) maka yang dimaksud adalah tuntutan untuk melakukan perbuatan (thalabul fi'li). Dan apabila pelaksanaan perbuatan yang dituntut itu menyebabkan tegaknya hukum syara', atau jika ditinggalkan mengakibatkan terbengkalainya hukum syara', maka tuntutan untuk melaksanakan perbuatan itu berarti bersifat tegas (thalab jazim).

   Dalam hadits-hadits ini juga disebutkan bahwa yang memimpin dan mengatur kaum muslimin adalah para khalifah. Ini menunjukkan tuntutan untuk mendirikan khilafah. Salah satu hadits tersebut ada yang menjelaskan keharaman kaum muslimin keluar (memberontak) dari penguasa. Semuanya ini menegaskan, bahwa kegiatan mendirikan pemerintahan bagi kaum muslimin statusnya adalah wajib.

   Selain itu, Rasulullah Saw. telah memerintahkan kaum muslimin untuk mentaati para khalifah dan memerangi orang yang akan merebut kekuasaan mereka. Perintah Rasul ini berarti perintah untuk mengangkat seorang khalifah dan memelihara kekhilafahannya dengan cara memerangi orang-orang yang akan merebutnya. Imam Muslim meriwayatkan bahwa Nabi Saw. bersabda:

"Siapa saja yang telah membai'at seorang imam, lalu ia mem berikan uluran tangan dan buah hatinya, hendaknya ia mentaatinya jika ia mampu. Apabila ada orang lain yang hendak merebutnya, maka penggallah leher orang itu."

Jadi, perintah mentaati imam berarti pula perintah mewujudkan sistem kekhilafahannya. Sedangkan perintah memerangi orang yang merebutnya merupakan indikasi (qarinah) yang menegaskan secara pasti akan keharusan melestarikan adanya imam yang tunggal.

   Adapun dalil ijma'us shahabat menunjukkan bahwa para sahabat ridhwanullah 'anhum, telah bersepakat mengenai keharusan mengangkat seorang pengganti Rasulullah Saw. setelah beliau wafat. Mereka juga sepakat untuk mengangkat seorang khalifah, sepeninggal Abu Bakar, Umar Bin Khattab dan Utsman Bin Affan.

   Ijma' shahabat yang menekankan pentingnya pengangkatan khalifah, nampak jelas dalam kejadian bahwa mereka menunda kewajiban mengebumikan jenazah Rasulullah Saw. dan mendahulukan pengangkatan seorang khalifah, pengganti beliau. Padahal menguburkan mayat secepatnya adalah suatu keharusan dan diharamkan atas orang-orang yang wajib menyiapkan pemakaman jenazah tersebut melakukan kesibukan lain sebelum jenazah dikebumikan. Namun, sebagian sahabat yang wajib menyiapkan pemakaman jenazah Rasulullah Saw. ternyata justru mendahulukan upaya-upaya untuk mengangkat khalifah. Sedangkan sebagian sahabat lain, yang tidak ikut sibuk mengangkat khalifah ternyata ikut pula menunda kewajiban mengebumikan jenazah Nabi Saw. sampai dua malam, padahal mereka mampu mengingkari hal itu kemudian mengebumikan jenazah Nabi secepatnya. Fakta ini menunjukkan adanya kesepakatan mereka untuk segera melaksanakan kewajiban mengangkat khalifah daripada menguburkan jenazah. Hal itu tidak akan terjadi, kecuali jika status hukum mengangkat seorang khalifah lebih wajib dari pada menguburkan jenazah.

   Demikian pula bahwa seluruh sahabat selama hidup mereka telah sepakat mengenai kewajiban mengangkat khalifah. Walaupun sering muncul perbedaan pendapat mengenai siapa yang tepat untuk dipilih dan diangkat menjadi khalifah, namun mereka tidak pernah berselisih pendapat sedikit pun mengenai wajibnya mengangkat seorang khalifah, baik ketika wafatnya Rasulullah Saw. maupun ketika pergantian masing-masing khalifah yang empat. Oleh karena itu, ijma' sahabat merupakan dalil yang tegas dan kuat mengenai kewajiban mengangkat khalifah.

   Selain itu, menegakkan agama dan melaksanakan hukum syara' dalam semua aspek kehidupan dunia maupun akhirat adalah kewajiban yang dibebankan atas seluruh kaum muslimin, berdasarkan dalil yang qath'ius tsubut (pasti sumber pengambilannya) dan qath'iud dilalah (pasti penunjukan maknanya). Kewajiban tersebut tidak mungkin bisa dilaksanakan dengan sempurna kecuali dengan adanya seorang penguasa. Sedangkan kaidah syara' menyatakan:

"Apabila suatu kewajiban tidak akan terlaksana kecuali dengan suatu perbuatan, maka perbuatan itu hukumnya adalah wajib."

Ditinjau dari kaidah ini, mengangkat seorang khalifah hukumnya adalah wajib juga.

Khilafah Adalah Kepemimpinan Umum Seluruh Kaum Muslimin - Dalil-Dalil Diwajibkannya Khilafah - Dalil bahwa Daulah Islam Wajib
Sistem Pemerintahan Islam - Nidzam Hukm Islam - Hizb ut-Tahrir


Berlanjut halaman : 1  2  3

Khilafah Adalah Kepemimpinan Umum Seluruh Kaum Muslimin

SISTEM PEMERINTAHAN ISLAM
SISTEM KHILAFAH



Khilafah Adalah Kepemimpinan Umum Seluruh Kaum Muslimin - Dalil-Dalil Diwajibkannya Khilafah - Dalil bahwa Daulah Islam Wajib

   Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslimin di dunia untuk menegakkan hukum-hukum syari'at Islam dan mengemban dakwah Islam ke segenap penjuru dunia. Kata lain dari khilafah adalah imamah. Imamah dan khilafah mempunyai makna yang sama. Bentuk inilah yang dinyatakan oleh hukum syara', agar dengan bentuk tersebut negara Islam bisa berdiri di atasnya. Bahkan banyak hadits shahih yang menunjukkan bahwa dua kata ini memiliki konotasi yang sama. Dan tidak satu nash syara' pun yang menunjukkan adanya konotasi yang berbeda. Baik di dalam Al Kitab maupun As Sunah, sebab nas syara' hanya ada dua ini. Begitu pula tidak harus terikat dengan lafadz, baik khilafah maupun imamah. Namun yang wajib,  hanyalah terikat dari segi maknanya saja.

   Mendirikan khilafah adalah fardlu bagi seluruh kaum muslimin di seluruh dunia. Sedangkan melaksanakannya --seperti hukumnya melaksanakan fardlu yang lain, yang telah difardlukan oleh Allah SWT. bagi kaum muslimin-- adalah sesuatu yang pasti, di mana tidak ada lagi pilihan dan pelan-pelan dalam rangka menegakkannya. Mengabaikan pelaksanaannya merupakan kemaksiatan yang paling besar, di mana Allah SWT. akan mengadzab dengan adzab yang amat pedih.

   Dalil tentang pengangkatan khalifah hukumnya wajib bagi seluruh kaum muslimin adalah As Sunnah dan Ijma' Sahabat. Adapun dalil dari As Sunah adalah dalil yang telah diriwayatkan dari Nafi' yang  berkata: "Umar pernah berkata kepadaku: 'Aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda:

"Siapa saja yang melepas tangannya dari ketaatan kepada Allah, niscaya ia akan berjumpa dengan Allah di hari kiamat tanpa memiliki hujjah. Dan siapa saja yang mati sedangkan di pundaknya tidak ada bai'at, maka matinya adalah mati jahiliyah."

Nabi saw. telah memfardlukan kepada seluruh kaum muslimin agar di atas pundak mereka terdapat bai'at. Beliau mensifati orang yang meninggal sementara di atas pundaknya tidak terdapat bai'at, layaknya mati dalam keadaan mati jahiliyah. Dan bai'at itu hanya diberikan kepada khalifah, bukan kepada yang lain.

   Rasulullah Saw. telah mewajibkan kepada seluruh kaum muslimin agar di atas pundak mereka terdapat bai'at kepada khalifah, dan bukannya mewajibkan mereka semua untuk melakukan bai'at. Karena yang wajib hanyalah adanya bai'at di atas pundak setiap kaum muslimin, yaitu adanya seorang khalifah. Di mana dengan adanya seorang khalifah, maka di atas pundak kaum muslimin akan ada bai'at. Adanya khalifahlah yang esensinya menentukan ada dan tidak adanya bai'at di atas pundak seluruh kaum muslimin. Baik mereka membai'atnya secara langsung ataupun tidak. Karena itu, hadits di atas merupakan dalil atas wajibnya mengangkat khalifah, bukan dalil wajibnya melakukan bai'at. Karena yang dikecam oleh Rasul adalah tidak adanya bai'at di atas pundak kaum muslimin, hingga mereka mati, dan bukan mengecam tidak adanya bai'at itu sendiri.

   Hisyam Bin Urwah meriwayatkan dari Abi Shalih dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. bersabda:

"Setelahku akan ada para pemimpin di antara kalian. Maka ada yang baik kemudian berlalu dengan kebaikannya. Begitu pula yang jahat akan berlalu dengan kejahatannya. Maka dengarkan dan taatilah (perintah dan larangan) mereka, bila sesuai dengan kebenaran. Bila mereka berbuat baik, maka itu menjadi hak kalian (untuk mendapatkan kebaikannya). Dan apabila mereka berbuat jahat, maka itu adalah hak dan sekaligus kewajiban kalian (untuk mengingatkannya)."

Imam Muslim meriwayatkan dari Al A'raj dari Abu Hurairah dari Nabi saw. bersabda:

"Sesungguhnya imam itu adalah laksana perisai, di mana orang-orang akan berperang di belakangnya dan menjadikannya sebagai pelindung (bagi dirinya)."

Imam Muslim juga meriwayatkan dari Abi Hazim berkata:

"Aku telah mengikuti majelis Abu Hurairah selama lima tahun, pernah aku mendengarnya menyampaikan hadits dari Rasulullah Saw. yang bersabda: 'Dahulu, Bani Israil selalu dipimpin dan dipelihara urusannya oleh para nabi. Setiap kali seorang nabi meninggal, digantikan oleh nabi yang lain. Sesungguhnya tidak akan ada nabi sesudahku. (Tetapi) nanti akan ada banyak khalifah'. Para sahabat bertanya: 'Apakah yang engkau perintahkan kepada kami?' Beliau menjawab: 'Penuhilah bai'at yang pertama dan yang pertama itu saja. Berikanlah kepada mereka haknya, karena Allah nanti akan menuntut pertanggungjawaban mereka tentang rakyat yang dibebankan urusannya kepada mereka."

Dari Ibnu Abbas dari Rasulullah saw. bersabda:

"Siapa saja yang membenci sesuatu dari amirnya hendaklah ia tetap bersabar. Sebab, siapa saja yang keluar (memberontak) dari penguasa sejengkal saja kemudian mati dalam keadaan demikian, maka matinya adalah seperti mati jahiliyah."

Khilafah Adalah Kepemimpinan Umum Seluruh Kaum Muslimin - Dalil-Dalil Diwajibkannya Khilafah - Dalil bahwa Daulah Islam Wajib
Sistem Pemerintahan Islam - Nidzam Hukm Islam - Hizb ut-Tahrir


Berlanjut halaman : 1  2  3

Senin, 11 April 2011

Perbedaan Sistem Pemerintahan Islam dengan Sistem Pemerintahan Federasi

Sistem Pemerintahan Islam Bukan Federasi - Perbedaan Sistem Pemerintahan Islam dengan Sistem Pemerintahan Federasi



D. Pemerintahan Islam Bukan Federasi

          Sistem pemerintahan Islam juga bukan sistem federasi, yang membagi wilayah-wilayahnya dalam otonominya sendiri-sendiri, dan bersatu dalam pemerintahan secara umum. Tetapi sistem pemerintahan Islam adalah sistem kesatuan. Yang mecakup seluruh negeri seperti Marakis di bagian barat dan Khurasan di bagian timur. Seperti halnya yang dinamakan dengan mudiriyatul fuyum  ketika ibu kota Islam berada di Kairo. Harta kekayaan seluruh wilayah negara Islam dianggap satu. Begitu pula anggaran belanjanya akan diberikan secara sama untuk kepentingan seluruh rakyat, tanpa melihat daerahnya. Kalau seandainya ada wilayah telah mengumpulkan pendapatan, sementara kebutuhannya kecil, maka wilayah tersebut akan diberi sesuai dengan tingkat kebutuhannya, bukan berdasarkan hasil pengumpulan hartanya. Kalau seandainya ada wilayah, yang pendapatan daerahnya tidak bisa mencukupi kebutuhannya, maka negara Islam tidak akan mempertimbangkannya. Tetapi, wilayah tersebut tetap akan diberi anggaran belanja dari anggaran belanja secara umum, sesuai dengan tingkat kebutuhannya. Baik pajak syar’i-nya cukup untuk memenuhi kebutuhannya atau tidak.

          Sistem pemerintahan Islam juga tidak berbentuk federasi, melainkan berbentuk kesatuan. Karena itu, sistem pemerintahan Islam adalah sistem yang berbeda sama sekali dengan sistem-sistem yang telah populer lainnya saat ini. Baik dari aspek landasannya maupun substansi-substansinya. Sekalipun dalam beberapa prakteknya hampir  ada yang menyerupai dengan praktek dalam sistem yang lain.

          Di samping hal-hal yang telah dipaparkan sebelumnya, sistem pemerintahan Islam adalah sistem pemerintahan sentralisasi, di mana penguasa tertinggi cukup di pusat. Pemerintahan pusat mempunyai otoritas yang penuh terhadap seluruh wilayah negara, baik dalam masalah-masalah yang kecil maupun yang besar. Negara Islam juga tidak akan sekali-kali mentolelir terjadinya pemisahan salah satu wilayahnya, sehingga wilayah-wilayah tersebut tidak akan lepas begitu saja.  Negaralah yang akan mengangkat para panglima, wali dan amil, para pejabat dan penanggung jawab dalam urusan harta dan ekonomi. Negara juga yang akan mengangkat para qadli di setiap wilayahnya. Negara juga yang mengangkat orang yang bertugas menjadi pejabat (hakim). Di samping negara yang akan mengurusi secara langsung seluruh urusan yang berhubungan dengan pemerintahan di seluruh negeri.

          Pendek kata, sistem pemerintahan di dalam Islam adalah sistem khilafah. Dan ijma' sahabat telah sepakat terhadap kesatuan khilafah dan kesatuan negara serta ketidakbolehan berbai'at selain kepada satu khalifah. Sistem ini telah disepakati oleh para imam mujtahid serta jumhur fuqaha'. Yaitu apabila ada seorang khalifah dibai'at, padahal sudah ada khalifah yang lain atau sudah ada bai'at kepada seorang khalifah, maka khalifah yang kedua harus diperangi, sehingga khalifah yang pertama terbai'at. Sebab secara syar'i, bai'at telah ditetapkan untuk orang yang pertama kali dibai'at dengan bai'at yang sah.

Sistem Pemerintahan Islam - Nidzam Hukm Islam - Hizb ut-Tahrir

Hak Beribadah non-Muslim dalam Negara Khilafah

...islaman bukanlah syarat mutlak diterimanya seseorang sebagai warga Negara Khilafah. Seseorang bisa menjadi rakyat Negara Khilafah menetap di wilayah Khilafah, serta loyal pada negara dan sistemnya. Seorang Muslim yang tinggal di luar wilayah Islam tidak dianggap sebagai warga negara Khilafah. Sebaliknya, orang non-Muslim yang tinggal di wilayah ...

Menyongsong Konferensi Rajab 1432 H: Kegemilangan Pertanian Pada Masa Khilafah
...besar dalam IslamIslam memberikan dorongan ruhiah yang besar untuk bertani atau berladang atau lebih umum menanam bebijian atau pepohonan. Rasulullah saw. pun bersabda: Tidaklah seorang Muslim menanam sebatang pohon (berkebun) atau menanam sebutir biji (bertani), lalu sebagian hasilnya dimakan oleh burung, manusia atau binatang, melainkan bag...

Ketakutan Barat Terhadap Kekuatan Islam Politik
...Pemerintahan Presiden Barack Obama sedang mempersiapkan kemungkinan tentang revolusi Arab mengarah pada berdirinya pemerintahan Islam di Timur Tengah dan Afrika Utara.” Untuk itu perlu dilakukan upaya-upaya secara massif yang dapat meningkatkan islamophobia di kalangan masyarakat Islam sendiri. Ketakutan Barat terhadap Islampolitik dari hari ke...

Italia Berusaha Menjajah Libya dan Mencegah Berdirinya Khilafah
...Islam) di Libya.” Sehubungan dengan pemerintahan Libya mendatang, ia menjelaskan dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Italia “La Stampa” bahwa “Kami telah melakukan pemantauan sangat berhati-hati sekali” di Libya. Pada awal pembicaraan, Ketua Dewan Transisi di Benghazi menjelaskan pada saya bahwa mereka selalu dihubungkan dengan setiap usah...
from Hizbut Tahrir Indonesia - 

Pemerintahan Sheikh Hasina Berbohong Tentang Isi “Politik Nasional untuk Wanita 2011″

...Keterangan Pers Pemerintahan Sheikh Hasina Berbohong Tentang Isi “Politik Nasional untuk Wanita 2011″ Kementerian urusan agama kemarin pada Jumat 01/04/2011, dengan dibiayai uang rakyat mendistribusikan leaflet yang mengandung kebohongan seputar kebijakan pemerintahan Hasina terhadap wanita dan aktifitas-aktifitas yang menentang Islam. Hizbut...


Untuk Menjajah Libya, Amerika Gunakan Cara Seperti di Afghanistan

...mencegah kelompok Islam memegang kendali pemerintahan. Sementara pengiriman aparat intelijennya ke Libya, tidak lain adalah bukti bahwa aparat ini akan melakukan operasi untuk berburu mereka yang akan dijadikan bonekanya. Sekalipun tidak demikian, niscaya Dewan Pemerintahan Transisi yang terdiri dari para pemberontak akan berkerja sama secara te...


HTI dan DPD RI: Tolak Kenaikan Harga atau Pembatasan Subsidi BBM

...samping tidak islami, sistem yang berlaku sekarang ini memberikan peluang yang besar bagi asing untuk menguasai negeri ini. “Jadi orang juga, sistem juga. Salah satunya di UU. Saya sudah mengkaji UU Migas, UU Penanaman Modal, dan lainnya. Ternyata semua UU tersebut mempersilakan asing untuk menguasai dan menjajah kita!” ujarnya. Rahmat pun meneg...


Sistem Pemerintahan Islam Bukan Federasi - Perbedaan Sistem Pemerintahan Islam dengan Sistem Pemerintahan Federasi

Jumat, 08 April 2011

Sistem Pemerintahan Islam Bukan Kekaisaran / Imperium

Sistem Pemerintahan Islam Bukan Kekaisaran / Imperium



C. Pemerintahan Islam Bukan Kekaisaran

          Sistem pemerintahan Islam juga bukan sistem kekaisaran, bahkan sistem kekaisaran jauh sekali dari ajaran Islam. Sebab wilayah yang diperintah dengan sistem Islam --sekalipun ras dan sukunya berbeda serta sentralisasi pada pemerintah pusat, dalam masalah pemerintahan-- tidak sama dengan wilayah yang diperintah dengan sistem kekaisaran. Bahkan, berbeda jauh dengan sistem kekaisaran, sebab sistem ini tidak menganggap sama antara ras satu dengan yang lain dalam hal pemberlakuan hukum di dalam wilayah kekaisaran. Di mana sistem ini telah memberikan keistimewaan dalam bidang pemerintahan, keuangan dan ekonomi di wilayah pusat.

          Sedangkan tuntunan Islam dalam bidang pemerintahan adalah menganggap sama antara rakyat yang satu dengan rakyat yang lain dalam wilayah-wilayah negara. Islam juga telah menolak ikatan-ikatan kesukuan (ras). Bahkan, Islam memberikan semua hak-hak rakyat dan kewajiban mereka kepada orang non Islam yang memiliki kewarganegaraan. Di mana mereka memperoleh hak dan kewajiban sebagaimana yang menjadi hak dan kewajiban umat Islam. Lebih dari itu,  Islam senantiasa memberikan hak-hak tersebut kepada masing-masing rakyat --apapun madzhabnya-- yang tidak diberikan kepada rakyat negara lain, meskipun muslim. Dengan adanya pemerataan ini, jelas bahwa  sistem Islam berbeda jauh dengan sistem kekaisaran. Dalam sistem Islam, tidak ada wilayah-wilayah yang menjadi daerah kolonial, maupun lahan ekploitasi serta lahan subur yang senantiasa dikeruk untuk wilayah pusat. Di mana wilayah-wilayah tersebut tetap menjadi satu kesatuan, sekalipun sedemikian jauh jaraknya antara wilayah tersebut dengan ibu kota negara Islam. Begitu pula masalah keragaman ras warganya. Sebab, setiap wilayah dianggap sebagai satu bagian dari tubuh negara. Rakyat yang lainnya juga sama-sama memiliki hak sebagaimana hak rakyat yang hidup di wilayah pusat, atau wilayah-wilayah lainnya. Di mana otoritas pejabatnya, sistem serta perundang-undangannya sama semua dengan wilayah-wilayah yang lain.
....
Sistem Pemerintahan Islam - Nidzam Hukm Islam - Hizb ut-Tahrir

Puluhan Ulama Siap Gabung Hizbut Tahrir Pandeglang

...jelas menyerang Islam, serta mengungkap agenda pemerintah mengenai rencana pembatasan subsidi BBM yang sejatinya adalah menaikkan harga BBM. “Tahun 2006 terjadi kenaikan BBM yang berdampak naiknya jumlah warga miskin 16 persen. Nah, jika pembatasan BBM juga dilakukan dalam waktu dekat ini, maka bukan tidak mungkin kenaikan warga miskin juga akan...

Download BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam