Unduh BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Sabtu, 28 Januari 2012

Download Buku Standar Emas - Masa Depan Bagi Mata Uang Stabil Global




STANDAR EMAS
MASA DEPAN BAGI MATA UANG STABIL GLOBAL

Di awal Agustus 2011 emas mencapai tingkat tertinggi, naik ke lebih dari $1900 per ons – dan akan mengejutkan sedikit orang jika semakin naik. Bukanlah pertama kalinya, ketakutan terhadap inflasi dan ketidakstabilan politik telah membuat para investor mencari tempat aman di emas. Perak, demikian juga, mencapai tingkat tertinggi dalam 30 tahun di hampir $50 per ons.

Seiring mata uang fiat – tanpa dasar logam emas/perak – (khususnya dollar-US) diperkirakan akan kehilangan nilai, emas dan perak telah memberikan kegunaan nilainya sekali lagi. Di masa krisis, emas secara efektif adalah mata uang pengaman dunia, karena ia bisa dipercaya untuk menjaga nilainya.

Paper ini berargumen bahwa emas tidaklah hanya untuk masa-masa krisis tapi harus menjadi dasar moneter yang digunakan untuk memastikan integritas finansial, kestabilan ekonomi dan pertumbuhan yang langgeng.

Sementara tidaklah mengejutkan bahwa pandangan Islam terhadap uang adalah penggunaan emas dan perak yang nilainya 100% dengan emas dan perak riil, paper ini menunjukkan, kemudian membantah, sepuluh argumen utama yang dituduhkan terhadap  Standar Emas dalam sejarah dan saat ini.


Satu-satunya sistem pemerintahan yang dengan tegas mengharuskan penggunaan Standar Emas sebagai yang terbaik adalah perekonomian Islam, sebagaimana diterapkan oleh Negara Islam (Khilafah). Dalam Islam standar dua logam yaitu emas dan perak diterapkan. Tidak ada uang fiat yang akan diterbitkan oleh negara, dan mata uang kertas apapun harus didasarkan 100% emas/perak.

Emas dan perak adalah ideal untuk media pertukaran: mereka punya nilai intrinsik (termasuk yang untuk perhiasan dan bahan baku industri), tersedia secara luas, tidak bisa didominasi (dimonopoli), dan terdapat suplai kedua logam itu secara rutin dan bertumbuh untuk memenuhi kebutuhan perekonomian berkembang.

Krisis finansial telah membeberkan seberapa besar sistem mata uang fiat ada di bawah kendali sistem perbankan, menghasilkan profit yang fenomenal sementara mengeksploitasi masyarakat luas.

Sebaliknya, Islam menyediakan lingkungan tanpa-bunga yang didalamnya terdapat sedikit insentif untuk mengambil uang keluar dari peredaran.

Keuntungan Standar Emas benar-benar komprehensif: suatu sistem kestabilan tanpa efek-efek besar gejolak siklus; independen dari manipulasi pemerintah; tanpa masalah inflasi nilai, debasement mata uang, krisis internasional dan defisit neraca pembayaran jangka panjang.

Sabtu, 21 Januari 2012

Meningkatkan Kepribadian Seorang Muslim


Meningkatkan Kepribadian Seorang Muslim

Islam, sebagaimana telah memerintahkan setiap Muslim untuk meningkatkan pemahamannya terhadap Tsaqafah Islamiyah agar dapat meningkatkan aqliyahnya sehingga mampu menilai segala jenis pemikiran yang dihadapi, ternyata Islam pun juga memerintahkannya untuk selalu menunaikan kewajiban, memperbanyak amalan sunnah, dan menahan diri dari hal-hal yang haram, makruh maupun syubhat sekalipun, dengan tujuan untuk memperkuat nafsiyahnya sehingga mampu mengesampingkan segala kecenderungan yang bertentangan dengan Islam. Semua ini ditempuh agar dapat meningkatkan kepribadian seorang Muslim dan membuatnya mampu berjalan ke tingkat yang lebih tinggi, serta yang terpenting adalah memperoleh keridhoan Allah Swt. baik di dunia maupun di akhirat.

Seluruh dunia saat ini sesungguhnya adalah musuh Islam dan kaum Muslimin. Pada kondisi seperti ini orang-orang kafir saling bantu-membantu dengan sesamanya. Mereka, dengan segala bentuk golongan atau sektenya, tengah melancarkan tipudaya terhadap kaum Muslimin baik siang maupun malam, secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Mereka agaknya belum bisa tenang dan memejamkan mata, sebelum memadamkan cahaya Islam. Dalam hal ini mereka berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menghalangi tegaknya Daulah Islamiyah dan kembalinya Islam ke kancah kehidupan. Demikianlah keadaan orang-orang kafir dan para pendukungnya. Lalu, bagaimanakah gerangan menghadapi tipu daya musuh yang begitu hebat dan cobaan yang demikian dahsyat ini?

Sesungguhnya kebangkitan yang kita kehendaki dan berlangsungnya kehidupan Islam yang kita dambakan, haruslah melalui perjuangan yang terus-menerus dengan senjata pemikiran yang cemerlang dan harus melawan kekufuran itu sendiri beserta para pendukungnya yaitu para penguasa dan agen-agen yang menjajakan ideologi dan kebudayaan mereka. Selain itu harus didukung pula dengan jiwa yang bening, suci, luhur, dan mulia. Untuk itu tidak ada jalan lain kecuali dengan memperkuat hubungan dengan Allah, Pemelihara alam semesta ini, meminta pertolongan-Nya dan menyerahkan diri kepada-Nya dengan sebenar-benarnya, serta menjadikan keridhaan-Nya sebagai dambaan tertinggi dalam kehidupan ini. Oleh karena itu kita harus menghidupkan jiwa dengan taqwa dan taat kepada Allah, yaitu dengan takut terhadap azab-Nya dan rindu akan Surga yang dijanjikan.

Seorang pengemban dakwah alangkah sangat membutuhkan sikap yang demikian. Yaitu sikap patuh kepada Allah dan istiqamah dalam menjalankan agama-Nya. Sebab, manakala ia berbuat demikian, niscaya dunia akan menjadi hina di matanya; kehebatan orang-orang kafir menjadi kecil di hadapannya; segala kesulitan akan menjadi mudah; ia pun akan sanggup menanggung derita dan gangguan dalam berjuang di jalan Allah; dan ancaman orang-orang kafir akan ia abaikan karena ingat janji Allah, dan sedikit pun ia tidak ragu bahwa kemenangan pasti akan tiba.

“Hai orang-orang yang beriman, jika kalian menolong (agama) Allah, niscaya Allah akan menolong kalian dan mengokohkan kedudukan kalian. Dan orang-orang yang kafir maka kecelakaanlah bagi mereka dan Allah akan menghapus amal-amal mereka. Ini dikarenakan mereka sungguh-sungguh membenci apa yang diturunkan Allah (Al Qur’an) lalu Allah menghapus (pahala-pahala) amal perbuatan mereka. Apakah mereka tidak berjalan di muka bumi sehingga dapat memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka. Allah menghancurkan mereka dan orang-orang kafir itu akan menerima (akibat) semisal mereka. Hal itu disebabkan karena Allah adalah pelindung orang-orang beriman dan orang-orang kafir itu tidaklah memiliki pelindung.” (Terjemah Makna Qur’an Surat Muhammad 7-11)

Tulisan berikut mengetengahkan amalan-amalan taqarrub kepada Allah dan bentuk-bentuk ketaatan yang akan menciptakan suasana imani bagi para pengemban dakwah dan menambah kesadaran akan hubungan mereka dengan Allah. Dengan suasana yang penuh iman seperti ini diharapkan dapat memperkuat jiwa seorang pengemban dakwah serta menjadikannya mampu memperturutkan kecenderungan-kecenderungannya agar sesuai dengan perintah dan larangan Allah.

Dengan demikian akan tercipta keserasian hubungan antara aqliyah dan nafsiyahnya sehingga akan membentuk kepribadian seorang pengemban dakwah sebagai kepribadian agung nan unik, di mana aqliyah dan nafsiyahnya bertolak dari sumber yang sama, dan kedua-duanya bersandar pada satu landasan, yaitu Aqidah Islamiyah. Bersabda Rasulullah Saw.:

“Tidaklah beriman salah seorang di antara kamu sebelum memperturutkan hawa nafsunya kepada apa yang aku bawa ini” (Hadits Riwayat Imam Nawawi)

Rajab 1411 H/ Januari 1991 M
Fauzi Sanqarith

Taqarrub Kepada Allah
Kunci Sukses Pengemban Dakwah
Oleh: Fauziy Sanqarith
Penerbit: Daarun Nahdlah Al-Islamiyah

Sabtu, 14 Januari 2012

Syariat Islam Sebagai Patokan Tingkah Laku Manusia


Syariat Islam Sebagai Patokan Tingkah Laku Manusia

Muqaddimah

Alhamdulillah. Segala puji bagi Allah Pencipta dan Pemelihara sekalian alam, yang telah berfirman dalam kitab-Nya yang mulia:

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: ’Tuhan kami ialah Allah’, kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) bersedih hati.” (Terjemah Makna Qur’an Surat Al Ahqaaf 13)

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk.” (Terjemah Makna Qur’an Surat Al Bayyinah 7)

Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasul-Nya yang terpercaya dan menjadi pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa. Beliaulah yang mensucikan kaum Muslimin, mengajarkan mereka Al-Qur’an dan As-Sunnah walaupun mereka sebelumnya dalam kesesatan yang nyata. Pada suatu hari shahabat Sufyan bin Abdillah Ats-Tsaqafi pernah berkata kepada Beliau: “Wahai Rasulullah! Katakanlah kepadaku satu perkara yang dapat aku jadikan pegangan.” Beliau bersabda: “Katakan ‘Aku beriman kepada Allah’, kemudian beristiqamahlah” (Hadits Riwayat Muslim)

Amma Ba’du,

Sesungguhnya pemikiran-pemikiran Islam adalah mafahim 1, yaitu suatu pemikiran yang dapat dijangkau dan difahami faktanya, bukan sekedar pengetahuan yang hanya cukup dipelajari dan diketahui. Sebab, pemikiran-pemikiran Islam merupakan patokan bagi tingkah laku manusia dalam kehidupan dunia. Pemikiran-pemikiran tersebut selain diturunkan sebagai petunjuk, rahmat dan nasihat, juga sekaligus berfungsi memecahkan problematika yang dihadapi manusia serta menentukan cara mengatasinya. Oleh karena itu, setiap Muslim harus memahami nash-nash Syara’ yang diturunkan memang untuk diterapkan dan secara khusus untuk mengatur aktivitas dan perilaku manusia. Dengan kata lain, setiap Muslim wajib menyadari bahwa Islam datang dengan membawa mafahim untuk mengarahkan perilaku manusia di dalam kehidupan dunia, sehingga ia akan mengambil setiap pemikiran Islam sebagai qanun (perundangan) yang akan mengatur perilakunya agar sesuai dengan qanun tersebut. Dengan demikian aspek yang menonjol dalam Islam adalah pengamalan daripada pengajarannya.

1 Mafahim adalah pemikiran yang dapat dijangkau faktanya oleh akal dan diyakini oleh pemeluknya sehingga mempengaruhi tingkah lakunya

Demikian pula harus dimengerti, apabila pemikiran-pemikiran Islam hanya diambil dari segi pengajarannya, maka akan hilang warna aslinya – yaitu perannya sebagai qanun yang mengatur perilaku manusia – dan hanya akan menjadi pengetahuan seperti ilmu Sejarah atau Geografi. Akibatnya, Islam akan kehilangan daya hidup dan eksistensinya sebagai sebuah ideologi yang lengkap dan sempurna – yaitu aqidah aqliyah yang melahirkan sistem peraturan yang rinci dan sempurna; dan pada akhirnya hanya akan menjadi pengetahuan-pengetahuan Islam yang mendorong setiap Muslim untuk berlomba menyelami dan menguasainya serta selalu mengikuti perkembangannya sebagaimana layaknya sebuah pengetahuan atau sebuah kegiatan ilmiyah yang mengasyikkan, tanpa terbersit dalam benaknya keinginan untuk menjadikannya sebagai patokan bagi tingkah lakunya.

Oleh karena itu, di antara ciri khas para ulama dari kalangan salafush shalih ialah masing-masing menerapkan ilmu yang dimiliki dan perbuatannya tidak berbeda dengan apa yang dikatakannya. Sebab, Allah Swt. telah berfirman:

“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca Kitab” (Terjemah Makna Qur’an Surat Al-Baqarah 44)

Mereka sangat menjaga diri agar tidak termasuk golongan yang disebut-sebut dalam firman Allah:

“Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepada mereka Taurat kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang memikul kitab-kitab yang tebal …” (Terjemah Makna Qur’an Surat Al-Jumu’ah 5)

Maka dari itu, upaya mempelajari pemikiran-pemikiran Islam dan hukum-hukum Syara’ tanpa memperhatikan fungsinya sebagai patokan tingkah laku manusia adalah bencana yang menjadikan pemikiran-pemikiran dan hukum-hukum Islam tidak memberi pengaruh terhadap sikap orang kebanyakan. Dan tentunya ini mendapat dosa yang pasti dan siksa pedih pada Hari Kiamat nanti. Yaitu suatu hari yang ketika itu anak-anak dan harta benda tidak lagi memberi guna, kecuali orang yang menghadap Allah dengan hati yang suci.

Islam sangat memperhatikan pembentukan kepribadian para pemeluknya dengan Aqidah Islam. Dengan aqidah inilah terbentuk Aqliyah dan Nafsiyah seorang Muslim. Sebab, Aqliyah Islamiyah adalah pola berfikir atas dasar Islam, yaitu hanya menjadikan Islam sebagai tolok ukur universal bagi pemikiran-pemikirannya tentang kehidupan. Sedangkan Nafsiyah Islamiyah adalah pola sikap yang menjadikan seluruh kecenderungannya atas dasar Islam, yaitu hanya menjadikan Islam sebagai satu-satunya tolok ukur universal pada saat memenuhi segala kebutuhan hidupnya.

Taqarrub Kepada Allah
Kunci Sukses Pengemban Dakwah
Oleh: Fauziy Sanqarith
Penerbit: Daarun Nahdlah Al-Islamiyah

Sabtu, 07 Januari 2012

Pengertian Taqarrub Kepada Allah – Definisi Mendekatkan Diri Kepada Allah


Pengertian Taqarrub Kepada Allah – Definisi Mendekatkan Diri Kepada Allah


Kata Pengantar

Taqarrub kepada Allah adalah setiap aktivitas yang mendekatkan seorang hamba kepada Allah Swt., baik dengan melaksanakan kewajiban, melaksanakan amalan-amalan sunnah nafilah maupun bentuk-bentuk ketaatan lainnya. Pengertian taqarrub kepada Allah tidak hanya terbatas pada aktivitas ibadah, sebagaimana yang diduga oleh kebanyakan kaum Muslimin dewasa ini, namun mencakup pula seluruh aktivitas mu’amalat, akhlaq, math’umat (berkaitan dengan makanan), malbusaat (berkaitan dengan pakaian) bahkan uqubat (pelaksanaan sanksi hukum di dunia oleh negara Islam/ Khilafah). Dalam sebuah hadits Qudsi, Allah Swt. berfirman:

“Dan tiada bertaqarrub (mendekat) kepada-Ku seorang hamba dengan sesuatu yang lebih Kusuka daripada menjalankan kewajibannya”. (Shahih Bukhari Juz 11, hal.292-297)

Berkata Imam Ibnu Hajar: “Termasuk dalam lafadz tersebut adalah seluruh kewajiban, baik fardhu ‘ain maupun fardhu kifayah, sehingga dapat pula diambil pengertian darinya bahwa pelaksanaan perbuatan-perbuatan fardhu adalah aktivitas yang paling disukai Allah Swt.” Perbuatan-perbuatan fardhu dimaksud dapat disebutkan mulai dari melaksanakan shalat, menunaikan zakat, berbakti kepada kedua orangtua, menuntut ilmu, berjihad fi sabilillah, ber-amar ma’ruf nahi munkar, bersikap jujur dan ikhlas lillahi ta’ala dan istiqomah dalam setiap perbuatan, memakan makanan yang halal dan baik, menutup aurat, hingga pelaksanaan hukum-hukum hudud syar’iyah oleh negara Islam/ Khilafah atas tindak kriminal seperti perbuatan zina, liwath, mencuri, riddah (keluar dari Islam), membunuh dan lain sebagainya. Melaksanakan seluruh aktivitas tersebut pada hakekatnya adalah termasuk ke dalam cakupan pengertian pendekatan-diri seorang hamba yang mu’min kepada Rabb-nya.

Al-Qur’an telah menyebutkan beberapa kewajiban dan menganggapnya sebagai qurbah (pendekatan). Salah satu di antaranya adalah infaq fi sabilillah, yaitu berinfak untuk kepentingan perang di jalan Allah. Dalam hal ini Al Qur’an telah menganggapnya sebagai pendekatan yang besar (pengorbanan yang besar) yang diberikan oleh seorang mukmin untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.

“Di antara orang-orang Arab Badui terdapat orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir dan menjadikan harta yang dia nafkahkan (dalam jihad fi sabilillah) sebagai pendekatan di sisi Allah dan jalan untuk mendapatkan do’a Rasulullah. Ketahuilah itu memang merupakan pendekatan bagi mereka. Allah akan memasukkan ke dalam rahmat-Nya (Surga). Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Terjemah Makna Qur’an Surat At-Taubah 99)

Al-Qur’an pun telah menjelaskan bahwa taqarrub kepada Allah dapat ditempuh dengan melaksanakan ketaatan-ketaatan dan ibadah serta amal-amal shalih. Allah Swt. berfirman:

“Orang-orang yang mereka (orang-orang kafir) sembah, mereka itu sendiri mencari jalan menuju Tuhannya. Siapa di antara mereka yang lebih dekat. Mereka mengharap Rahmat-Nya (Surga-Nya) takut terhadap adzab-Nya (neraka)” (Terjemah Makna Qur’an Surat Al-Israa 57)

“Bukanlah harta-harta kalian dan anak-anak kalian yang dapat mendekatkan diri kalian kepada kami; akan tetapi orang-orang beriman dan beramal shalih, merekalah yang mendapatkan pahala yang berlipat ganda karena apa yang mereka kerjakan. Dan mereka akan berada di tempat-tempat yang tinggi (Surga) dalam keadaan aman.” (Terjemah Makna Qur’an Surat Saba’ 37)

As-Sunnah menjelaskan pula bahwa di antara aktivitas yang akan mendekatkan diri seorang hamba kepada Rabb-nya adalah melaksanakan perbuatan-perbuatan sunnah, mandub, nafilah, dan ketaatan-ketaatan lainnya. Dalam hadits Qudsiy Allah Swt. berfirman:

“Tiada henti-hentinya seorang hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan perbuatan-perbuatan sunnah nafilah, sehingga Aku mencintainya.” (Shahih Bukhari, XI/292-297)

Amalan nafilah adalah setiap aktivitas yang merupakan tambahan dari amalan yang wajib, baik berupa shadaqah, shalat, maupun puasa dan sebagainya. Ada sebuah hadits yang memberi motivasi untuk menambah ketaatan, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Annas r.a. dari Nabi Saw. bahwasanya Beliau meriwayatkan dari Rabb-nya:

“Jika seorang hamba mendekatkan diri kepada-Ku sejengkal, Aku akan mendekatinya sehasta; jika ia mendekati-Ku sehasta, Aku akan mendekatinya sedepa; jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan, Aku akan mendekatinya dengan berlari.” (Shahih Bukhari XI/199)

Dengan demikian tidak diragukan lagi bahwa taqarrub kepada Allah dengan mengerjakan amalan-amalan sunnah nafilah dan ketaatan akan mengangkat martabat seorang hamba di sisi Rabb-nya. Hal ini menjadikannya layak untuk mendapatkan pertolongan, bantuan dan dukungan dari Allah Swt. pada setiap aktivitas yang dilakukannya dalam rangka taat kepada Allah dan mencari keridhoan-Nya. Oleh karena itu, dalam sebuah hadits Qudsi Allah Swt. mengangkat derajat seorang hamba yang ber-taqarrub kepada-Nya sehingga Allah mengabulkan do’anya, mendukungnya dengan pertolongan, bantuan dan bimbingan-Nya. Hadits dimaksud adalah:

“Tiada henti-hentinya hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan perbuatan-perbuatan sunnah nafilah sehingga Aku mencintainya. Kalau Aku sudah mencintainya, maka Aku akan menjadi pendengarannya yang ia mendengarkan dengannya dan Aku akan menjadi penglihatannya yang ia melihat dengannya; dan Aku akan menjadi tangannya yang ia pergunakan; dan Aku akan menjadi kakinya yang ia berjalan dengannya. Jika ia meminta kepada-Ku niscaya akan Kuberi yang ia minta; dan jika ia memohon perlindungan pada-Ku, niscaya Aku lindungi.”

Dalam lafadz yang lain disebutkan:

“Dan jika ia memohon (kemenangan) kepada-Ku, niscaya Kutolong.” (Fathul Baari, Syarah Shahih Bukhari, XI/341-345)

Martabat tersebut tidak akan dicapai kecuali oleh orang-orang yang telah melakukan kewajiban-kewajiban dan menambahnya dengan mengerjakan amalan sunnah nawafil, ketaatan, mandubaat, dan bukan oleh orang-orang yang melakukan kegiatan sunnah tetapi meninggalkan perbuatan wajib atau bahkan melakukan bid’ah dan perbuatan haram.

Buku ini bagus sekali dalam menyajikan beberapa contoh pendekatan diri kepada Allah dan ketaatan kepada-Nya sebagai tambahan yang sangat dibutuhkan oleh setiap Muslim, apalagi bagi seorang pengemban dakwah. Sebab seorang pengemban dakwah ialah orang yang paling membutuhkan kuatnya tali hubungan dengan Allah guna menggapai pertolongannya dan bertawakal kepada-Nya dengan sebenar-benar tawakal. Penulis pun sangat menekankan hal itu, sebagaimana yang ditunjukkan dalam Muqaddimah buku ini.

Di antara contoh-contoh ketaatan dan pendekatan tersebut adalah meningkatkan kualitas amal perbuatan yaitu dengan memurnikan niat hanya untuk Allah semata dan menyesuaikannya dengan tuntutan Syara’; melaksanakan kewajiban, memperbanyak amalan sunnah nafilah seperti shalat rawatib, membaca Al-Qur’an, berdo’a, berdzikir dan ber-istighfar, murah hati dan mengutamakan orang lain, cinta dan benci karena Allah, sabar menghadapi cobaan, taat kepada Pemimpin Umat Islam/ Khalifah dalam melanjutkan kehidupan Islam dan mengemban risalah Islam ke semua umat dan bangsa. Oleh karena itu, buku ini patut dibaca setiap Muslim dan dikuasai isinya oleh setiap pengemban dakwah yang telah memberikan wala’ (loyalitas) dan kontribusinya ke dalam gerakan perjuangan Islam. Apalagi ia ingin mewujudkan kemuliaan kaum Muslimin dan ingin mengokohkan agama Islam ini di muka bumi.

Dan Allah, yang menurunkan agama Islam ini, pasti akan memuliakan dan menolong agama-Nya melalui tangan sekelompok orang Mukmin yang sadar dan jiwa mereka telah dipenuhi dengan iman, taat dan cinta terhadap Allah dan Rasul-Nya.

Abdurrahman Muhammad
Taqarrub Kepada Allah
Kunci Sukses Pengemban Dakwah
Oleh: Fauziy Sanqarith
Penerbit: Daarun Nahdlah Al-Islamiyah

Download BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam