Unduh BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Sabtu, 31 Desember 2016

Kebijakan Ekonomi China


Kebijakan Ekonomi China


Di 2016 China meneruskan upayanya untuk pindah dari model ekonomi upah rendah, mengekspor secara agresif menjadi model pertumbuhan berdasar konsumsi dalam negeri. Namun problem ekonomi yang mulai di tahun 2015 telah berlanjut ke 2016 dan China ditengarai hidup dalam utang yang berpotensi menjadi krisis.

Sepanjang 2016 perekonomian Cina diliputi tanda-tanda problem serius. Krisis pasar modal di 2015 memaksa pemerintah turun tangan dengan segudang uang untuk perusahaan-perusahaan demi meringankan mereka. Pemerintah pusat China selama ini memang selalu terlibat langsung mengendalikan perekonomian, dan keterlibatannya sekarang melahirkan masalah bukannya solusi.

Jejak Pertumbuhan Ekonomi

Sejak era terbuka 1979, Cina menerapkan strategi upah murah dan ekspor agresif untuk menghasilkan kekayaan, menciptakan lapangan kerja, dan membangun negara. Untuk mencapai ini, Cina menggunakan beberapa alat:
- China mengadakan Zona Ekonomi Khusus di berbagai propinsi pelabuhan untuk menarik investasi asing di bidang manufaktur barang kualitas rendah dengan menawarkan tanah, tenaga kerja murah dan bermacam insentif pajak dan lainnya. Ini kemudian memberi Cina tabungan mata uang asing dan penghasilan pajak untuk membangun dalam negerinya.

- China membuat nilai mata uangnya tetap rendah, sehingga barang ekspornya lebih murah dari yang lain. Hal ini menjaga pabrik-pabrik China bekerja dan mayoritas warga Cina punya pekerjaan. Ini juga berarti menangani masalah gejolak sosial yang telah lama mewabahi Cina.

- Pemerintah China menggunakan sistem perbankan nasional untuk memuluskan tujuan partai Komunis. Tabungan negara yang besar dialirkan melalui bank-bank kepada perusahaan-perusahaan dengan kredit tersubsidi. Perusahaan yang ingin dapat kredit harus padat karyawan, sehingga menjaga kohesi sosial.

- 159 Perusahaan Milik Negara (PMN) besar menjadi penyuplai bahan-bahan baku utama semacam peralatan, industri berat, dan energi untuk swasta. Investasi agresif ke luar, didorong oleh banyak uang dari PMN dan bank-bank negara memungkinkan Cina meluaskan bisnisnya ke dunia untuk ekspansi pasar, jasa dan impor bahan baku.

Perubahan Kebijakan Ekonomi Cina

Krisis keuangan global di 2008 membuat parah sektor ekspor China. Krisis itu mengakhiri tiga dekade kemakmuran ekspor yang berhasil dicapai pemerintah Cina melalui bertahun-tahun penekanan upah dan pemberian subsidi besar. Karena krisis itu, GDP China sektor ekspor anjlok, dari hampir 40% di 2007 menjadi di bawah 24% sekarang. Untuk mencegah keruntuhan ekonomi (yang sering dialami Cina dalam 4000 tahun sejarahnya) Beijing menjaga perekonomian melalui investasi negara yang massif dalam sektor perumahan dan pembangunan infrastruktur dalam negeri.

Ekonomi China bergantung pada investasi aset tetap seperti pembangunan jalan, jalur kereta, dan komplek apartemen. Selama 10 tahun terakhir, karena ekspor murah jadi anjlok dan konsumsi dalam negeri terus menurun, investasi aset tetap ini menjadi pendorong utama bagi pertumbuhan dan lapangan kerja di Cina, dan menjadi pondasi stabilitas. Dana untuk investasi besar itu harus diadakan, dan selama bertahun-tahun China menggunakan banyak cara. Dari memotong suku bunga dan dana simpanan wajib perbankan hingga mendorong pasar modal dan pembelanjaan. Mayoritas investasi Beijing didanai dari utang. Utang mayoritas dari bank-bank milik negara: di 2015, utang dari bank mencapai 141% dari GDP. Surat utang beredar mencapai 63% dari GDP. China menggunakan kendalinya atas sektor perbankan untuk menetapkan suku bunga dan menentukan ke mana utang mengalir dan seberapa cepat. Sebagian besar uang dialirkan ke berbagai perusahaan milik negara.

Semua utang ini, terutama yang di sektor perumahan, telah menciptakan gelembung yang sekarang telah jadi masalah utang yang lebih parah. Pemerintah memompa kredit ke sektor perumahan dengan harapan bisa menambal penurunan di sektor ekspor. Hingga muncul fenomena kota-kota "hantu." Kantor berita resmi Cina Xinhua menunjukkan bahwa pembangunan kota di China sudah lepas kendali, tiap ibukota propinsi berencana membangun rata-rata 4,6 distrik kota; dan kota-kota daerah berencana membangun rata-rata 1,5 distrik baru. Area-area urban baru ini akan berdaya tampung 3,4 milyar orang padahal permintaan sesungguhnya populasi China tidak sampai 1,4 milyar.

Apa yang dilakukan Cina dalam menangani krisis ekonomi setelah krisis ekonomi global di 2008 adalah dengan terus memproduksi dan membangun lebih banyak daripada yang dia butuhkan dalam sektor konstruksi. Dalam prosesnya, dia telah mengakumulasi utang jelek terbesar dalam sejarah. Para peneliti di Badan perencanaan negara China mengatakan di 2016 bahwa Cina telah "menyia-nyiakan" $6,8 trilyun investasi. Kelebihan kapasitas sangatlah besar di banyak sektor hingga akan membutuhkan bertahun-tahun untuk diserap oleh permintaan yang alami. Ketika pertumbuhan utang-swasta melampaui pertumbuhan GDP, maka kelebihannya itu adalah utang bermasalah. Cina saat ini diperkirakan punya $1,75 trilyun hingga $3,5 trilyun utang bermasalah - di mana total dana dalam sistem perbankan China hanya $1,5 triliun.

Pada 8 September 2016, The Wenzhou Credit Trust, salah satu dari banyak perusahaan penjamin di Cina, jatuh bangkrut. Perusahaan itu menghentikan semua pemberian pinjaman baru dan menunda pencairan dan pembayaran riba atas sertifikat-sertifikat utangnya. Dalam seminggu, perusahaan penjamin utang lainnya jatuh bangkrut, dan seminggu berikutnya 7 lainnya bangkrut. Para pemegang sertifikat yang marah berdemo di Wenzhou dan Chongqing namun lalu dibubarkan polisi. Dalam sebulan, lebih dari 50 perusahaan penjamin bangkrut. Protes-protes meningkat dan menyebar di seantero negara. Dalam kepanikan itu, kredit perumahan anjlok, semakin menambah tekanan pada harga perumahan dan mencederai perekonomian lokal. Bursa saham Shanghai dan Shenzhen jatuh. Harga besi, baja, batubara, tembaga, aluminium, dan komoditas lain -termasuk minyak- turut menurun. Pemerintah Cina mengintervensi, menyuntikkan dana ke para pemberi utang itu dan meyakinkan konsumen bahwa negara menalangi perusahaan-perusahaan itu. Langkah ini menenangkan pasar modal, tapi harga-harga komoditas terus merosot dan renminbi jatuh, devaluasi pun menghantui. Mencapai musim dingin, dampaknya telah meremukkan berbagai pasar dan perusahaan di Asia dan Australia; dan pasar-pasar Eropa dan AS melambat. The Bank for International Settlements memperingatkan di September 2016 beban utang China terlalu berat dan masih terus cepat bertambah (China warned to rein in growing mountain of debt or risk triggering another global financial crisis, abcnet.au, 27 September 2016, http://www.abc.net.au/news/2016-09-26/china-warned-to-rein-in-debt/7878426?section=businoess).

Bacaan: Adnan Khan, Strategic Estimate 2017, Khilafah.com

Sabtu, 08 Oktober 2016

Rasul SAW Berhasil Menegakkan Negara Islam


 

 
Daulah Islam haruslah ditegakkan dengan benar, secara syar’i, sehingga menjadi negara yang agung bobotnya, kuat kekuasaannya. Negara yang tidak di bawah kendali atau dominasi negara lain, mandiri militernya, sanggup menerapkan Islam di dalam negeri dan mengembannya ke luar negeri dengan dakwah dan jihad futuhat. Negara yang membuat negara-negara kafir gemetar. Negara Islam yang dicintai oleh Allah Swt., Rasul-Nya dan kaum Mukmin; yang memasukkan kebahagiaan di hati kaum Muslim dan memasukkan kemuliaan di negeri mereka.

Rasulullah akhirnya mendapat kesempatan berbicara dengan sekelompok yang datang dari Yatsrib (Madinah) ke kota Makkah yang merupakan sekutu Quraisy. Mereka dipimpin oleh Abu al-Haisar dan Anas bin Rafi’. Bersamanya ikut sekelompok orang dari Bani Asyhal, termasuk Iyas bin Mu’adz. Mereka merupakan representasi dari kabilah Khazraj yang merupakan kabilah Madinah yang kuat dan ahli perang. Kemudian Rasulullah berbicara dengan sekelompok pemuka Khazraj yang berjumlah 6 orang. Merekapun rela dengan tugas meyakinkan kaumnya. Sehingga pertolongan/perlin­dungan (nushrah) didapatkan melalui mereka.

Patut dicatat, sekelompok dari kabilah Khazraj tersebut mau menerima dakwah Rasulullah Saw. meskipun mereka mengetahui bahwa Beliau Saw. beserta gerakannya dipandang sebelah mata oleh mayoritas warga, ditolak, didustakan, dilarang dan ditindas oleh para petinggi Makkah.

Pada tahun berikutnya, mereka kembali menemui Rasulullah Saw. Jumlah mereka pada saat itu adalah 12 orang. Pada pertemuan itu terjadilah peristiwa Bai’at Aqabah I.
“'Ubadah bin Ash Shamit adalah sahabat yang ikut perang Badar dan juga salah seorang yang ikut bersumpah pada malam Aqobah, dia berkata; bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda ketika berada di tengah-tengah sebagian sahabat:
بَايِعُونِي عَلَى أَنْ لَا تُشْرِكُوا بِاللَّهِ شَيْئًا وَلَا تَسْرِقُوا وَلَا تَزْنُوا وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ وَلَا تَأْتُوا بِبُهْتَانٍ تَفْتَرُونَهُ بَيْنَ أَيْدِيكُمْ وَأَرْجُلِكُمْ وَلَا تَعْصُوا فِي مَعْرُوفٍ فَمَنْ وَفَى مِنْكُمْ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ وَمَنْ أَصَابَ مِنْ ذَلِكَ شَيْئًا فَعُوقِبَ فِي الدُّنْيَا فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَهُ وَمَنْ أَصَابَ مِنْ ذَلِكَ شَيْئًا ثُمَّ سَتَرَهُ اللَّهُ فَهُوَ إِلَى اللَّهِ إِنْ شَاءَ عَفَا عَنْهُ وَإِنْ شَاءَ عَاقَبَهُ

“Berbai'atlah kalian kepadaku untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak kalian, tidak membuat kebohongan yang kalian ada-adakan antara tangan dan kaki kalian, tidak bermaksiat dalam perkara yang ma'ruf. Barangsiapa di antara kalian yang memenuhinya maka pahalanya ada pada Allah dan barangsiapa yang melanggar dari hal tersebut lalu Allah menghukumnya di dunia maka itu adalah kafarat baginya, dan barangsiapa yang melanggar dari hal-hal tersebut kemudian Allah menutupinya (tidak menghukumnya di dunia) maka urusannya kembali kepada Allah, jika Dia mau dimaafkannya atau disiksanya." Maka kami membai'at Beliau untuk perkara-perkara tersebut.” (Shahih Bukhari no.17)

Lalu dikirimlah Mush’ab bin Umair ke kota Madinah untuk membina orang-orang yang telah memeluk Islam, menyebarluaskan risalah Islam, meraih dukungan dari tokoh-tokoh kabilah, dan mempersiapkan pondasi masyarakat untuk membangun peradaban Islam dalam format Daulah Islamiyah. Pada musim haji tahun berikutnya datang 73 laki-laki dan 2 orang wanita dari Madinah. Mereka bersedia menyerahkan loyalitasnya hanya kepada Allah dan Rasul-Nya, serta siap sedia untuk membela dan memperjuangkan risalah Islam dari ancaman musuh-musuh Islam. Peristiwa tersebut dikenal sebagai Bai’at Aqabah II.

Pada tahun ke-12 kenabian, Rasulullah mendapatkan nushrah dari kaum Anshar. Kaum yang juga telah dibina itu menyerahkan kekuasaan mereka di Yatsrib (Madinah) kepada Rasulullah Saw. tanpa syarat. Kaum Anshar termasuk para petingginya ridha dengan sistem yang diridhai Allah dan Rasul-Nya serta meninggalkan sistem kufur sepenuhnya.

Keberhasilan thalab an-nushrah ini ditandai dengan peristiwa Bai’at ‘Aqabah I dan II. Bai’at ‘Aqabah I adalah bai’at oleh kaum Anshar untuk menyatakan keIslaman, disertai dengan segala konsekuensinya, seperti meninggalkan zina, tidak mencuri, dan sebagainya. Sedangkan Bai’at ‘Aqabah II adalah bai’at untuk memberikan perlindungan kepada Nabi dan Islam, sebagaimana melindungi diri, harta dan keluarga mereka. Karena itu, Bai’at II ini menandai penyerahan kekuasaan dari kaum Anshar kepada Nabi Saw. secara de yure.

Dari Jabir bin Abdullah disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Kalian (kaum Anshor) berbaiat kepadaku untuk mendengar dan taat baik dalam keadaan semangat maupun malas, dan berinfak baik dalam keadaan lapang maupun sempit. Untuk ber-amar ma'ruf dan nahi munkar. Kalian berkata karena Allah untuk tidak takut karena Allah terhadap orang yang mencela. Kalian menolongku dan menghalangi (musuh) jika saya datang kepada kalian sebagaimana kalian melindungi kalian sendiri, istri-istri kalian dan anak-anak kalian. Niscaya kalian mendapatkan Syurga." (HR. Ahmad no.13934)

Sebelum kekuasaan Islam terwujud memang telah terjadi pembinaan Islam yang sangat intensif di tengah-tengah masyarakat Madinah oleh Sahabat Beliau Saw., Mush’ab bin Umair ra. Akhirnya, Islam menjadi opini umum di tengah-tengah masyarakat Madinah kurang lebih hanya dalam waktu 1 tahun. Pada saat itulah, para pemimpin dari suku Aus dan Khazraj akhirnya memberikan penuh dukungan dan kekuasaannya kepada Nabi Saw. melalui peristiwa Baiat Aqabah II di Bukit Aqabah. Daulah Islam ditegakkan, dengan izin Allah, melalui tangan-tangan ksatria yang perdagangan dan jual-beli tidak bisa melenakan mereka dari mengingat Allah.

Setelah Bai’at Aqabah II itu, Nabi Saw. menyuruh para sahabat untuk hijrah ke Madinah. Baginda Saw. dengan ditemani Abu Bakar ra. kemudian menyusul mereka.

“dari 'Aisyah radliallahu 'anha, dia berkata, "Abu Bakar pernah meminta izin kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam untuk hijrah ketika gangguan (orang-orang Quraisy) semakin menjadi-jadi, lalu Beliau bersabda kepadanya: "Berdiam saja dulu." Abu Bakar berkata, "Wahai Rasulullah, apakah anda hendak menunggu perintah (Allah)?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Aku berharap hal itu." (Shahih Bukhari no.3784)

Suraqah bin Ju'syam berkata: “Aku berkata kepada Beliau (Saw.): "Sesungguhnya kaum anda telah membuat sayembara berhadiah atas engkau." Lalu aku menceritakan kepada mereka apa yang sedang diinginkan oleh orang-orang atas diri Beliau. Kemudian aku menawarkan kepada mereka berdua perbekalan dan harta bendaku, namun keduanya tidaklah mengurangi dan meminta apa yang ada padaku. Akan tetapi Beliau berkata: "Rahasiakanlah keberadaan kami." (Shahih Bukhari no. 3616) Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melanjutkan perjalanan.

Ibnu Syihab berkata; telah mengabarkan kepadaku 'Urwah bin Az Zubair: “Kaum Muslimin di Madinah telah mendengar keluarnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dari Makkah, dan mereka setiap pagi pergi ke Harrah untuk menyambut kedatangan Beliau sampai udara terik tengah hari memaksa mereka untuk pulang. Pada suatu hari, ketika mereka telah kembali ke rumah-rumah mereka, setelah menanti dengan lama, seorang laki-laki Yahudi naik ke atas salah satu dari benteng-benteng mereka untuk keperluan yang akan dilihatnya, tetapi dia melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan shahabat-shahabatnya berpakaian putih yang hilang timbul ditelan fatamorgana (terik panas). Orang Yahudi itu tidak dapat menguasai dirinya untuk berteriak dengan suaranya yang keras: "Wahai orang-orang Arab, inilah pemimpin kalian yang telah kalian nanti-nantikan." Serta merta Kaum Muslimin berhamburan mengambil senjata-senjata mereka dan menyongsong kedatangan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di punggung Harrah. Beliau berdiri berjajar dengan mereka di sebelah kanan hingga Beliau singgah di Bani 'Amru bin 'Auf. Hari itu adalah hari Senin bulan Rabi'ul Awwal.” (Shahih Bukhari no. 3616)

Sesampainya, Beliau disambut sebagai seorang pemimpin dan kepala negara Islam, de facto. Semuanya ini membutuhkan waktu, karena memang Nabi Saw. hendak mewujudkan negara, membangun masyarakat dan peradaban yang luhur nan mulia.

Allah Swt. memberikan janji pertolongan-Nya kepada umat Islam yang berjuang sesuai tuntunan-Nya.
وَلَيَنْصُرَنَّ اللهُ مَنْ يَنْصُرُهُ إِنَّ اللهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ
“Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (QS. Al Hajj: 40)

وَمَا النَّصْرُ إِلَّا مِنْ عِندِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. al-Anfal [8]: 10)

Jadi, thalabun-nushrah adalah ujung dari satu-satunya metode sahih dalam usaha meraih kekuasaan untuk Islam, karena hal ini ditunjukkan secara nyata oleh Baginda Rasulullah Saw. dalam perjuangannya. 


“Katakanlah, “Kebenaran telah datang dan kebathilan telah lenyap. Sungguh, kebatilan itu pasti lenyap.” (QS. al-Isra’ [17]: 81)

Tugas umat Islam adalah menyampaikan kebenaran apa adanya. Ketika kebenaran tampak maka kebathilan akan lenyap. Kebathilan hanya akan tampak kebathilannya dan akan kalah ketika kebenaran disuarakan dengan lantang.


“Sebenarnya Kami melontarkan yang haq kepada yang bathil lalu yang haq itu menghancurkannya, maka dengan serta merta yang bathil itu lenyap. Dan kecelakaanlah bagimu disebabkan kamu mensifati (Allah dengan sifat-sifat yang tidak layak bagi-Nya).” (QS al-Anbiya’ [21]:18)

Tanpa amar ma’ruf nahi munkar yang terang maka kebathilan akan terus merajalela. Diam dari menyatakan kebenaran adalah amalan yang buruk. Membiarkan kebathilan adalah amalan yang buruk.

Harus diingat, thalabun nushrah adalah aktivitas politik, bukan aktivitas militer. Aktivitas militer bisa dilakukan bersama ahlun-nushrah setelah terwujud kekuasaan dan kekuatan riil itu bagi Islam. Setelah tegaknya daulah Islam tentu kekuatan militer menjadi kebutuhan yang wajib untuk terus diperkuat....


Rabu, 28 September 2016

Membongkar tipudaya petinggi dzalim


  

Petinggi yang zalim berdampak atas orang banyak dengan kezalimannya– tak layak diikuti dan harus dipahamkan kepada umat penyimpangannya:


“Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina; yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah; yang banyak menghalangi perbuatan baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa; yang kaku kasar, selain dari itu, yang terkenal kejahatannya; karena dia mempunyai (banyak) harta dan anak.” (QS. Al-Qalam: 10-14)


“Maka serahkanlah (ya Muhammad) kepada-Ku (urusan) orang-orang yang mendustakan perkataan ini (al-Qur’an). Nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan) dari arah yang tidak mereka ketahui,” (QS. Al-Qalam: 44)

Karena itu, merupakan keharusan untuk menjelaskan dan membongkar makar, tipudaya dan strategi mereka. Dengan begitu, umat selamat dari makar mereka dan tidak bisa dijadikan alat oleh mereka. Ini merupakan bagian dari perjuangan politik (kifâh as-siyasî) yang harus dilakukan.

Meski dakwah politik itu berat dan sungguh tidak mudah, di balik itu dakwah politik mempunyai keutamaan yang justru tidak sedikit. Mereka yang melaksanakannya insyaAllah akan mendapat pahala yang agung (tsawab[un] ‘azhim) karena dianggap melakukan jihad yang paling utama (afdhal al-jihad). Kalaupun sampai mati dalam menjalankan dakwah politik, itu bukan mati konyol atau mati sia-sia, melainkan mati syahid yang sangat mulia di sisi Allah Swt. InsyaAllah.

Al-Hafizh Abu Zakariya bin Syarf an-Nawawi dalam Riyaadh ash-Shaalihiin menyebutkan:
Hadits dari Abu Sa’id al-Khudri ra., Nabi -shallallaahu ‘alayhi wa sallam-, pernah bersabda:
أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَة عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ
“Jihad yang paling utama adalah perkataan yang haq kepada penguasa yang zhalim.” (HR. Imam at-Tirmidzi dalam Bab. al-Fitan No.2175 dan Abu Dawud)

Hadits dari Abu Abdullah Thariq bin Syihab al-Bajali bahwa seorang pria bertanya kepada Nabi -shallallaahu ‘alayhi wa sallam-: “Jihad apa yang paling utama?” Nabi -shallallaahu ‘alayhi wa sallam- menjawab:
كَلِمَةُ حَقٍّ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ
“Perkataan yang haq di hadapan penguasa yang zhalim.” (Imam an-Nasa’i meriwayatkannya dalam Bab Fadhl Man Takallama bil Haq ’Inda Imaam Jaa’ir; Imam al-Mundziri menyatakan dalam at-Targhiib bahwa sanad hadits ini shahih (Tuhfatul Ahwadzi Syarh Sunan at-Tirmidz, al-Hafizh al-Mubarakfuri, juz. VI/ hlm. 396)

Menjelaskan hadits ini, Dr. Mushthafa al-Bugha menuturkan: “Sesungguhnya perbuatan menyuruh kepada yang ma’ruf dan melarang dari yang mungkar di hadapan penguasa yang zhalim termasuk seutama-utamanya jihad, karena perbuatan tersebut menunjukkan sempurnanya keyakinan pelakunya, di mana ia menyampaikannya di hadapan penguasa yang zhalim nan otoriter dan ia tak takut terhadap kejahatan dan penindasannya, bahkan ia menjual dirinya untuk Allah (berkorban demi memperjuangkan agama Allah), … dan dalam perkara ini terdapat bahaya yang lebih besar ketimbang bahaya peperangan di medan perang.” (Nuzhat al-Muttaqiin Syarh Riyaadh ash-Shaalihiin, Dr. Mushthafa al-Bugha dkk., juz. I/ hlm. 216-217)

Dalam riwayat lainnya dari Imam at-Tirmidzi, dari Abu Sa’id al-Khudri:
إِنّ مِنْ أَعْظَمِ الْجِهَادِ كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ
“Sesungguhnya di antara seagung-agungnya jihad adalah menyampaikan kalimat yang adil di hadapan penguasa yang zhalim.” (HR. At-Tirmidzi)

Al-Hafizh Abu al-A’la al-Mubarakfuri (w. 1353 H) menjelaskan bahwa: “(كلمة عدل) yakni kalimat yang benar sebagaimana dalam riwayat lainnya dan maksudnya adalah kalimat yang mengandung faidah menyuruh kepada yang ma’ruf dan melarang dari yang mungkar baik berupa lafazh di lisan atau yang semakna dengannya seperti tulisan dan yang semisalnya.” (Tuhfatul Ahwadzi Syarh Sunan at-Tirmidzi, al-Hafizh al-Mubarakfuri, juz.VI/ hlm.396)
 

Minggu, 18 September 2016

Perjuangan Politik Ideologi Islam



Aktivitas politik terbagi menjadi dua bagian: ash-Shira' al-fikri dan aI-kifah as-siyasi. Ash-Shira' al- fikri adalah pergulatan melawan seluruh akidah kufur berikut sistem dan pemikirannya. Ash-Shira' aI-fikri juga berarti pergulatan menentang berbagai akidah yang rusak, pemikiran yang keliru, dan pemahaman yang rancu. Dalam tulisan kali ini, kita hanya akan membahas tentang aI-kifah as-siyasi (perjuangan politik). aI-Kifah as-siyasi intinya adalah perjuangan menantang dan menentang negara-negara kafir imperialis serta mengungkap segala persekongkolan mereka. aI-Kifah as-siyasi juga berarti perjuangan menghadapi penguasa negeri-negeri kaum Muslim, mengkritik dan menasihati mereka, serta mengubah perilaku mereka sehingga bersedia melaksanakan sistem hukum Islam. Inilah yang akan kita bahas lebih jauh -dengan izin Allah- dalam tulisan ini.

Di samping ayat-ayat Al-Qur’an, terdapat sejumlah hadits yang banyak sekali menjelaskan masalah ini. Di bawah ini, kita akan menyebutkan sebagiannya. Ibnu Mas'ud ra. menuturkan bahwa Rasul Saw. pernah bersabda sebagai berikut (artinya): “Sesungguhnya kelemahan pertama pada Bani Israel adalah ketika seseorang bertemu dengan orang lain dan berkata, 'Fulan, bertakwalah kamu kepada Allah dan tinggalkan apa yang sedang kamu kerjakan, sebab hal itu terlarang bagimu.” Kemudian orang tersebut bertemu lagi pada keesokan harinya dengan orang yang diajak bicara itu, sementara yang bersangkutan tetap dalam keadaannya seperti sebelumnya. Akan tetapi, orang tersebut tidak melarangnya. Dia malah menjadi teman makan dan minumnya sekaligus kawan duduknya. Ketika mereka melakukan hal demikian, Allah menghancurkan kalbu-kalbu mereka satu sama lain.” Rasulullah Saw. lantas membaca ayat Al-Qur'an (artinya), “Telah dilaknati orang-orang kafir dari kalangan Bani Israel dengan lisan Dawud dan Isa putra Maryam. Hal itu disebabkan karena mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan kemungkaran yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu. Kalian melihat kebanyakan dari mereka tolong-menolong dengan orang-orang kafir. Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri mereka sendiri, yaitu kemurkaan Allah kepada mereka, dan mereka akan kekal di dalam siksaan-Nya. Sekiranya mereka beriman kepada Allah, kepada Nabi Musa, dan kepada wahyu yang diturunkan kepadanya, niscaya mereka tidak akan menjadikan orang-orang musyrik sebagai penolong. Akan tetapi, kebanyakan mereka adalah termasuk orang-orang yang fasik. (TQS. 5:78-81).
Kemudian beliau bersabda, “Jangan begitu. Demi Allah, kalian memilih melakukan amar makruf nahi mungkar -mencegah orang berbuat zalim dan mengembalikannya ke lingkaran yang haq sehingga ia hanya ada dalam lingkaran yang haq saja- atau kalian menghendaki agar Allah kelak menghancurkan kalbu-kalbu kalian satu sama lain, kemudian Dia benar- benar akan melaknat kalian sebagaimana Dia melaknat mereka.” (HR. Abu Dawud dan At-Turmudzi)

Rasulullah Saw. juga bersabda, sebagaimana dituturkan oleh Abu Sa'id al-Khudri, sebagai berikut: “Jihad yang paling baik adalah ucapan yang haq di hadapan penguasa zalim.” (HR. Abi Dawud dan At-Turmudzi).

Abu Bakar ash-Shiddiq ra. pernah bertutur sebagai berikut: “Wahai manusia, sesungguhnya kalian telah membaca ayat ini: “Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian, tiadalah orang yang sesat itu akan memudaratkan kalian apabila kalian telah mendapatkan petunjuk. (TQS. 5:105) Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya apabila seorang manusia melihat manusia lain berbuat zalim, sementara dia tidak mencegahnya, pastilah Allah akan menimpakan hukuman-Nya kepada semuanya.” (HR. Abu Dawud, At-Turmudzi, dan An-Nasa'i)

Dengan demikian, dalil-dalil di atas seluruhnya berisi tentang perintah untuk melawan kezaliman, khususnya kezaliman para pemimpin dan penguasa, karena mereka adalah para pemuka masyarakat dan di tangan merekalah kekuasaan itu.

AI-kifah as-siyasi (perjuangan politik) juga mencakup upaya membongkar berbagai persekongkolan serta sepak-terjang para penguasa dan pemimpin yang ada di hadapan rakyat. Dengan itu, rakyat akan dapat mengetahui dengan jelas hakikat para penguasa mereka.

Karena faktor inilah Abu Jahal, Abu Sufyan, 'Umayyah ibn Khalaf, Walid ibn Mughirah, dan yang lainnya berkumpul di Dar an-Nadwah untuk merundingkan perilaku Muhammad Saw. dan dakwahnya yang baru itu, sebelum orang-orang Arab datang ke Makkah untuk haji. Pada saat itu, persoalan Muhammad Saw. telah begitu menyusahkan mereka, membuat mereka susah tidur, dan mengguncang kepemimpinan mereka atas kaum Quraisy. Mereka ingin mengambil satu pendapat yang bisa memanipulasi dakwah baru itu dan mendistorsikan pemikiran-pemikirannya.

Setelah melakukan dialog dan diskusi, mereka sepakat untuk mendatangi orang-orang Arab yang datang ke kota Makkah pada saat musim haji, dan memperingatkan mereka agar tidak mendengarkan “ocehan” Muhammad Saw. Sebab, Muhammad Saw. dianggap memiliki kata-kata yang mampu menyihir seseorang, sering mngucapkan kata-kata yang dapat memisahkan seseorang dari istrinya, dari keluarganya, dan bahkan dari kaumnya. Akan tetapi, Allah kemudian menyingkap persekongkolan ini kepada Rasulullah Saw. dalam firman-Nya (artinya):
“Sesungguhnya dia telah memikirkan dan menetapkan. Celakalah dia, bagaimana dia menetapkan? Celakalah dia, bagaimanakah dia menetapkan? Kemudian dia memikirkan, lalu dia bermuka masam dan merengut. Dia lantas berpaling [dari kebenaran] dan menyombongkan diri. Selanjutnya dia berkata. “(Al-Qur`an) ini tidak lain hanyalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang dahulu). Ini tidak lain hanyalah perkataan manusia. Aku akan memasukkannya ke dalam neraka Saqar.” (TQS. al-Mudatstsir [74]: 18-26)

Sebagaimana Al-Qur’an telah menyingkapkan persekongkolan para penguasa Arab Jahiliah kepada Rasulullah Saw., Al-Qur’an pun menyingkap pula persekongkolan para pemimpin kufur dan para wali setan. Orang Yahudi di Madinah mengaku beriman kepada Muhammad Saw. Mereka bersikap seolah-olah beriman, tetapi sesungguhnya tetap kafir. Hal ini dilakukan dengan memberi kesan kepada mereka seolah-olah dirinya memiliki niat ikhlas karena Allah; tidak mendustakan Muhammad Saw.

Persekongkolan keji bisa menarik orang-orang yang berakal lemah. Akan tetapi, Allah Swt. membongkar persekongkolan jahat kepada orang-orang Mukmin dan memperingatkan mereka dari para pemimpin kafir dan wali-walil setan. Allah berfirman: “Apabila dikatakan kepada mereka, “Berimanlah kalian sebagaimana orang-orang lain telah beriman, mereka akan menjawab, “Haruskah kami beriman sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?” Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak menyadarinya. Apabila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan, “Kami telah beriman.” Sebaliknya, apabila mereka telah kembali kepada setan-setan mereka, mereka mengatakan, “Sesungguhnya kami sependirian dengan kalian. Kami hanyalah berolok-olok.” Allah kemudian membalas olok-olokan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka.” (TQS. al-Baqarah [2]: 13-15)

Allah juga membongkar berbagai makar yang telah diarahkan kepada orang-orang beriman di dalam masjid dhiror yang bertujuan untuk memusnahkan mereka semuanya. Allah Swt. berfirman: “Di antara orang-orang munafik itu ada orang-orang yang menjadikan masjid untuk menimbulkan kemudharatan (bagi orang-orang Mukmin), kekafiran, dan memecah-belah orang-orang Mukmin, serta untuk menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dulu. Mereka sesungguhnya bersumpah, “Kami tidak menghendaki apapun selain kebaikan.” Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta. Janganlah kalian menunaikan shalat di dalam masjid itu selama-selamanya. Sesungguhnya masjid yang didirikan di atas dasar ketakwaan sejak hari pertama adalah lebih patut untuk kalian jadikan tempat menunaikan shalat. Di dalamnya ada orang-orang yang ingin menyucikan diri. Allah menyukai orang-orang yang suci. Oleh karena itu, apakah orang-orang yang mendirikan masjid di atas dasar ketakwaan kepada Allah dan keridhaan-Nya itu yang dipandang baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunan itu jatuh bersama-sama dengan mereka ke dalam Neraka Jahanam? Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang zalim”. (TQS. 9:107-109)

Semua ini merupakan bentuk persekongkolan terhadap kaum Muslim yang dirancang secara apik. Sesungguhnya persekongkolan keji dan kotor masih terus dirancang sampai saat ini, yang dikomandoi oleh para imperialis kafir dan para wali setan di tengah-tengah masyarakat kita. Tujuannya tidak lain untuk meruntuhkan pertahanan umat Islam dan membuat mereka ragu terhadap agama Islam. Mereka menuduh orang-orang yang ikhlas dari kalangan kaum Muslim dengan tuduhan-tuduhan yang aneh seperti “teroris”, “ekstremis”, “memiliki motif-motif politik jahat”, “ingin mendapatkan kursi kekuasaan”, serta berbagai tuduhan dan celaan buruk lainnya yang tidak didukung oleh fakta sama sekali. Padahal pada hakikatnya, para pemimpin imperialis dan penguasa itulah kaum ekstremis yang sebenarnya.

Pada kenyataannya, orang-orang ikhlas dari kalangan putra-putra kaum Muslim ini justru senantiasa berusaha hidup berdasarkan Islam. Mereka tidak ingin menyimpang dari Islam, amat berbeda dengan para penguasa neoimperialis itu.

Dalam kaitannya dengan persoalan terorisme, semua orang telah menyaksikan sendiri bahwa kediktatoran yang kejam dan teror militer justru dilakukan oleh para penguasa terhadap bangsa mereka sendiri. Tidak ada seorangpun yang meragukan bahwa kediktatoran mereka diwarnai oleh tindak penyiksaan menggunakan alat-alat yang sadis, penghancuran tubuh, penggerebekan rumah-rumah pada malam hari ketika mereka tidur, dan dikumpulkannya para pemuda Muslim -terutama para pemuda yang giat berdakwah untuk mengubah fakta masyarakat yang dekaden. Semua itu tidak pernah dilakukan oleh gerakan-gerakan lslam, meskipun mereka selalu dituduh memiliki senjata dan pistol untuk membela diri.

Sementara itu, kaitannya dengan ambisi politik, perlu dipertanyakan, siapa sesungguhnya yang memiliki sifat buruk itu? Tentu pada diri orang-orang yang berkonspirasi tidak mau menyentuh dan tersentuh hukum-hukum Islam. Sebaliknya, ketamakan politik tidak pernah ditemukan pada orang-orang yang rela meninggalkan kampung halaman mereka, dan menghadapkan dada-dada mereka di depan moncong pistol para penguasa zalim, dibalut sikap pasrah mereka untuk Allah, agama, dan Rasul-Nya; serta bertawakal kepada Allah dalam upaya mengubah kezaliman yang membatu. Semua itu mereka lakukan dalam rangka melepaskan umat ini dari belenggu ketaatan terhadap para penguasa sistem tidak-Islam.

Al-Qur'an membongkar segala bentuk persekongkolan dan makar secara terang-terangan. Al-Qur’an juga, secara langsung ataupun melalui isyarat, menyebut nama dan menjelaskan ciri-ciri orang yang melakukan persekongkolan itu. Al-Qur`an juga menyebutkan nama-nama para wali setan dari kalangan para penguasa dan kroninya. Al-Qur'an secara terus terang berbicara tentang Fir'aun, Hamman, Qorun, dan Samiri; juga berbicara tentang Abu Jahal, 'Umayyah ibn Khalaf, dan yang lainnya. Oleh karena itu, para pengemban dakwah wajib membongkar sekaligus membeberkan kepada umat, tokoh-tokoh yang memiliki persekongkolan jahat terhadap kaum Muslim dari kalangan penguasa sistem bukan-Islam dan kroninya, para pemikir dan politikus ataupun para penulis dan propagandis yang mendukung mereka. Tujuannva adalah agar umat mengetahui hakikat mereka yang sebenarnya, sehingga umat waspada terhadap berbagai makar mereka.

Dalam hal ini ada sebagian dari penguasa yang “membuta”, mereka menjalankan berbagai strategi Barat demi uang dan kekuasaan. Karena agen-agen Barat inilah, kita menyaksikan umat ini terancam musnah, hancur, ataupun dijual murah di pasar-pasar politik internasional.

Di samping para penguasa melakukan praktik keagenan yang memalukan, maka sebagian para pemikir, politikus, sastrawan, juga para jurnalis melakukan hal yang sama dengan cara-cara tertentu. Mereka semuanya bergabung dengan para neo-imperialis untuk melakukan tindakan destruktif di tengah-tengah umat. Mereka menyuntikan berbagai racun yang merusak akidah dan syariah, menebarkan polusi pemikiran. Mereka semuanya mesti dihadapi oleh umat. Kemunkaran mereka mesti dibongkar dan dibeberkan tanpa perlu ditutup-tutupi. Dengan cara seperti ini, masyarakat diharapkan bisa menolak keburukan-keburukan mereka.

Berbagai rencana telah dirancang oleh mereka, seperti persekongkolan luar negeri, desas-desus, dan berbagai makar yang ditujukan kepada umat. Kaum Muslim wajib pula mengetahui berbagai peristiwa yang berputar di sekitar mereka dan berbagai bahaya yang mungkin menimpa mereka. Sebab, berbagai makar dan persekongkolan yang dilakukan oleh neokolonialis terhadap umat Islam ditujukan untuk melemahkan kaum Muslim, untuk kemudian menguasai mereka beserta segala kekayaannya.

Maka, penting sekali bagi pengemban dakwah untuk memperhatikan politik Internasional, mengikuti berbagai peristiwa yang terjadi, dan menyaring segala berita yang bermanfaat bagi mereka. Semua itu untuk dijadikan bahan analisis mereka terhadap situasi politik yang berkembang. Ada sebuah teladan bagus dalam perdebatan antara kaum Quraisy dan Sahabat Nabi membahas peperangan antara Persia dan Romawi, diabadikan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya: “Alif lam mim. Telah dikalahkan bangsa Romawi di negeri yang terdekat. Mereka, sesudah dikalahkan itu, akan menang dalam beberapa tahun lagi. Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). Dan di hari (kemenangan bangsa Romawi) itu, bergembiralah orang-orang yang beriman.” (TQS. ar-Rum [30]:1-4)

Persia dan Romawi ketika itu adalah dua negara adidaya di dunia. Pertarungan antar keduanya dalam memperebutkan wilayah-wilayah mereka terus berlangsung berabad-abad. Kalah dan menang silih berganti. Ketika itu, sebagian wilayah Arab terbagi menjadi dua; sebagian menjadi wilayah jajahan Romawi dan sebagian lain menjadi jajahan Persia. Kekuasaan Persia atas wilayah-wilayah Arab telah mencapai Yaman. Sementara itu, kekuasaan Romawi telah melingkupi semenanjung Arab berbatasan dengan Yordania. Memperhatikan keadaan dua negara ini merupakan keharusan bagi kaum Muslim saat itu. Mereka mengikuti berbagai peristiwa dan kejadian politik saat itu karena berpengaruh terhadap mereka dan tujuan mereka. Ketika itu, terjadi dialog antara Abu Bakar dengan orang-orang Quraisy. Kedua belah pihak berdebat tentang manakah yang akan memenangkan peperangan. Persiakah atau Romawi.

Setiap organisasi politik wajib menyibukkan diri dengan aktivitas perjuangan politik. Menyadari sepenuhnya berbagai fakta dan apa saja yang ada di sekitar mereka. Telah jelas bagi kita, nasihat Nabi Saw. kepada para sahabatnya tatkala diperintahkan untuk berhijrah ke Habsyah, “Apabila kalian pergi menuju Habsyah, sesungguhnya di sana ada seorang raja yang tidak berlaku zalim terhadap seorangpun. Habsyah adalah bumi yang benar sampai Allah menjadikan bagi kalian jalan keluar terhadap masalah yang kalian hadapi.”

Rasulullah Saw tidak berpikir untuk menyuruh kaum Muslim berhijrah kepada salah satu kabilah Arab. Sebab, mereka nyata-nyata telah menolak dakwah beliau. Sementara Yaman, pada waktu itu merupakan jajahan Persia yang belum menganut agama samawi. Di samping itu, sejarah sendiri telah membuktikan kebenaran pandangan beliau. Kisra telah menulis surat kepada Badzan, kaki tangannya di Yaman, yang berbunyi, “Utuslah kepada orang yang berada di Hijaz itu (Muhammad) dua orang laki-laki yang kuat yang kamu miliki [untuk ditangkap]. Hendaklah kedua orang itu membawa lelaki tadi kepadaku.

Dewasa ini, di hadapan kita terdapat banyak sekali aktivitas dan strategi yang dirancang oleh negara-negara imperialis seperti berbagai kesepakatan dan perjanjian atau pakta pertahanan di bidang politik, ekonomi, dan kebudayaan yang berarti turut campur tangan terhadap negeri-negeri kaum Muslim. Contohnya adalah perjanjian militer yang dilakukan oleh negara-negara Teluk dengan AS, Inggris, dan Prancis. Keikutsertaan mereka dalam koalisi internasional yang dipimpin AS untuk memukul Irak. Begitu pula perjanjian-perjanjian ekonomi antara negeri-negeri Muslim dengan IMF; perjanjian-perjanjian kebudayaan yang ditandatangani oleh Tunisia, Maroko, Aljazair, dan Lebanon dengan Perancis; berbagai persekongkolan untuk mengeksploitasi gerakan intifadah sehingga membuat warga Palestina tersiksa, dan mendorong mereka untuk bersikap “pasrah” atas nama perdamaian; pemanfaatan demokrasi di beberapa negeri Islam untuk menyulut perang saudara dan bentrokan berdarah di dalam tubuh umat Islam seperti yang terjadi di Aljazair, Nigeria, dan Afganistan, juga pemanfaatan referendum yang ditawarkan PBB atas wilayah Sahara Barat, dan Timor Timur, meskipun hal itu berarti memecah-belah kaum Muslim dan melemahkan mereka.

Demikianlah, perjuangan politik (aI-kifah as-siyasi) wajib dilakukan oleh berbagai jamaah Islam dan organisasi kepartaian. Mereka harus berusaha untuk mencari dan mengungkap semua itu kepada umat yang tidak mengetahuinya. Jika ini disadari dan dijalankan oleh jamaah Islam atau organisasi kepartaian, maka mereka telah memiliki syarat-syarat yang sempurna untuk beraktivitas di bidang ash-Shira' al-fikri dan aI-kifah as-siyasi. Dengan demikian, mereka bisa menjamin diri mereka sendiri beserta umat yang beraktivitas bersama mereka untuk mengubah peta politik dunia. Tujuannya tidak lain adalah untuk memperbaiki dunia; menyelamatkan seluruh manusia dari kegelapan dan kebodohan; menggiring mereka menuju kebangkitan, kemajuan, dan kesadaran politik Islam yang tinggi. Bila hal ini dimiliki umat, maka mereka akan mampu melanjutkan kehidupan Islam dengan mendirikan Daulah Khilafah. Mereka bisa menjamin eksistensi diri mereka secara terus-menerus di tengah banyak negara, yang sebagian besarnya adalah kaum imperialis yang selalu mengintai mereka.

Benarlah firman Allah Swt. yang menyebutkan: “Seandainya Allah tidak menolak keganasan sebagian manusia dengan sebagian yang lain, niscaya akan rusaklah bumi ini. Akan tetapi, Allah adalah Pemilik karunia yang dicurahkan atas alam semesta. (TQS. 2:251)
Seandainya Allah Swt. tidak mengaruniai orang-orang shalih kekuasaan -yang haq, yang diridhai Allah- yang membela mereka dalam pertarungan melawan orang-orang yang berbuat kerusakan dan orang-orang sesat, kekuasaan yang menghalangi mereka dari kekufuran dan kezaliman, niscaya akan rusak dan akan hilanglah tempat-tempat kebaikan di muka bumi.
Referensi: artikel “PERGULATAN PEMIKIRAN DAN PERJUANGAN POLITIK,” Majalah al-Wa’ie edisi 2

Sabtu, 10 September 2016

Apa Maksud Bela Negara


Apa Maksud Bela Negara

Kata "negara" bisa memiliki bermacam makna jika digunakan. Sebab negara terdiri dari 4 unsur yaitu penguasa, penduduk, wilayah, dan hukum-hukum/sistem yang digunakan penguasa. Frase "bela negara" belum menunjukkan secara jelas dan pasti apa yang dibela. Apakah yang dimaksud membela penguasa atau membela penduduknya atau membela wilayahnya atau membela sistemnya atau membela semuanya?

Untuk menghindari ketidakjelasan maksud sesungguhnya dari kata "negara" dalam frase "bela negara" maka kata "negara" diganti dengan rincian yang dimaksudkan. Yaitu apakah membela penguasanya atau membela penduduknya atau membela wilayah dan penduduknya dari penjajahan imperialis atau membela sistem/hukum-hukum yang digunakan negara itu atau apakah yang dimaksud kesemua unsurnya.

Kekeliruan pemahaman bisa muncul dari ketidakjelasan maksud frase "bela negara" di mana kata "negara" dibiarkan tanpa rincian. Kesalahan pemahaman bisa menghasilkan bahaya bagi pemikiran yang ujungnya bisa menghasilkan kesalahan sikap. Waspadalah!

Kamis, 08 September 2016

PENTINGNYA AKTIVITAS DAKWAH ISLAM



Dakwah adalah aktivitas mengajak dan menghimbau. Apabila kita menyeru seseorang kepada Islam berarti kita membuatnya pada apa yang kita dakwahkan. Dakwah Islam tidak hanya terbatas pada perkataan saja, tetapi mencakup apa saja yang dapat membuat orang cenderung atau tertarik terhadap perkataan dan perbuatan. Oleh karena itu, dakwah bisa berupa lisanul hal (bahasa perbuatan) dan lisanul maqol (perkataan).

Seorang muslim adalah contoh hidup atas apa yang didakwahkan dengan lisannya, dan menjadi refleksi gambaran Islam yang sebenarnya. Allah SWT berfirman (artinya):
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengenakan amal yang shalih dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?” (QS. Fushshillat: 33).

“Maka karena itu serulah (mereka kepada agama itu) dan tetaplah sebagaimana diperintahkan kepadamu...” (QS. Asy-Syuura: 15)

Ajakan kepada Allah adalah wajib, dan tergolong ibadah, karena dengan dakwah seorang da'i mendekatkan diri pada Rabbnya. Seorang da'i mengetahui bahwa kedudukannya amat tinggi dan Allah meninggikan derajatnya di dunia dan akhirat.

Seruan kepada Allah merupakan tugas para nabi. Dan dengan berdakwah itulah mereka menegakkan agama Allah. Allah SWT berfirman:
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): 'Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu” (QS. An-Nahl: 36)

“Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan pembawa kabar gembira serta pemberi peringatan, dan untuk jadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi” (QS. Al-Ahzab: 45-46)

Rasulullah Saw. telah menyampaikan Islam, menasehati umat dan menjadi saksi bagi umat manusia terhadap apa yang disampaikannya kepada mereka di dunia. Sampai-sampai Rasulullah Saw. sendiri bersaksi dan memohon pada Allah untuk menjadi saksi bagi Rasulullah bahwasanya beliau telah menyampaikan dakwahnya kepada umat manusia. Cuplikan khutbah Rasulullah Saw. pada saat haji Wada' menunjukkan hal ini: “Bukankah telah aku sampaikan, Ya Allah, saksikanlah

Jadi dakwah itu adalah warisan Rasulullah kepada ummatnya. Dengan dakwah kita bisa memelihara warisan tersebut sekaligus memelihara ajaran Islam agar tetap ada di tengah-tengah kita. Kita tidak pernah dapat membayangkan bagaimana pengaruh ajaran islam jika kita tidak menjalankan aktivitas dakwah. Sama bahwa kita tidak dapat membayangkan sejauh mana kesucian Islam dan jiwa para pengikutnya tanpa aktivitas dakwah yang mampu membersihkan debu-debu pemikiran yang menyimpang. Tak terbayangkan pula bagaimana caranya meninggikan syi'ar Islam tanpa aktivitas dakwah. Seperti halnya kita tidak dapat membayangkan tersebarnya kekuatan Islam tanpa ada dakwah. Kalau bukan karena dakwah kepada Islam, tidak akan mungkin agama ini kuat dan tidak akan mungkin tersebar luas dan terpelihara serta tidak akan tegak hujjah Allah atas makhluk-makhluk-Nya.

Dengan dakwah kepada Islam, ajaran Islam dapat kembali pada kemuliaannya dan wujudnya di muka bumi akan tetap ada hingga akhir zaman hingga seluruh umat manusia dapat merasakan kehadirannya. Maka jadilah agama itu seluruhnya untuk Allah SWT. Dan dengan dakwah kepada Islam menanglah hujjah orang-orang muslim dan patahlah hujjah orang-orang kafir. Allah SWT berfirman (artinya):
(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS. An-Nisa:165)

Berdasarkan hal ini aktivitas dakwah merupakan perkara yang sangat penting bagi kaum muslimin. Generasi pertama kaum muslimin telah menjalankannya, termasuk orang pertama di antara mereka, yaitu Rasulullah Saw. memiliki kemauan keras terhadap dakwah dan agama. Kalau bukan karena dakwah bagaimana mungkin Islam sampai kepada kita dan bagamana mungkin ajaran Islam dianut oleh jutaan orang. Iman Rasulullah Saw. tidak akan menular kepada kita jika tidak ada dakwah.

Dakwah Rasulullah Saw. adalah mewujudkan Islam dalam setiap aspek kehidupan, dan membina kaum muslimin generasi pertama menjadi pengemban dakwah terbaik sesudah Rasulullah Saw. Dakwah mereka pada akhirnya mampu menjadikan Islam sampai kepada generasi kaum muslimin sesudah mereka dan begitu seterusnya berlanjut hingga hari ini. Oleh karena itu dakwah harus terus berlangsung hingga hari ini. Oleh karena itu dakwah harus berlangsung hingga hari kiamat.

Dakwah dalam kaitannya dengan Islam bagaikan alur sungai dengan air. Air dapat menghilangkan dahaga manusia dengan memberikannya minum, berfungsi untuk menyirami dan memberikan kebaikan bagi umat manusia. Namun demikian air memerlukan orang yang memindahkan. Maka demikian pula halnya dengan Islam. Gambaran yang baik bagi kehidupan ini yaitu ajaran Islam juga memerlukan orang yang memindahkannya, yang dapat memindahkan kebaikan ini agar manusia dapat terpuaskan dahaganya terhadap ilmu dan memberi petunjuk bagi orang yang mau mengikuti. Dari sini tampak hubungan erat antara Islam dan dakwah.

Dakwah termasuk tiang pancang utama dalam Islam dan tergolong perkara yang sangat penting dalam Islam. Usia dakwah sama tuanya dengan usia Islam, dan akan tetap menyertai ajaran Islam sejak lahirnya sampai hari kiamat.

Dengan demikian peranan dakwah Islam amat penting dalam kehidupan kaum muslimin, wajib diprioritaskan dan wajib dicurahkan waktu maupun tenaga.

Amar ma`ruf nahi munkar merupakan salah satu pengembanan dakwah

Dalam masalah ini Imam Nawawi -semoga Allah merahmati beliau- dalam kitabnya syarah Shahih Muslim dalam sub judul amar maruf nahi munkar berkata: “Ketahuilah bahwa amar ma'ruf nahi munkar telah menyebar luas sejak dahulu dan sekarang ini yang tersisa darinya hanya sedikit sekali”.

Pembahasan tentang amar ma'ruf nahi munkar termasuk pembahasan yang penting dan urgen karena merupakan tonggak dari segala urusan. Apabila kerusakan telah menyebar luas maka azab Allah akan menimpa orang-orang yang berbuat kerusakan dan juga menimpa orang-orang yang berbuat baik. Jika orang yang berbuat dzalim tidak dicegah maka Allah akan meratakan siksa bagi semuanya. Allah Swt. berfirman (artinya):
“...maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih” (QS. An-Nur: 63).

Kebutuhan terhadap amar ma'ruf nahi munkar sangat mendesak, karena dengan amar ma'ruf nahi munkar kehidupan akan aman dan tentram. Dan yang dapat melakukan itu semua hanyalah dakwah. Nabi Saw. telah menjelaskan sejauh mana kebutuhan umat ini terhadap amar ma'ruf nahi munkar dalam sebuah haditsnya dengan memberikan perumpamaan (artinya):
“Perumpamaan orang-orang yang mencegah perbuatan maksiat dengan orang-orang yang melanggarnya laksana kaum yang menumpang kapal. Sebagian dari mereka berada di bagian atas dan yang lain berada di bawah. Apabila orang-orang yang berada di bawah memerlukan air, mereka harus melewati orang-orang yang berada di atasnya. Lalu mereka berkata: Andai saja kami lubangi (kapal) pada bagian kami! Tetapi jika yang demikian itu dibiarkan oleh orang-orang yang berada di atasnya (padahal mereka sendiri tidak menghendakinya), maka binasalah seluruhnya. Dan jika dikehendaki dari tangan mereka keselamatan maka akan selamatlah semuanya. (HR. Bukhari).

Hadits ini menjelaskan bahwa amar ma`ruf nahi munkar sama nilainya dengan kehidupan masyarakat dan keselamatannya. Meremehkan pelaksanaan amar maruf nahi munkar akan menenggelamkan kapal itu beserta seluruh penumpangnya ke dasar laut. Al-Qur’an telah menyebut dakwah dengan lafadz amar ma'ruf nahi munkar seperti firman Allah SWT (artinya):
"kamu adalah ummat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah' (QS. Ali-lmran: 110)

Rasulullah SAW bersabda: "Demi Allah yang diriku ada dalam kekuasaan-Nya, hendaklah kalian mengerjakan amar ma'ruf nahi munkar, (sebab) jika hal itu tidak dilakukan maka Allah akan mengirimkan azab terhadap kalian, kemudian kalian berdoa (agar azab itu diangkat) tetapi (hal itu) tidak diperkenan-Nya" (HR. Tirmidzi)

Sabda Rasulullah SAW lainnya: “Barangsiapa di antara kalian melihat kemunkaran maka rubahlah dengan tangan; jika tidak mampu rubahlah dengan lisan; jika tidak mampu rubahlah dengan hati, dan ini selemah-lemahnya iman” (HR. Muslim).

Penyampaian bagian dari dakwah

Al-Qur'an juga menyebut dakwah dengan menggunakan lafadz “asysyahaadatu 'ala an-nas” (kesaksian atas manusia). Allah SWT berfirman (artinya): “Dan demikian [pula] Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas [perbuatan] manusia dan agar Rasul [Muhammad] menjadi saksi atas [perbuatan] kamu” (QS. Al-Baqarah: 143).

Rasulullah Saw. bersabda: “Orang-orang mukmin itu adalah saksi-saksi Allah di muka bumi” (HR. Ibnu Majah).

Saling menasehati dalam kebenaran bagian dari dakwah

Selain Al-Qur'an menyebut dakwah dengan menggunakan istilah Tabligh seperti firman Allah SWT: “Wahai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari rabbmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia”. (QS. Al-Maidah:67)

Sabda Rasulullah Saw.: “Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat" (HR. Bukhari).

Juga Al-Qur`an dan hadits menyebut dakwah dengan menggunakan lafadz saling menasehati dalam kebenaran.

Diutusnya Rasul itu untuk memberi kabar gembira dan peringatan serta menjelaskan kebenaran. Saling nasehat-menasehati untuk mengingatkan manusia kepada Allah. Allah SWT berfirman: "Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan saling nasehat-menasehati supaya mentaati kebenaran dan saling nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran” (QS. Al-'Ashr:1-3).

Rasulullah Saw. bersabda: “Ketahuilah bahwa agama itu nasihah. Ditanyakan (oleh salah seorang sahabat): ‘Untuk siapa wahai Rasulullah?’. Rasulullah menjawab: `Bagi Allah, bagi kitab-Nya, bagi Rasul, bagi para pemimpin dan bagi kaum muslimin secara keseluruhan.” (muttafaq alaihi)

Dari Sulaiman bin Buraidah dari bapaknya, dia berkata: “Rasulullah Saw. apabila menunjuk seorang amir (komandan) untuk peperangan atau misi-misi militer, maka Rasul (selalu) menasehati mereka secara khusus agar bertakwa kepada Allah dan berbuat baik kepada orang-orang muslim kemudian Rasulullah SAW bersabda Berperanglah atas nama Allah dan di jalan Allah Perangilah orang-orang yang kafir kepada Allah dan jika kalian bertemu musuh dari kalangan orang-orang musyrik ajaklah mereka kepada tiga perkara. Mana saja dari tiga perkara itu yang mereka setujui maka terima dan cukuplah (sudah). Ajaklah mereka kepada Islam, jika mereka menyambutnya maka terima dan cukuplah sudah…” (HR. Muslim).

Dari Rasulullah Saw. sesungguhnya beliau bersabda: “Semoga Allah menyinari dengan cahaya-Nya kepada seorang hamba yang mendengarkan perkataanku kemudian dihapalkannya, disimpannya lalu diamalkannya. Mungkin seseorang yang membawa fiqh [hukum] itu bukanlah orang yang faqih, dan mungkin juga orang membawa fiqh itu diberikannya kepada orang yang lebih faqih darinya" (HR. Tirmidzi).

Ayat-ayat Al-Qur'an dan hadits-hadits Nabi Saw. ditaburi dengan kalimat-kalimat dakwah hingga ke sela-selanya. Sasaran dakwah mencakup umat manusia secara keseluruhan, dan dijalankan oleh seluruh kaum muslimin sesuai dengan kemampuannya masing-masing, baik itu individu, kelompok/jamaah, termasuk juga penguasa. Mereka seluruhnya diperintahkan untuk menjalankan aktivitas amar ma'ruf nahi munkar.

Kewajiban amar ma`ruf nahi munkar yang berkaitan dengan individu seperti firman Allah SWT: “Dan orang-orang yang beriman lelaki dan perempuan sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma`ruf dan mencegah dari yang mungkar.” (QS. At-Taubah:71).

Imam Qurthubi dalam tafsirnya berkata: Allah Ta`alaa menjadikan amar ma'ruf nahi' munkar pembeda orang-orang mukmin dan orang-orang munafik. Allah menunjukkan bahwa sifat khas dari orang-orang mukmin (yang tidak dijumpai pada umat lain) adalah amar ma’ruf nahi munkar. Dan puncaknya adalah mengajak kepada Islam. (Tafsir Qurthubi, jilid IV:47)

Kewajiban amar ma’ruf nahi munkar yang berkaitan dengan jama`ah dan partai sekaligus menjelaskan jenis aktivitasnya, seperti firman Allah SWT: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran: 104)

Sedangkan yang berkaitan dengan penguasa seperti firman Allah SWT: “Yaitu orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka menegakkan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma`ruf dan mencegah dari perbuatan munkar. Dan kepada Allah-lah kembali segala urusan." (QS. Al-Hajj:41)

Aktivitas amar ma'ruf nahi munkar termasuk fardhu kifayah. Seorang muslim yang berusaha menegakkannya akan memperoleh pahala dan ganjaran dari Allah SWT, sebaliknya tidak dimaafkan orang yang melalaikan amar ma'ruf nahi munkar sampai target aktivitas itu dapat diraih.

Apabila iman itu tergolong ma'ruf yang pertama dan menjadi pokok dari segala yang ma'ruf, maka lawannya adalah kufur, yang termasuk kemunkaran yang pertama dan pokok dari segala jenis kemunkaran. Apabila ketaatan itu tergolong perkara yang ma'ruf, maka lawannya adalah maksiat, yang termasuk dalam perkara maksiat. Jika berhukum dengan apa yang diturunkan Allah itu tergolong inti ketaatan -yang dengan itu terpeliharalah iman dan ketaatan yang lain- maka lawannya adalah berhukum kepada selain yang diturunkan oleh Allah. Dan hal itu termasuk inti dari kemaksiatan, yaitu mengikuti dan mentaati hawa nafsu.

Dengan demikian wajib atas seluruh kaum muslimin untuk bersatu dalam menegakkan kewajiban ini dan hendaknya seorang muslim yang mengutamakan perkara agamanya mengetahui bahwa ayat-ayat Al-Qur'an yang dibacanya dan hadits-hadits Nabi yang dipelajarinya bukan hanya ditujukan kepadanya sendiri saja melainkan ditujukan untuk semua. Apabila Allah memerintahkan seorang muslim untuk beriman, itu berarti perintah bagi dia dan juga selainnya. Dan jika Allah memerintahkan untuk beribadah maka perintah itu tidak hanya untuknya, melainkan untuk semuanya. Begitu pula jika Allah memerintahkan berhukum pada apa yang diturunkan Allah, itu berarti perintah tadi bukan hanya untuknya saja melainkan untuk semuanya.
Oleh: Ahmad Mahmud
Sumber: Majalah al-Wa’ie edisi 1

Selasa, 06 September 2016

PALESTINA: MELACAK AKAR KRISIS



Catatan Awal

Krisis apapun yang melanda dunia Islam tidak lepas dari rekayasa jahat musuh-musuh Islam. Jauh sebelum kekhilafahan Islam runtuh, mereka telah menyusun strategi secara sistematis untuk menghancurkan Daulah Islamiyah, serta membersihkan puing-puing reruntuhannya dengan memasang berbagai macam perangkap sehingga kaum Muslim benar-benar kehilangan 'keIslamannya'.

Krisis Palestina, Lebanon, Bosnia, Kosovo, Cyprus, Chechnya, Kashmir, Turkestan (Xinjiang), Eritrea, Chad, Pantai Gading, Somalia, hingga ke Moro (Pilipina), Maluku dan Irian Jaya, adalah paparan nyata dari rekayasa dan campur tangan musuh-musuh Islam. Sudah seharusnya kaum Muslim turut merasakan beban yang diderita oleh saudaranya di negeri-negeri lain. Sebab, kesengsaraan yang mereka alami saat ini, sesungguhnya adalah permalasahan kita juga. Amat keliru jika kita mengatakan bahwa krisis Palestina, misalnya, adalah krisis yang terkait dengan orang-orang Palestina saja. Pada hakikatnya, seluruh krisis yang menimpa kaum Muslim, di negeri manapun mereka berada, adalah krisis yang sama, yaitu krisis yang menimpa kaum Muslim. Artinya, problem yang dihadapi oleh kita adalah sama, yaitu problem kaum Muslim. Oleh karena itu, solusinya juga harus sama.

Tulisan ini memberikan informasi dari sisi sejarah salah satu krisis yang hingga sekarang tidak pernah selesai, yaitu krisis Palestina, sekaligus sikap yang seharusnya dimiliki oleh seluruh kaum Muslim, termasuk di Indonesia.

Menjelang Runtuhnya Khilafah Islamiyah

Kekuasaan Daulah Khilafah Utsmaniyah sangat luas. Sebelah Barat meliputi pantai Laut Atlantik di Benua Afrika hingga bibir pantai laut Pasifik di wilayah Timur Jauh. Dari belantara hutan di bagian tengah Benua Afrika, hingga ke kawasan pegunungan Ural dan Kaukasus di wilayah Rusia. Sejak munculnya sejarah manusia di muka bumi hingga saat itu, tidak pernah ada peradaban yang daerah kekuasaannya seluas Daulah Khilafah Utsmaniyah. Sampai awal abad ke 19, Khilafah Utsmaniyah masih menjadi kekuatan yang amat disegani.

Peradaban Barat-Kristen sudah jera menghadapi kekuatan militer kaum Muslim setelah berakhirnya Perang Salib. Cara-cara fisik mulai ditinggalkan untuk menghadapi kekuatan kaum Muslim. Mereka mulai beralih dengan memfokuskan serangan pada pemikiran/ideologi. Di antaranya adalah dengan menyusupkan paham nasionalisme ke berbagai daerah kekuasaan Daulah Islamiyah. Dengan licik, mereka memutarbalikkan fakta, menghasut, dan menghembuskan permusuhan antar kaum Muslim untuk melepaskan diri dari kekuasaan kekhilafahan, terutama di kawasan jazirah Arab dan kawasan Balkan.

Di samping itu, dengan dalih penjelajahan dan penemuan dunia baru untuk mencari sumber-sumber alam, Barat mulai melakukan penjelajahan melalui daerah-daerah yang ada di bawah kekuasaan Daulah Islamiyah. Persekutuan Barat mulai mengepung Daulah Islamiyah Utsmaniyah. Dari sebelah Utara, Rusia mulai mendesak ke kawasan Asia Tengah dan Laut Hitam. Pada tahun 1774, mereka berhasil merebut semenanjung Crimea, kemudian diikuti dengan jatuhnya wilayah Kaukasus, Turkestan, dan bagian Utara negeri Iran. Sementara itu, di sebelah Selatan dan Timur sudah menghadang kekuatan imperialis Portugis, Belanda, Perancis, dan Inggris. Inggris sendiri berhasil menguasai kawasan Teluk Bengal [India] melalui British East Company tahun 1756. Di sebelah Barat Laut, kerajaan Eropa Harsburg merebut kembali daerah yang sekarang dikenal dengan Hongaria dan Yugoslavia.

Napoleon Bonaparte, yang menjadi panglima perang angkatan bersenjata Perancis, menyerbu dan menduduki wilayah Mesir tetapi Inggris berhasil merampasnva pada tahun 1801, lalu merambah pula daerah Aden dan kawasan Teluk Persia. Pada abad ke-19, Inggris berhasil menguasai secara penuh India dan sekitarnya, termasuk Myanmar dan Malaysia. Belanda sendiri hanya memperoleh bagian kepulauan Indonesia. Inggris dan Rusia sepakat menjadikan kawasan Afghanistan dan bagian Utara Iran sebagai daerah buffer (penyangga). Bagian Utara Iran dikuasai oleh Rusia, sedangkan Afghanistan dicaplok oleh Inggris. Cara ini ditempuh inggris untuk menghambat laju pasukan Rusia ke kawasan Selatan benua Asia. Prancis sendiri berhasil menggulung banyak wilayah di benua Afrika. Aljazair dikuasai pada tahun 1830, Tunisia dan gurun Sahara bagian tengah dikuasai tahun 1881, berlanjut ke negeri Maroko, yang kemudian diubah menjadi daerah protektorat Prancis. Prancis juga menguasai jalur pelayaran di Laut Merah dengan mengendalikan kota pelabuhan Jibouti. Spanyol pun tidak ketinggalan, Mereka berhasil merebut sebagian daerah Maroko dan Sahara Barat. Jerman pun terlibat dalam aksi pencaplokan negeri-negeri Muslim dengan menguasai daerah kamerun dan sekitar Danau Tanganyika. Belgia memperoleh daerah Kongo yang dijadikan sebagai kerajaan pada masa Raja Leopold. Italia memperoleh bagian wilayah Eritrea dan membagi daerah Somalia dengan Inggris.

Sementara itu, kawasan Bosnia, Kosovo, Montenegro, Albania, Cyprus, Yunani, Rumania, dan sekitarnya di daerah Balkan mulai melepaskan diri dari kesatuan Wilayah Khilafah Utsmaniyah setelah Barat berhasil menghembuskan paham nasionalisme di kawasan tersebut.

Praktis pada penghujung abad ke-19, Daulah Islamiyah hanya menyisakan Turki saja, itupun sudah dikepung oleh kekuatan militer gabungan pasukan Kristen Barat. Sebab, Cyprus misalnya, lepas ke tangan Yunani. Hingga tahun 1920-an hanya daerah Anatolia di pedalaman Turki yang tidak sepenuhnya dikontrol oleh kekuatan Kristen Barat. Strategi perang Napoleon Bonaparte yang menggulung daerah-daerah pinggiran Daulah Islamiyah mulai menampakkan hasil. Sementara itu, runtuhnya kekhilafahan Islam saat itu tinggal menunggu waktu.

Liciknya Inggris, Culasnya Yahudi

Pada masa itu, Inggris adalah negara terkuat di wilayah Eropa. Bersama-sama dengan Prancis, Inggris menghasut negeri-negeri di kawasan Timur Tengah untuk memberontak terhadap Kekhilafahan Utsmaniyah. Mereka berhasil memperdayai orang-orang Arab sekaligus menggerogoti wilayah pinggir Daulah Islamiyah. Arab Saudi menjadi pelopor dengan 'memanfaatkan' keberadaan Gerakan Wahabi. Dengan didukung oleh rajanya saat itu, 'Abdul 'Aziz ibn 'Abdurrahman as-Sa`ud, mulai melepaskan diri dari wilayah Kekhilafahan Islamiyah. Dengan liciknya, Inggris menghendaki berdirinya negara boneka 'khilafah Islam' di Jazirah Arab, seraya mengatakan bahwa kekhilafahan itu seharusnya dijabat oleh orang Arab. Setelah berhasil menipu kaum Muslim di kawasan Timur Tengah agar mereka memberontak terhadap kekhilafahan Islamiyah di Istambul, bersama dengan Prancis, Inggris membagi-bagi kawasan tersebut. Inggris mendapatkan Irak, Palestina, dan kawasan Trans-Yordania. Sedangkan Perancis memperoleh Lebanon dan Syria. Daerah-daerah ini kemudian dilembagakan oleh mereka dalam bentuk negara-negara baru yang sekarang dikenal sebagai Syria, Yordania, Lebanon, Irak, Saudi Arabia, Palestina, dan sebagainya. Padahal, di masa sebelumnya, seluruh daerah itu berada di bawah naungan khilafah Islamiyah dengan satu pemimpin, yaitu khalifah, dan satu sistem UUD yaitu Islam.

Setelah mereka berhasil menggulung daerah pinggiran Kekhilafahan Islam, Inggris secara licik mendukung Gerakan Turki Fatah (Turki Muda) dengan bantuan tokoh-tokoh Yahudi Zionis. Mereka mempersiapkan Mustafa Kamal, seorang keturunan Yahudi suku Dunamah, untuk menggoyang pusat Kekhilafahan dan menjatuhkannya dari dalam.

Simbiosis Barat Kristen dengan kaum Zionis Yahudi menemukan bentuk idealnya ketika mereka bersama-sama menghadapi kekuatan kaum Muslim yang saat itu berada di bawah naungan Daulah Islamiyah Utsmaniyah. Orang-orang Yahudi 'rela' mengubur permusuhannya dengan orang-orang Eropa kristen. Padahal, mereka belum pupus ingatannya terhadap peristiwa yang menimpa warga Yahudi Eropa tatkala Raja Spanyol yang beragama Katholik bertanggung jawab terhadap pembantaian dan pemusnahan kaum Yahudi dari daratan Eropa, tidak lama setelah jatuhnya benteng Islam terakhir di wilayah Andalusia -sekarang menjadi daerah Portugal dan Spanyol-tahun 1492.

Sejak abad ke-19, para pecinta Zionisme (Choveve Zion) senantiasa berusaha dengan segala macam cara untuk mewujudkan negeri Yahudi. Yahudi sebagai gerakan politik sudah mulai diangkat oleh Thaodore Hertzel (1860- 1904). Ia menjadi peletak dasar doktrin zionis, yang gerakannya di kemudian hari lebih dikenal sebagai Zionisnie.

Palestina Sebelum krisis

Wilayah Palestina awalnya berada di bawah kekuasaan khilafah Utsmaniyah. Sejak lama, daerah ini menjadi pertemuan tiga agama besar: Islam, Yahudi, dan kristen. Perang Salib yang berlangsung selama hampir 200 tahun, antara kekuatan Muslim melawan kekuatan gabungan kerajaan Eropa -termasuk Inggris yang mewakili kristen- adalah dalam rangka memperebutkan tempat suci al-Quds dan sekitarnya. Pada awal abad ke-19, mayoritas penduduk Palestina adalah orang-orang Arab. Tahun 1170 orang Yahudi di daerah itu hanya berjumlah 1140 jiwa. Sampai tahun 1267, hanya dijumpai 2 kepala keluarga Yahudi di seluruh kota Al-Quds (Yerusalem). Namun pada tahun 1845, di seluruh Palestina telah bermukim kurang lebih 12.000 orang Yahudi, sedangkan penduduk Palestina sendiri saat itu kurang lebih 350.000 orang, Pada tahun 1882, warga Yahudi yang tinggal di kawasan itu meningkat menjadi 25.000 jiwa, sementara penduduk Muslim Palestina kira-kira 500.000 jiwa.

Protokolat Zionis dan Imigrasi Yahudi

Secara politis, tahun 1882 adalah titik-tolak keinginan tokoh-tokoh Yahudi untuk mewujudkan negara Zionis israel. Theodore Hertzl merupakan tokoh kunci yang mencetuskan ide pembentukan negara tersebut. Ia menyusun doktrin Zionismenya dalam bukunya bejudul 'der Judenstaad' (The Jewish State). Sejak tahun 1882, Zionisme merupakan sebuah gerakan politik yang secara sistematis berusaha mewujudkan negara Yahudi. Secara nyata, gerakan ini didukung oleh tokoh-tokoh Yahudi yang hadir dalam kongres pertama Yahudi Internasional di Basel (Swiss), tahun 1895. Kongres tersebut dihadiri oleh sekitar 300 orang, mewakili 50 organisasi Zionis yang terpancar di seluruh dunia. Mereka lalu mendirikan basis kekuatannya di Wina (Austria) tahun 1896.

Kongres itu sendiri amat rahasia dan sulit diketahui oleh masyarakat umum kalau saja tidak ada yang pengkhianatan yang dilakukan oleh seorang wanita keturunan Prancis yang menjadi anggota FreeMasonry. Ia berhasil membawa sebagian dokumen hasil keputusan kongres yang dibawa lari ke Rusia dan diserahkan kepada Alexis Nicolai Niefnitus, salah seorang tokoh di Rusia Timur pada masa Tsar Rusia. Dokumen itu kemudian berpindah tangan kepada seorang pendeta gereja ortodoks, yaitu Prof. Sergey Nilus. Dokumen inilah yang kemudian dibukukan dalam bahasa Rusia dengan judul 'Protokolat Zionisme’. Setelah rencana-rencana busuk Zionis yang ingin menghapuskan sistem Tsar di Rusia dan menggantinya dengan sistem Komunis terungkap, tidak lama kemudian, Rusia membantai sekitar 10.000 warga Yahudi, dan mengusir mereka dari wilayah Rusia.

Pada saat Revolusi Bolshevik, dokumen ini sempat dilarang untuk beredar secara luas di masyarakat oleh para pendukung revolusi tersebut. Namun demikian, sebuah dokumen berhasil diselundupkan ke Inggris oleh Victor B. Mars, wartawan harian The Morning Post.

Dari sini, dokumen itu kemudian tersebar luas dan diterjemahkan ke dalam berbagai macam bahasa. Terjemahan dalam bahasa Arab sendiri dilakukan oleh Muhammad Khalifah at-Tunisi yang dimuat dalam majalah Mimbar Asy-Syara tahun 1950.

Dokumen itu berisi rencana dan rekayasa Yahudi dengan menghalalkan segala cara untuk mewujudkan tujuannya, yaitu membentuk negara Yahudi. Yahudilah sebenarnya yang berada di balik munculnya revolusi Bolshevik untuk menggulingkan kekuasaan Tsar Rusia. Rencana itu terbukti, 15 tahun kemudian (tahun 1901) sejak dokumen itu diterbitkan. Inilah yang menjadi penyebab dilarangnya penyebaran dokumen ini di Rusia pada masa Revolusi Bolshevik. Di samping itu, mereka memiliki rencana untuk menghancurkan sistem Kekhilafahan Islam. Mereka amat paham bahwa syarat mutlak untuk mendirikan negara Yahudi adalah hancurnya sistem Khilafah Islam lebih dulu. Oleh karena itu, kekuatan Zionis berusaha sekuat tenaga dengan berkolaborasi dengan Inggris untuk mewujudkan tujuan mereka masing-masing. Mereka menyusupkan berbagai pemahaman yang bisa merusak loyalitas kaum Muslim kepada Khalifahnya. Merekapun menyusupkan orang-orang tertentu ke pusat Kekhilafahan di lstambul untuk menghancurkan institusi Khilafah dari dalam.

Kolaborasi Inggris-Yahudi

Yahudi dengan penjajah Inggris sudah sejak lama membina hubungan untuk mengerat-erat Daulah Khilafah Utsmaniyah dan bersekutu untuk menghancurkan Islam dan Sistem kekhilafahan Islam. Bahkan, negara-negara Barat yang mewakili Kristen, sejak dikalahkan dalam Perang Salib dendam kesumatnya belum pupus. Penolakan Balfour -menlu Inggris- terhadap gelombang imigrasi Yahudi ke dataran inggris adalah siasat yang ditempuh oleh Hertzl untuk mengalihkan gelombang pengungsian ke tempat yang mereka rancang menjadi cikal bakal berdirinya negara Yahudi, yaitu tanah Palestina.

Saat itu, Inggris tengah menguasai kawasan Palestina dan sekitarnya dan tengah merancang negara-negara boneka yang meliputi wilayah Bulan Sabit (yaitu Yordania, Mesir, Arab Saudi, kawasan Teluk Persia, dan Emirat).

Untuk mewujudkan keinginannya mendirikan negara Yahudi, Hertzl menggalang dukungan Menlu Jerman Von Bullow serta Kaisar Wilhelm II. Lobi pun dilakukan kepada Menlu Rusia Plahve dan Tsar Nicholas Il. Hertzl kemudian meminta surat pengantar dari Plahve (pada tahun 1902) yang ditujukan kepada Sultan Abdul Hamid II. Surat tersebut berisi tentang permintaan untuk memperoleh izin mendirikan tempat penampungan bagi orang-orang Yahudi di Palestina. Maklum saja, Rusia waktu itu memiliki tekanan politik yang cukup kuat terhadap kekhilafahan Islam, karena daerah-daerah potensial yang sebelumnya milik kaum Muslim jatuh ke tangan Rusia, dan daerah-daerah lain sewaktu-waktu dapat terancam.

Surat pengantar itu, kemudian ditolak mentah-mentah oleh Sultan Abdul Hamid Il, seraya membalas dengan perkataan tegasnya. “Bagaimana mungkin aku menyerahkan sebagian tanah-tanah itu, karena daerah itu bukan milikku. Tanah itu adalah milik kaum Muslim. Tanah itu diperoleh dan dipertahankan oleh mereka dengan cucuran keringat, darah, dan air mata ribuan prajurit. Selama aku masih hidup, jangan harap kalian bisa menguasai tanah Palestina".

Melihat ketegasan jawaban Khalifah, Hertzl tidak putus-asa. la kemudian menawarkan dana tunai tiga juta poundsterling emas ditambah dengan bonus untuk melunasi utang luar negeri, dengan syarat, orang-orang Yahudi diizinkan untuk berziarah dan tinggal di Palestina. Akan tetapi, tawaran menarik itupun ditampik oleh Sultan Abdul Hamid ll. Karena kesalnya, Hartzl dan seorang kawannya yang menyertainya, yakni Karsow (pemimpin Yahudi di daerah Salonika) mengancam Sultan agar berhati-hati terhadap pembalasan yang akan diberikan mereka atas penolakan Sultan. Ancamannya ini berhasil dibuktikan ketika Mustafa Kamal Ataturk, atas bantuan Inggris, berhasil membubarkan institusi Khilafah dan mengusir Sultan Abdul Hamid Il serta keluarganya pada tanggal 3 Maret 1924 dari wilayah Turki.

Tawaran Hertzl berupa sejumlah besar uang itu diperolehnya dari dana nasional yahudi (keren kayemet) yang didirikan tahun 1901 dan dipungut dari warga Yahudi yang tinggal di wilayah Eropa dan Amerika.

Penolakan Sultan menyebabkan Hertzl mencari jalan keluar lainnya. Karena ia mengetahui bahwa Inggris menguasai kawasan Palestina dan sekitarnya, maka tokoh-tokoh Inggris dan Zionis seperti Hertzl, Weizman, dan Balfour berkumpul di kota Manchester pada tahun 1906. Pertemuan itu menghasilkan langkah-langkah strategis untuk mewujudkan negara Israel. Mereka membuat target 50 tahun, cita-citanya berhasil terwujud.

Munculnya deklarasi Balfour menjadi momentum bagi warga Yahudi untuk mewujudkan keinginannya itu. Komunike bersama antara Menlu Inggris saat itu (Balfour) dengan salah seorang pemuka Yahudi, Eduard Rotschild, tanggal 2 Nopember 1917, berhasil membuka pintu yang kelak akan selalu menjadi duri bagi kaum Muslim di kawasan Timur Tengah. Penggalan pernyataan komunike bersama itu antara lain, “Inggris setuju atas pendirian negara Israel di Palestina. Inggris pun akan selalu berusaha sekuat tenaga untuk membantu mewujudkannya."

Munculnya Krisis Palestina

Hertzl dan tokoh-tokoh Zionis lainnya berupaya dengan sekuat tenaga agar orang-orang Yahudi bersedia pindah ke kawasan Palestina. Akan tetapi, langkah-langkah mereka mulanya menemui hambatan yang amat besar. Untuk itu, mereka membuat rekayasa politik maupun fisik/militer sehingga mampu memunculkan keinginan pada diri orang-orang Yahudi menetap di Palestina. Salah satunya adalah dengan menciptakan isu anti Semit (anti Yahudi). Cara ini berhasil meyakinkan orang-orang Yahudi, seolah-olah memang ada 'teror anti semit', yang akhirnya menggerakkan gelombang imigrasi besar-besaran ke kawasan Palestina… Setelah deklarasi Balfour, Palestina dijadikan wilayah protektorat lnggris dengan mengangkat Herbert Samuel, keturunan Yahudi, sebagai komisi pengawas tinggi yang bertanggung jawab atas daerah protektorat tersebut. Ini sesuai dengan deklarasi Sykes-Picot (antara Penjajah Inggris dan Prancis) yang memutuskan bahwa wilayah Palestina diserahkan pengelolaannya pada badan internasional. Padahal, lnggris secara licik berhasil menempatkan orang-orangnya dalam komisi tinggi, sehingga kepentingannya tetap terjaga. Artinya, rencananya dengan tokoh-tokoh Zionis tetap berjalan.

Melalui keputusan yang berasal dari Herbert Samuel, imigran Yahudi yang berasal dari kawasan Eropa Barat dan Eropa Timur, termasuk Rusia, berbondong-bondong memasuki kawasan Palestina...

Penderitaan Warga Palestina

Inggris mewariskan tanah Palestina milik kekhilafahan Utsmaniyah seluas 1,25 juta dunam (1 dunam=1000 m ) kepada warga Yahudi. 300.000 dunam di antaranya diberikan begitu saja, alias gratis. 600.000 dunam dibeli oleh orang-orang Arab Syria dan Lebanon. Luas wilayah Palestina saat itu sekitar 27 juta dunam. Setelah deklarasi Balfour, warga Yahudi memiliki 2,5 persen tanah Palestina. Inggris kemudian memberikan lagi tanah Palestina hingga pemilikan warga Yahudi meningkat menjadi 6,5 persen. Pembelian secara besar-besaran tanah milik warga Palestina oleh warga Yahudi terus berlangsung dengan berbagai cara. Sampai berakhirnya periode penggunaan dana nasional Yahudi, mereka mengklaim memiliki sekitar 2,1 juta dunam tanah Palestina. Ahli sejarah Arnold Toynbee pernah mengatakan bahwa sesungguhnya kekayaan Israel itu tidak pernah ada. Yang dimiliki Israel sekarang adalah hasil rampokan mereka yang diperoleh melalui cara-cara kekerasan dan kejam. Mereka hanya menyisakan setengah juta dunam saja bagi warga Palestina.

Tatkala negara Israel berdiri tanggal 14 Mei 1948, Israel mengusir sekitar satu juta warga Palestina, merampas semua hak milik warga Palestina seperti rumah dan harta benda lainnya, serta mencaplok begitu saja puluhan kota dan ratusan desa. Teror dan pembantaianpun marak di mana-mana, seperti Deir Yasin (tahun 1948), Kafr Kasem (29 Oktober 1956) atau pembantaian yang dilakukan oleh Unit 101 yang didirikan oleh Moshe Dayan dan dipimpin oleh Ariel Sharon si penjagal untuk menakut-nakuti warga Palestina agar keluar dari kampung halaman mereka. Pada tahun 1948 saja, tercatat 385 desa dari 475 buah desa Palestina yang dibuldoser dan diratakan dengan tanah.

Kurun waktu antara tahun 1920-an hingga tahun 1948 dipenuhi dengan bentrokan fisik antara warga Palestina dengan warga Yahudi yang berhasil mendiami tanah Palestina. Bentrokan itu sendiri sengaja dirancang oleh Inggris agar ada alasan untuk mendatangkan lebih banyak lagi jumlah imigran Yahudi ke kawasan itu.

Pada tahun 1922, melalui Winston Churchill, lnggris mengambil sumpah 'Abdullah ibn Husayn untuk mengakui eksistensi Israel di tanah Palestina. Untuk menjamin keberhasilan rencananya, Inggris kemudian mengangkat Amir Husayni sebagai ketua Majlis Tinggi Islam sekaligus mufti Palestina. Lewat sekutunya ini, orang-orang Yahudi dengan mudah memperoleh tanah di daerah Palestina. Dengan bantuan keluarga-keluarga al-Husayni, al-Fayyadh, 'Abdul Hadi, dan ar- Rasyid, rencana Inggris untuk menggerogoti pusat kekhilafahan Islam dengan pemberontakan mulai menampakkan hasilnya.

Pangkhianatan demi pengkhianatan mewarnai kolaborasi Inggris, Yahudi, dan sejumlah tokoh Arab yang tertipu dengan propaganda Inggris. Raja 'Abdullah dari Yordania, misalnya, mengizinkan tentaranya untuk membantu Yahudi melawan Mesir. Mesir sendiri gagal dalam perang pada tahun 1917-1948 atas pengkhianatan yang dilakukan oleh Raja Farouk. Kegagalan itulah yang mengakibatkan diserahkannya kota al-Quds oleh Raja 'Abdullah kepada lsrael.

Dalam perang tahun 1907, Raja Hussein dari Yordania menyerahkan tepi Barat sungai Yordan kepada Israel tanpa peperangan. Pada tahun yang sama, Mesir di bawah pimpinan Jamal Abdu Nasser melepaskan Gurun Sinai dan jalur Gaza kepada negara Yahudi. Tindakan itu diikuti oleh Syria di bawah pimpinan Hafedz al-Assad yang menyerahkan Dataran Tinggi Golan, tempat paling strategis di kawasan Syam.

Sejak itu, krisis Palestina selalu mewarnai perjalanan sejarah kaum Muslim di Timur Tengah. Keberadaan Israel sendiri oleh penjajah baru, yaitu AS, dijadikan “bom waktu" dan “tali layang-layang” dalam politik luar negerinya di kawasan Timur Tengah. AS memiliki kepentingan ekonomi, politik, dan militer yang amat kuat di wilayah bergolak itu, terutama untuk menjaga kepentingan- kepentingan ekonominya yang amat berharga di jazirah Arab dan kawasan Teluk Persia. Sedangkan Israel amat berkepentingan dengan eksistensi negaranya. Dua negara ini saling berkolaborasi untuk mempertahankan kepentingannya masing-masing dengan menindas dan menyisakan penderitaan yang tiada habisnya terhadap saudara-saudara kita, warga Palestina.

Keruntuhan institusi Khilafah Islam menjadi bencana total bagi seluruh kaum Muslim di berbagai negeri. Sebab, tidak ada lagi pelindung dan pembela kaum Muslim dalam menghadapi kekuatan Barat Kristen dan Yahudi Israel. Apakah kita masih mengharapkan uluran tangan dari para penguasa Muslim saat ini yang menjadi budak negara-negara Barat kafir dan tidak lagi mempedulikan kondisi rakyatnya yang mayoritas Muslim? Benarlah sabda Rasulullah Saw. sebagaimana dituturkan oleh Abu Hurayrah ketika beliau menyatakan (artinya): “Sesungguhnya seorang Imam (Khalifah/ kepala Negara) itu laksana perisai. Orang-orang akan berperang di belakangnya dan menjadikannya sebagai peIindung bagi dirinya”. (HR Muslim)

Orang yang mengamati perkembangan politik Israel, cenderung untuk membagi kondisi politik dalam 2 fase. Fase pertama, dimulai sejak berdirinya negara zionis Israel hingga dicaploknya sebagian besar daerah yang sebelumnya milik Mesir, Yordania, dan Syria (interval waktu 1947-1967).

Pada fase ini, Israel banyak melakukan berbagai perkara, seperti memantapkan eksistensinya, memperluas kawasannya secara geografis melalui berbagai ekspansi militer, membangun pilar-pilar ekonominya menjadi sebuah negara yang memiliki sistem ekonomi modern, modernisasi pertanian dan industri, dan mengokohkan kedigjayaannya dalam bidang militer dengan bantuan negara-negara blok Timur (pada masa sebelum dan pada perang dingin) maupun AS dan sekutunya. Pada saat-saat tertentu, di antara negara-negara pendukung itu juga saling bergabung untuk men-support eksistensi negara Zionis Israel. Seperti pada saat perang Israel-Mesir (tahun 1956). Inggris dan Perancis bahu-membahu membantu Israel menyerang Mesir, agar Mesir mau mengakui eksistensi Israel, dan memberi peringatan kepada negara-negara Arab lain yang mencoba-coba mengganggu Israel. Rusia juga sejak awal berdirinya negara Yahudi, amat intens membantu membangun eksistensi negara itu, dengan mendorong imigrasi orang-orang Yahudi yang tinggal di kawasan Rusia agar pindah ke wilayah Palestina. Bahkan Rusia termasuk negara pertama yang mengakui secara politis eksistensi negara lsrael.

Fase kedua dimulai sejak tahun 1957, tatkala pecah perang terbuka antara Israel dengan Mesir dan Syria. Pada fase ini, Israel berhasil meyakinkan kepada dunia terutama negara-negara Arab, bahwasanya mereka memiliki kekuatan yang paling unggul di kawasan Timur Tangah.

Secara politis dan militer, Mesir bertekuk lutut di hadapan Israel, yang saat itu memang sudah mempersiapkan diri untuk memenangkan pertempuran, meski gambaran hebatnya Israel hanyalah rekayasa yang dibuat oleh AS. Karena, sudah menjadi rahasia umum, kalau kepala negara Mesir, Gamal Abdun Nasser adalah kaki tangan AS. Image semacam itu berhasil dihunjamkan ke dalam benak para prajurit Mesir, sehingga mereka telah kalah mental, dan menganggap Israel tidak mungkin dilawan maupun dikalahkan. Kenyataan sejarah menunjukkan, Mesir bertekuk lutut. Nasser berhasil meyakinkan rakyatnya bahwa kekalahan Mesir pada peperangan tahun 1967-1968 dari Israel itu wajar-wajar saja, karena 'digjayanya' Israel. Keculasannya dilanjutkan dengan berpura-pura mengundurkan diri. Taktik ini dilakukannya untuk mengetahui apakah rakyat masih mencintainya meskipun Mesir kalah dalam perangnya melawan Israel, atau rakyat sudah tidak suka dengan kepemimpinannya. Setelah ia mengetahui bahwa rakyat masih mencintainya, ia menjalankan rencana berikutnya, yaitu berdamai dengan Israel. Perdamaian ini berujung pada diserahkannya Jalur Gaza dan Gurun Sinai kepada negara Zionis Israel.

Sesungguhnya perang tahun 1907-1908 antara Israel yang didukung negara-negara Barat melawan Mesir, Syria, dan Yordania adalah peperangan yang penuh tipu daya dan rekayasa. Peperangan itu sudah diatur untuk meraih target jangka panjang. Akhir dari peperangan ini berupa diserahkannya Jalur Gaza dan Gurun Sinai oleh Mesir, dataran tinggi Golan oleh Syria, dan kawasan tepi Barat sungai Yordan oleh Yordania.

Kecuali Gurun Sinai, seluruh daerah yang dicaplok Israel pada perang 1967-1968 dipersiapkan untuk pemukiman warga Palestina dalam sebuah negeri yang merdeka berazaskan nasionalisme. Lebih jauh, Israel bersama-sama dengan AS bermaksud menyerahkan urusan Palestina ke tangan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), bukan ke tangan rakyat Palestina, apalagi ke tangan kaum muslimin. Jadi AS ingin urusan Palestina itu, bukan lagi urusan kaum muslimin, tetapi urusan PLO agar mudah disetir sesuai dengan rencana mereka. AS juga berhasil memaksa negara-negara yang berada di bawah dominasinya, seperti Mesir, Syria, dan Arab Saudi agar tidak melakukan penyerangan terhadap Israel.

Pengkhianatan Arafat

Pada tahun 1964 diadakan konferensi liga Arab di Kairo. Salah satu keputusan penting yang dikeluarkan peserta konferensi itu adalah dibentuknya Organisasi Pembebasan Palestina (PLO). Ketua pertamanya Ahmad Sukhairi. Keberadaan PLO didukung oleh negara-negara Teluk, Arab Saudi dan Tunisia. Diam-diam Inggris pun mendukung pembentukannya, dengan catatan sebagai benih untuk pembentukan negara sekular dan nasionalis Palestina. Tujuan ini pula yang selalu diperjuangkan oleh PLO hingga kini.

Yaser Arafat diangkat sebagai ketua PLO pada tahun 1969, sekaligus menjadi wakil Palestina yang berbicara di depan sidang umum PBB, atas rekomendasi dari liga Arab. Pada tahun 1971, ia diangkat sebagai panglima umum revolusi pembebasan organisas-organisasi Palestina.

Dalam perang tahun 1973 antara Israel dengan Arab, ada beberapa tujuan yang hendak dicapai. Pertama, mengokohkan kedudukan Anwar sadat (Presiden Mesir) dan Hafedz Assad (Presiden Syria) yang merupakan sekutu setia AS. Kedua, melalui perang tersebut, ada alasan bagi sekutu-sekutu AS, terutama Yordania, Mesir, Syria dan Libanon, ketika 'kalah' perang untuk mengakui eksistensi Israel melalui jalan dialog dan perundingan.

Mesir, yang diwakili Anwar Sadat mempersiapkan dialog itu di KM 101 Gurun Sinai. Ini merupakan cikal bakal hingga sampai ke perundingan Camp David, yang menyepakati tidak ada perang sama sekali dengan Israel. Tahun 1977 Sadat mengunjungi Tel Aviv (Israel). Kunjungan ini dianggapnya sebagai sebuah kemenangan. Padahal, hakekatnya merupakan tindakan menghina diri dan kaum muslimin. Hafedz Assad sendiri secara intens melakukan berbagai perundingan rahasia bersama Israel di Geneva. Dua manuver ini merupakan katalisator yang memuluskan diterimanya resolusi PBB No. 242 oleh Yaser Arafat, yang berisi pengakuan eksistensi Negara Israel.

Seluruh tindakan yang dirintis dan dilakukan, baik secara rahasia maupun terang-terangan oleh para pemimpin pengkhianat itu berhasil mengukuhkan target-target yang disusun AS dan Israel. Seluruh negara Arab, akhirnya mengakui eksistensi Israel sebagai sebuah negara yang berdaulat, tanpa bisa dicegah lagi. `Loyo'nya negara-negara Arab amat gamblang dipertontonkan pada saat Israel memasuki kawasan Libanon (tahun 1982), tanpa ada satu negara Arab pun yang berani mengusiknya. Dengan didukung milisi Kristen Phalangis, dan Presiden Libanon Basyir Gemayel, Israel memporak-porandakan kawasan Selatan Libanon dengan dalih memburu dan menangkapi gerilyawan-gerilyawan Palestina.

Semua ini terjadi karena tindakan Arafat, Meski dalam anggaran dasar PLO nyata-nyata Israel itu dicap sebagai musuh dan kewajiban PLO untuk mengusir Israel, namun Arafat tanpa rasa malu menerima resolusi PBB No. 242 dan 338 yang mengakui eksistensi negara Israel.

PLO dan Arafat

Setelah diusirnya ribuan gerilyawan Palestina dari wilayah Libanon, pemerintah pengasingan Palestina terbentuk. Cita-cita mereka hanya satu, yaitu berhasil mewujudkan negara Palestina di Wilayah jalur Gaza dan tepi barat sungai Yordan. Maka diaturlah berbagai macam perundingan yang amat panjang, dengan kompensasi pengakuan PLO akan eksistensi negara Israel. Untuk melicinkan rencananya itu Arafat tidak segan-segan menyingkirkan tokoh garis keras PLO, Abu Musa dan kawan-kawan. la dibunuh di Tripoli (Libanon). Ia juga membiarkan begitu saja tangan kanannya, Abu Nidal, dibunuh oleh Yahudi, tanpa bereaksi ataupun membalasnya.

Penyimpangan PLO yang dipimpin Arafat makin kentara, dengan merubah anggaran dasar PLO yang mencantumkan kata-kata Israel sebagai teroris yang harus diperangi. Ini diikuti dengan larangan kepada warga Palestina untuk memusuhi dan membunuh warga Yahudi. Dahulu orang-orang Yahudi dianggap musuh yang harus dimusnahkan… Orang-orang yang memusuhi Yahudi dan proses perdamaian dicapnya sebagai pengkhianat dan musuh.

Martabat Arafat yang telah melacurkan dirinya untuk AS dan Yahudi sudah sangat jelas. Sejak pengakuannya terhadap eksistensi Israel, diterimanya ide pemerintahan pengasingan Palestina di Tunisia agar Israel dengan semena-mena menjalankan rencananya di tanah Palestina, berdamai dengan Yahudi (Camp David), merasa puas dengan diberinya secuil tanah (Jericho) sebagai pusat pemerintahan Palestina, hingga diserahkannya al-Quds di bawah kontrol PBB yang nyata-nyata dicukongi AS, adalah bukti-bukti nyata tindakan Arafat yang menjijikkan. Belum lagi kesengajaannya membiarkan tragedi Black September, Sabra dan Shatilla, hingga yang terakhir dikorbankannya ratusan pemuda-pemuda Palestina dalam peristiwa dua bulan lalu sebagai tumbal untuk memuluskan rencananya bersama Yahudi dan AS, dalam rangka mengokohkan perdamaian abadi di tanah Palestina bersama-sama dengan Yahudi. Bukankah tanah Palestina adalah tanah milik kaum muslimin yang dirampas oleh Yahudi melalui peperangan. Maka bagaimana mungkin akal sehat menerima sikap Arafat yang rela hidup berdamai dengan si perampas tanah yang telah membunuh ribuan jiwa kaum muslimin, mengusir, memenjarakan, menganiaya ribuan lagi lainnya. Lebih celaka lagi bahwa ia mau menerima eksistensi negara Israel, di atas tanah miliknya dan milik kaum muslimin. Dan mengusir serta memerangi siapapun dari kaum muslimin yang ingin mengusir dan melawan Israel. Menyedihkan!

Jika demikian keadaannya, mengapa kaum muslimin masih menaruh harapan dan percaya kepada Arafat dan para pemimpin negara-negara Arab, yang jelas-jelas telah berkhianat terhadap Islam dan kaum muslimin. Tidakkah bukti-bukti tersebut sudah lebih dari cukup?

Harapan Membentang

Melihat perjalanan panjang krisis Palestina, tampak jelas bahwa keadaan yang ada sekarang tidak lepas dari rekayasa jahat musuh-musuh Islam. Ide berdirinya negara Palestina yang sekuler dan berazaskan nasionalisme, hanyalah mengukuhkan kedudukan Israel dan negara-negara Barat, yang menjadi pendukung zionis. Itu berarti makin menyulitkan kaum muslimin menyatukan negeri-negeri Islam dalam naungan satu negara, yaitu negara khilafah Islamiyah. Oleh karena itu ide mendirikan negara Palestina harus ditolak!

Selain itu keberadaan negara zionis Israel di atas tanah Palestina sudah jelas, yaitu sebagai perampas yang mengambil paksa melalui pengusiran, pemenjaraan, penganiayan dan pembunuhan atas kaum muslimin selama hampir seratus tahun. Tangan-tangan najis Yahudi telah mengotori tanah yang diberkati Allah Swt., tempat yang di dalamnya terdapat masjid al Aqsha, tempat suci ketiga bagi kaum muslimin. Shalat di dalamnya diganjar 500 kali dibandingkan dengan masjid-masjid lainnya. Tempat mi'raj-nya Nabi Saw. Dan tanah kaum muslimin yang berada dalam naungan Daulah Khilafah sejak masa Umar bin Khaththab ra. Selama 13 abad tanah milik kaum muslimin itu diperoleh dan dipertahankan dengan mengorbankan ratusan ribu syuhada. Dengan demikian, tanah palestina dan masjid al-Aqsha terkait dengan akidah Islam dan hukum-hukum khusus menyangkut tempat suci tersebut. Lalu, bagaimana mungkin tanah itu dilepaskan dan diberikan kepada Yahudi -makhluk terhina di dunia- begitu saja oleh Yaser Arafat dan para penguasa Arab yang berkomplot dengan AS dan Yahudi?

Solusi dan jalan satu-satunya menghadapi krisis Palestina hanya satu, yaitu berjihad fi sabilillah, untuk mengusir dan memerangi Yahudi Israel di atas tanah Palestina hingga keluar dari wilayah itu dan negeri-negeri lslam lainnya. Dan hukumnya adalah fardhu. Meskipun kita menyadari, bahwa jihad fi sabilillah yang sesungguhnya tidak mungkin bersandar pada para penguasa-penguasa muslim yang ada sekarang. Sebab mereka semuanya adalah kaki tangan dan agen-agen negara Barat, terutama AS. Jihad yang sesungguhnya baru bisa dijalankan jika kaum muslimin berada di bawah kekuasan yang satu, pemimpin tunggal yang menjalankan sistem Islam secara total, yang teritorialnya mencakup seluruh negeri-negeri Islam. Dengan kata lain, hal itu baru bisa diwujudkan setelah ada Daulah Khilafah Islamiyah.
Sumber: Majalah al-Wa’ie edisi 3

Download BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam