Unduh BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Senin, 18 Mei 2020

Antara Bersedekah dan Menjual Dengan Harga Murah



Oleh: Annas I. Wibowo, SE

Seseorang boleh melepaskan suatu hak (at-tanâzul ‘an al-haq) yang dimiliki atas orang lain. Pelepasan hak adalah tindakan seseorang meninggalkan hak yang telah ditetapkan syariah baginya, yang hak itu boleh dia tinggalkan atau dia ambil. (Hâzim Ismâîl Jâdullah, at-Tanâzul ‘an al-Haq wa al-Rujû’ ‘anhu wa Atsaruhu fi al-Furû’ al-Fiqhiyyah, hal.27)

Misal, syara’ membolehkan wanita melepaskan hak maharnya atau nafkahnya atas suaminya, sehingga dia rela mendapatkan mahar atau nafkah yang sedikit. (Muhammad Ya’qûb Muhammad ad-Dahlawî, Huqûq al-Mar’ah al-Zaujiyyah wa at-Tanâzul ‘anha, hal.77)

Syara’ membolehkan seorang pemberi utang (kreditur) membebaskan utang debiturnya, baik sebagian maupun seluruh utangnya (lihat: QS. al-Baqarah: 280).

Syara’ juga membolehkan apa yang disebut takhâruj dalam masalah waris, yaitu tindakan seorang ahli waris untuk tidak mengambil hak warisnya.

Syara’ juga membolehkan keluarga korban dalam kasus pembunuhan tak sengaja (qatl al-khatha’), untuk tidak mengambil diyat (tebusan) yang seharusnya dibayar pembunuh kepada keluarga korban, sebagaimana ditetapkan syariat Islam. (lihat: QS. an-Nisa’: 92)

Penting digarisbawahi bahwa seseorang memiliki hak atas orang lain adalah karena kejadian ataupun akad yang dilakukan dengan orang lain itu memang berimplikasi hak atas orang lain menurut syariat Islam.

Dari contoh yang disebutkan, akad nikah yang dilakukan menurut syariat memang berimplikasi adanya hak mahar bagi perempuan yang dinikahi. Kemudian boleh jika si perempuan melepaskan hak mahar yang dia miliki atas orang yang menikahinya.

Akad nikah yang dilakukan menurut syariat memang berimplikasi adanya hak nafkah bagi perempuan yang dinikahi. Kemudian boleh jika si perempuan melepaskan sebagian atau seluruh hak nafkah di suatu kurun waktu tertentu yang dia miliki atas orang yang menikahinya. Jadi boleh seorang perempuan melepaskan hak nafkahnya atas suaminya selama sebulan, misalnya.

Dilakukannya akad utang-puitang memang berimplikasi seorang kreditur memiliki hak atas sejumlah harta yang dia utangkan kepada debitur. Setelah akad itu, kemudian bisa dikatakan bahwa seorang (kreditur) memiliki hak atas orang lain (debitur). Maka kemudian boleh jika kreditur membebaskan haknya, yaitu piutang atas debiturnya, baik sebagian maupun seluruh utangnya.

Seorang ahli waris memiliki hak atas harta warisan jika ada kerabatnya yang meninggal sesuai ketentuan syariat Islam. Sehingga di posisi ini, dia pada asalnya memang memiliki hak atas warisan, yang kemudian boleh dia ambil atau dia lepaskan.

Keluarga korban dalam kasus pembunuhan yang tidak disengaja memang pada asalnya memiliki hak untuk mendapatkan diyat dari pihak pembunuh. Terjadinya pembunuhan tidak disengaja itu berimplikasi dimilikinya hak keluarga korban atas pihak pembunuh berupa diyat. Boleh jika kemudian keluarga korban memaafkan, merelakan hak diyatnya atas pihak pembunuh.

Dalam akad jual-beli, seorang penjual memiliki hak atas seorang pembeli berupa harga barangnya. Pembeli berhak mendapatkan barang ketika telah terjadi akad jual-beli. Jika sejak awal calon pembeli tidak setuju membayar harga yang diminta si penjual maka akad jual-beli tidak terjadi.

Hak si penjual atas si pembeli itu juga ketika dilakukan akad jual-beli kredit. Tidak disebut sebagai pihak penjual dan pihak pembeli jika tidak pernah terjadi akad jual-beli.

Akad jual-beli berarti harus ada barang jelas yang dijual dan harga barang yang jelas yang disepakati di awal, baik berupa uang atau manfaat yang lain.

Jika si penjual menjual secara kredit kepada pembeli maka penjual itu dalam kurun waktu piutangnya boleh tiba-tiba menggugurkan sebagian piutang yang menjadi haknya atas pembeli. Dalam hal ini berarti si penjual bersedekah kepada si pembeli -yaitu berupa digugurkannya sebagian piutang- sejumlah tertentu dari total harga barang yang jelas sebagaimana telah disepakati dalam akad jual-beli kredit di awal.

Dua orang boleh melakukan tawar-menawar untuk berjual-beli sebelum disepakati suatu akad jual-beli. Tawar-menawar atau nego sebelum ditentukan akad jual-beli biasanya di seputar berapa harga barang yang akan disepakati. Pihak penjual boleh setuju berakad dengan suatu harga apakah itu rendah ataupun tinggi.

Seorang pedagang boleh memberi diskon atau potongan harga sejumlah tertentu dari harga barang yang jelas. Sehingga pembeli memiliki hak atas diskon itu ketika dilakukan akad jual-beli yang jelas menyebutkan adanya diskon dari harga barang yang jelas.

Juga, seorang pedagang boleh sengaja menjual barang dagangannya dengan harga murah sebagai bentuk bersedekah kepada pembeli yaitu sebesar selisih antara harga yang dia tetapkan murah dan harga pasaran. Harga murah itu harus jelas disepakati oleh pihak penjual dan pembeli dalam akad jual-beli. Jika si calon pembeli menawar dengan suatu harga lalu si penjual tidak sepakat dengan harga itu maka akad jual-beli belum terjadi. Si pedagang boleh menolak harga yang diminta oleh calon pembeli atau menerima.

Seseorang tidak disebut memiliki hak atas orang lain jika memang tidak ada akad atau kejadian yang berimplikasi dimilikinya hak atas orang lain menurut syariat. Contohnya, seseorang yang memiliki sejumlah makanan ingin bersedekah makanan itu kepada orang lain maka tidak bisa dikatakan bahwa orang yang ingin memberi makanan itu memiliki hak atas orang yang akan diberi makanan.

Selama suatu barang dijual-belikan dengan suatu harga –baik dengan harga pasaran ataupun harga murah- maka itu terjadi dengan akad jual-beli, bukan akad yang lain.

WalLaahu a'lam bi al-shawaab.

Bacaan: Tabloid Media Umat edisi 265

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Download BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam