Unduh BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Senin, 30 Oktober 2017

Membebaskan Umat Dari Jeratan Sekularisme-Demokrasi



Format sebuah negara maupun masyarakat sangat ditentukan oleh asas yang mendasarinya. Jika sejak awal asasnya rusak dan bathil dengan sendirinya bangunan negara dan masyarakat juga rusak dan batil. Oleh karena itu, pembahasan tentang asas negara dan masyarakat, UUD, dan yang sejenisnya tidak dapat dianggap enteng. Implikasinya amat luas dan berkelanjutan. Pasalnya, rusak dan bathilnya asas bernegara dan bermasyarakat, sebagaimana yang kita saksikan saat ini, jelas akan mengakibatkan rusak dan -tidak mustahil- hancurnya negara dan masyarakat tersebut.

Negara yang berasas Islam saja, jika penguasa dan rakyatnya tidak menjaga penerapan sistem Islam itu sebaik-baiknya, tetap bisa hancur; apalagi jika asasnya memang bukan-Islam –semacam sekularisme-demokrasi, jebakannya yahudi- dan cacat parah sejak lahir, sudah barang tentu hidupnya sakit-sakitan dan umurnya tidak lama.

Telah tampak bahwa demokrasi yang juga dipraktekkan di negeri ini (lebih-lebih demokrasinya negara jajahan, bukan negara penjajah) semakin lama hanya bisa semakin rusak, penduduknya mengalami krisis multidimensi yang semakin parah, upaya-upaya perbaikan sesuai sistem itu hanya sedikit saja memperlambat kerusakan laten.

Semakin lama umur negara sistem bukan-Islam, maka semakin banyak undang-undang yang pro-imperialis (dan pro-setan). Dan setelah ratusan aturan diterapkan –yang merugikan penduduk negeri dan menguntungkan asing-aseng beserta segelintir antek-anteknya- maka dapat dipastikan sistem tidak-Islam itu tidak bisa diharapkan sama sekali untuk memperbaiki kerusakan. Semakin lama, semakin rusak, maka semakin tampak jelas kecacatan sistem republik/demokrasi yang memang diimpor dari hawa nafsu kaum kafir itu.

Kehancuran sebuah negeri bisa terjadi bukan semata karena dampak faktor internal sistemnya, tapi juga karena kaum kafir imperialis Timur dan Barat tidak akan menghentikan nafsu penjajahannya.

Pemegang tampuk kepemimpinan yang baru dalam sistem bukan-Islam pasti terjebak dan terikat ratusan aturan bathil yang telah diterapkan -yang terus menghasilkan kerusakan- sehingga wajah-wajah baru penguasa itu meski seandainya dengan semangat untuk memperbaiki melalui sistem, akan tersandera oleh sistem rusak itu sendiri. Sistem tidak-Islam itu memang tidak memiliki mekanisme dan landasan untuk sungguh-sungguh melawan kebathilan undang-undang yang bathil, serta tidak mampu sungguh-sungguh membela kebenaran dan keadilan, karena sekularisme-demokrasi semata-mata menuruti hawa nafsu, tanpa kejelasan mana yang haq dan mana yang bathil, mana yang adil dan mana yang zhalim, mana yang taqwa dan mana yang maksiat. Ketidakjelasan itu memanglah cacat permanen dalam demokrasi, ingat, demokrasi ada untuk memfasilitasi hawa nafsu. Sistem aturan yang rinci, jelas, dan selalu tepat untuk memperbaiki kehidupan umat manusia –yaitu dalam sistem Islam- nyata bertentangan dengan demokrasi.

Kampanye yang pro terhadap sistem bukan-Islam selalu berupaya untuk mengesankan seakan-akan pemerintahan baru –yaitu pemenang pemilu- nantinya mampu mewujudkan mimpi-mimpi masyarakat. Namun, masyarakat saat ini berada dalam iklim kesadaran untuk perubahan dari status quo; dan perubahan itu sudah seharusnya ke arah Islam, dengan perjuangan metode Rasul Saw., demi ridha Allah Swt., untuk kemenangan kebenaran dan keadilan Islam beserta umat, kemenangan dalam hidup di dunia dan di akhirat.

Manusia akan diadili di Hari Pembalasan dalam hal aqidah dan syariahnya, apakah aqidahnya Islam, apakah mengimani dan membenarkan ayat-ayat al-Qur’an seluruhnya, apakah rela diatur dengan syariah Islam, apakah menolak semua hukum selain syariah Islam, apakah perbuatannya selama hidup di dunia sesuai syariah Islam, apakah menolak sistem negara bukan-Islam, apakah membela Islam dan umatnya atau justru membela kebathilan, apakah menerima syariah Islam sebagai standar perbuatan dan untuk menghukumi manusia.

Ideologi Islam (aqidah dan syariah) inilah faktor yang menentukan nasib kaum Muslimin, jika berpegang teguh dengannya maka mereka akan ditolong Allah Swt. di dunia dan di akhirat mendapat kemenangan hakiki. Sebaliknya, jika umat terjauhkan dan awam terhadap ideologi Islam, maka bahaya akan menjadi semakin besar meski perasaan mereka tulus terhadap agama Islam. Ideologi pada diri umat haruslah ideologi Islam, jika ideologinya tidak jelas maka kondisi memprihatinkan akan terus berlanjut, kehidupan umat akan jauh dari kemuliaan Islam.

Kondisi realitas buruk akibat bercokolnya sistem bukan-Islam yang menjadi bahaya laten, yang terus berpotensi memakan korban, terjauhkannya umat dari aqidah dan syariah Islam, inilah yang harus diprihatinkan oleh setiap elemen umat Islam. Para nabi dan rasul diutus oleh Sang Pencipta pada dasarnya adalah untuk mewujudkan ideologi yang berasal dari Allah Swt. kepada umatnya sehingga diterima dan diamalkan, bukan lain-lain.

“Hai Dawud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah di muka bumi, maka hukumilah di antara manusia dengan kebenaran dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.” (TQS. Shad: 26)

“Maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum (yang haq); dan kepada masing-masing mereka (Dawud dan Sulaiman) telah Kami berikan hikmah dan ilmu...” (TQS. Al-Anbiya: 79)

“Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israel dengan lisan Dawud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas.” (TQS. Al-Maidah: 78)

Nabi Ibrahim dan Ismail telah sabar –atas dasar keimanan- menerima perintah, syariat dari Allah Swt. untuk mereka:

“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (TQS. Ash-Shaffat: 102)
Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya).
Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim.
Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu," sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.
Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.
Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian.
(yaitu) "Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim."
Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman.” (TQS. Ash-Shaffat: 103-111)

“Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu (Muhammad) sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub dan anak cucunya, Isa, Ayub, Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan Kami berikan Zabur kepada Dawud.” (TQS. An-Nisa’: 163)

Kepada Nabi Muhammad Saw. dan umatnya juga diturunkan ayat:

“dan hendaklah kamu menghukumi di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka.” (TQS. Al-Maidah: 49)

Asas bagi negara haruslah al-Qur’an dan as-Sunnah:

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (as-Sunnah), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.” (TQS. an-Nisa’: 59)

Alhamdulillah. []

Artikel terkait: “Tawaran Perubahan Di Tengah Euforia Perubahan” Majalah Al-Wa`ie No.13 tahun 2, 1-30 September 2001

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Download BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam