“The Ottoman Empire lay at our feet
dismembered and impotent, its capital and Caliph at the mercy of our guns.”
[Harold Nicolson]
“Imperium
Ottoman tergeletak di kaki kita, terpecah-belah dan impoten, ibukota dan Khalifahnya
ada di bawah ampunan senapan-senapan kita.” (Harold Nicolson, ‘Curzon The Last
Phase A Study In Post War Diplomacy 1919-1925,’ hal.3)
28 Rajab
1439 H menandai berulangnya tanggal sejak tahun penghapusan Khilafah di Turki
secara resmi pada 1342 H/1924 M. Besarnya peristiwa ini dan dampaknya yang
tampak dari berbagai masalah yang dihadapi dunia Muslim hari ini sangatlah
signifikan. Setelah 97 tahun tanpa kekuasaan sentral Islam untuk menerapkan,
melindungi dan mendakwahkan Islam maka adalah penting untuk mengingat kembali
dampak dari runtuhnya Khilafah.
Harold Nicolson
dalam bukunya yaitu biografi tentang Lord Curzon, Sekretaris Luar Negeri
Inggris yang menyaksikan penghancuran Khilafah setelah penandatanganan
perjanjian Lausanne, merangkum situasi yang terjadi di Turki pasca Khilafah
runtuh.
“Hasil-hasil
aktual dari setujunya Turki pada kepentingan Kekuatan-Kekuatan Sentral bisa
dirangkum sebagai berikut.
· Dia dipaksa
melepaskan klaimnya atas Mesir, Tripoli, Barca, the Dodecanase, kepulauan
Aegean, dan Siprus.
· Dia kehilangan
Suriah, Lebanon, Palestina, dan apa yang sekarang dikenal sebagai
Transjordania.
· Dia kehilangan peran
sebagai penjaga Tempat-Tempat Suci dan kehilangan kedudukan terhormat yang
didapat dari melakukannya di seantero dunia Islam.
· Propinsi Hijaz dan
Yaman direnggut dari genggamannya.
· Mesopotamia, dengan
potensi sumberdaya yang sangat besar, mendeklarasikan kemerdekaan dirinya
sendiri.
· Pada 1912 Imperium
Ottoman telah, setidaknya secara teori, menaungi 1.500.000 mi² (square miles),
dan Sultan bisa mengklaim kekuasaannya atas 36.000.000 orang. Hasil dari Perang-Perang
Balkan dan Perang Eropa, Negara Turki saat ini hanya meliputi 445.609 mi²
dengan populasi hanya 13.648.270.
· Turki memasuki perang
itu sebagai Imperium Ottoman yang masih kuat: (setelahnya) dia muncul dari
keadaan itu sebagai Republik Asiatik, hanya sedikit lebih besar dari Hyderabad.
Demikian itulah besaran penentangannya yang sukses terhadap Kekuatan Sekutu.” (Harold
Nicolson, ‘Curzon The Last Phase A Study In Post War Diplomacy 1919-1925,’ hal.64)
Lord
Curzon, juga menyebutkan hal yang mirip di House of Lords (Parlemen Inggris)
pada 28 Pebruari 1924 dalam Pembacaan Kedua Rancangan
Perjanjian Perdamaian (Turki):
“Tapi
juga sebagai hasil dari Perjanjian itu kita beralih dari Negara Turki, dan
merekonstruksi, area-area di Asia Minor (Asia Kecil), di Suriah, di Palestina, dan
di Mesopotamia, karena sebagian besarnya dihuni orang Arab, yang selama
berabad-abad Turki telah menunjukkan ketidakmampuannya memerintah mereka, dan
yang sekarang, sedang terbebas dari ketundukan terhadapnya, sedang menuju,
dalam derajat yang beragam, untuk membentuk kehidupan nasional sendiri. Itu,
tentu saja, adalah harga yang Turki harus bayar karena kesalahan besarnya masuk
dalam perang melawan Sekutu.”
Inggris
memainkan peran utama dalam penghancuran Khilafah di Turki.
Pernyataan-pernyataan sekretaris luar negerinya, Lord Curzon, jelas menunjukkan
kebenciannya terhadap Turki dan Khilafah.
Pada 19
Mei 1919, dalam catatan Kabinet Perang rahasia: “Lord Curzon mengatakan bahwa dia tidak punya
keinginan apapun untuk bersikap ramah dalam menghadapi orang-orang Turki. Orang-orang
Turki telah secara sukarela membantu Jerman; mereka telah memperlakukan tawanan
kita dengan sikap barbar yang belum pernah dilakukan sebelumnya; mereka telah
membantai ratusan ribu rakyatnya sendiri. Oleh karena itu, mereka berhak
mendapatkan nasib apapun yang ditimpakan atas mereka.”
Nicolson
mengutip Curzon: Selama hampir lima abad -dia (Curzon) menulis-, “kehadiran orang-orang
Turki di Eropa telah menjadi sumber gangguan, intrik dan kerusakan di politik
Eropa; dari penindasan dan pemerintahan-keliru hingga Subject Nationalities (bangsa-bangsa
tertindas); dan sebuah insentif bagi ambisi-ambisi di dunia Muslim yang tidak
dibenarkan dan keterlaluan. Itu telah mendorong orang-orang Turki untuk menganggap
dirinya sendiri sebagai Adidaya, dan telah memungkinkan dirinya untuk menimpakan
atas orang lain ilusi yang sama. Itu telah menempatkan dirinya pada posisi
untuk memainkan satu Kekuatan atas yang lain, dan dalam kecemburuan mereka dan
intrik tipudayanya sendiri untuk menemukan alasan bagi kekebalannya yang
berkelanjutan.” (Harold Nicolson, ‘Curzon The Last Phase A Study In Post War
Diplomacy 1919-1925,’ hal.76)
Penghapusan
Khilafah dan penegakannya-kembali telah dikabarkan oleh Nabi Muhammad Saw.,
jadi, tidak peduli seberapa banyaknya makar dan rencana para kekuatan kolonial
Barat, mereka tidak bisa mencegah kembalinya Khilafah.
Nabi Muhammad
Saw. bersabda:
تَكُونُ
النُّبُوَّةُ
فِيكُمْ مَا
شَاءَ اللَّهُ
أَنْ تَكُونَ
ثُمَّ
يَرْفَعُهَا
إِذَا شَاءَ
أَنْ
يَرْفَعَهَا
ثُمَّ
تَكُونُ خِلَافَةٌ
عَلَى
مِنْهَاجِ
النُّبُوَّةِ
فَتَكُونُ
مَا شَاءَ
اللَّهُ أَنْ
تَكُونَ
ثُمَّ
يَرْفَعُهَا
إِذَا شَاءَ
اللَّهُ أَنْ
يَرْفَعَهَا
ثُمَّ تَكُونُ
مُلْكًا
عَاضًّا
فَيَكُونُ
مَا شَاءَ اللَّهُ
أَنْ يَكُونَ
ثُمَّ
يَرْفَعُهَا
إِذَا شَاءَ
أَنْ
يَرْفَعَهَا
ثُمَّ
تَكُونُ مُلْكًا
جَبْرِيَّةً
فَتَكُونُ
مَا شَاءَ اللَّهُ
أَنْ تَكُونَ
ثُمَّ
يَرْفَعُهَا
إِذَا شَاءَ
أَنْ
يَرْفَعَهَا
ثُمَّ
تَكُونُ
خِلَافَةً عَلَى
مِنْهَاجِ
النُّبُوَّةِ
ثُمَّ سَكَتَ
“Di
tengah-tengah kalian ada zaman Kenabian. Atas kehendak Allah zaman itu akan
tetap ada. Lalu Dia akan mengangkat zaman itu jika Dia berkehendak
mengangkatnya. Kemudian akan ada Khilafah
yang mengikuti manhaj Kenabian. Khilafah itu akan tetap ada sesuai kehendak
Allah. Lalu Dia akan mengangkat Khilafah itu jika Dia berkehendak
mengangkatnya. Kemudian akan ada kekuasaan yang menggigit. Kekuasaan ini akan
tetap ada sesuai kehendak Allah. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia
berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada kekuasaan (pemerintahan) diktator
yang menyengsarakan. Kekuasaan diktator itu akan tetap ada sesuai kehendak
Allah. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian
akan muncul kembali Khilafah yang
mengikuti manhaj Kenabian.” (Hudzaifah berkata): Kemudian beliau diam.” (HR.
Ahmad)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar