Unduh BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Sabtu, 18 Agustus 2018

Memenangkan Islam Di Negeri Syam



Negeri Syam adalah bagian dunia yang sangat penting yang termasuk dalam pusat urusan politik dan spiritual bagi kaum Muslimin sejak awal sejarah mereka. Kita telah diberitahu mengenai pentingnya as-Syam di dalam hadits Rasul dan bahwa kaum Muslimin memiliki ikatan -spiritual maupun politik- dengan wilayah itu hingga hari Kiamat. Nabi bersabda:

طُوبَى لِلشَّامِ فَقُلْنَا لِأَيٍّ ذَلِكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ لِأَنَّ مَلَائِكَةَ الرَّحْمَنِ بَاسِطَةٌ أَجْنِحَتَهَا عَلَيْهَا

"Beruntunglah bagi penduduk Syam." Lalu kami bertanya; "Mengapa bisa seperti itu wahai Rasulullah?" Beliau bersabda: "Sesungguhnya Malaikatnya Dzat Yang Maha Pengasih (Allah) telah membentangkan sayapnya di atas negeri Syam." (HR. at-Tirmidzi)

Negeri Syam adalah wilayah yang meliputi Lebanon, Palestina, Yordania dan hampir seluruh Suriah. Di bawah pemerintahan Khalifah Abu Bakar ra. kaum Muslimin telah mulai memasuki area-area Suriah. Dan beberapa bulan setelah meninggalnya Abu Bakar, Damaskus jatuh ke tangan Negara Khilafah pada 635 M.

Wilayah Syam di abad ke-9

Terjadi pertempuran penting dan bersejarah antara Kerajaan Byzantine (Kerajaan Romawi Timur) dan Negara Khilafah, di mana kaum Muslimin hanya berjumlah 40.000 sementara tentara musuh berjumlah 200.000 tentara.

Setelah berperang selama beberapa hari, kaum Muslimin mampu mengungguli, dengan sebanyak 70.000 tentara Byzantine terbunuh. Ketika Kaisar Heraclius mendengar kabar kekalahan itu, dia pindah ke Konstantinopel mengatakan, “Selamat tinggal Suriah; betapa sebuah negeri kutinggalkan pada musuh!” Perang ini kemudian dikenal sebagai Perang Yarmuk dan merupakan perang yang signifikan dalam sejarah.

Lalu diikuti oleh penaklukan lanjutan, membawa Aleppo dan Antioch ke dalam kendali Khilafah pada tahun 637 M. Dengan dikuasainya Antioch, hampir seluruh Suriah ada di bawah kendali kaum Muslimin.

Kemenangan terakhir dan paling signifikan dalam rangkaian penaklukan ini adalah dikuasainya Yerusalem oleh Khalifah Umar pada tahun 637 M. Sang Khalifah tiba di kota Yerusalem dengan mengenakan baju berbahan kain kasar, membuat heran banyak orang kafir. Umar menetapkan pakta dengan kaum kafir Yerusalem berdasarkan ajaran Islam yang menjamin nyawa dan harta mereka, gereja-gereja dan salib-salib mereka. Mereka tidak boleh dipaksa masuk Islam, dan tidak boleh dizhalimi.
Pemerintahan Islam diterapkan di al-Syam dan terus berlangsung hingga serangan Pasukan Salib yang pertama. Yerusalem kemudian menjadi pusat konflik antara kaum Muslimin dan kaum Kristen Eropa, yang terwujud dalam Perang Salib.

Era Khilafah Utsmani dan Makar Barat

Selama kekuasaan Utsmani, al-Syam tetap di genggaman kaum Muslimin. Setelah sebelumnya Syam menjadi area perseteruan antara Mamalik dan Utsmani, pada akhirnya menetap di bawah kendali Utsmani, khususnya setelah perpindahan resmi kekuasaan Khilafah kepada Utsmani di bawah Sultan Salim, ayahnya Sultan Sulaiman. Al-Syam menjadi sebuah propinsi Khilafah Utsmani.

Upaya awal Eropa terhadap Syam kemudian dilakukan oleh Perancis, yang menguasai sebagian Mesir di bawah Napoleon. Pada 1798, pasukan Perancis maju ke Syam melalui Semenanjung Sinai, sebelum dipaksa mundur oleh pasukan Utsmani. Upaya yang berikutnya memberikan keberhasilan lebih lanjut bagi Perancis, yang mampu merebut sebagian Palestina, Lebanon dan Suriah selama beberapa waktu, sebelum dipaksa mundur, kali ini Perancis dibantu Aliansi Quadrilateral yaitu Inggris, Rusia, dan dua negara Jerman.

Upaya semacam Napoleon hanya membawa keberhasilan temporer dan terbatas, sementara bisa dikatakan bahwa Barat mendapat keberhasilan lebih besar dengan basis gerakan intelektual dan budaya. Upaya mereka itu menggabungkan antara kerja misionaris dan pemunculan separatis, kecenderungan nasionalisme di kalangan kelompok minoritas di Khilafah Utsmani. Pusat misionaris berdana asing pertama didirikan di Beirut pada tahun 1820. Pada tahun 1834 misionaris terkemuka Amerika Eli Smith membuka sekolah Kristen untuk perempuan.

Dalam kondisi Khilafah Utsmani telah menjadi rentan terhadap pemberontakan di kawasan Balkan,  aktivitas intelektual di Syam berhasil memunculkan aspirasi politik di dalam beberapa kelompok minoritas. Para misionaris Inggris, Perancis dan Amerika yang bekerja di balik topeng institusi ilmiah dan pendidikan, menjadi penyalur paham-paham kufur, yang turut mendorong perkembangan ide “Solidaritas (pan) Arab.”

Nasionalisme Arab Dan Tendensi Separatis

Misionaris bertindak sebagai saluran menuju gerakan politik, dan pada akhirnya menjadi aktivitas fisik. Dengan melemahnya pengaruh Khilafah Utsmani di Syam, perseteruan antara minoritas Druze dan Maronite meletus pada 1841 di daerah pegunungan Lebanon. Inggris berpihak pada Druze dan Perancis berpihak pada Maronite. Ini menghasilkan pertumpahan darah yang signifikan di seluruh Lebanon sebelum meluas ke wilayah Suriah yang lebih besar.

Pertarungan itu memunculkan seruan kemerdekaan politik bagi berbagai kelompok minoritas. Intervensi serta gerakan politik menjadi umum. Itu dijiwai oleh semangat separatis, dan bermacam partai dan kelompok dibentuk untuk tujuan ini. Kelompok semacam “Syrian Scientific Association” dibentuk pada 1857, didesain untuk mewujudkan nasionalisme Arab. The “Secret Association” dibentuk pada 1875, lebih lanjut menumbuhkan tendensi pan-Arab; mendorong permusuhan terhadap Khilafah Utsmani dengan menyebutnya sebagai Negara “Turkish” dan menuduhnya merebut kekuasaan politik dari orang-orang Arab; dan menghasilkan permusuhan di antara kelompok-kelompok Arab (berdasarkan perbedaan dalam hal agama).

Seiring dengan tumbuhnya tendensi-tendensi semacam itu dan dengan berlanjutnya pelemahan politik Utsmani, tumbuhnya perlawanan dan pemberontakan menjadi subur.
Selama keributan yaitu Perang Dunia 1, Inggris mendorong antek barunya Syarif Hussein, yang ketika itu masih wali (gubernur) Khilafah Utsmani di Makkah, untuk melancarkan Revolusi Arab melawan Utsmani.

Revolusi ini terbukti berhasil, memuluskan jalan bagi pemisahan tanah-tanah Arab dari Utsmani, menempatkannya di bawah mandat Inggris dan Perancis. Di tahun yang sama, Inggris dan Perancis setuju atas pembagian tanah-tanah bekas Khilafah melalui Perjanjian Sykes-Picot dengan persetujuan Kekaisaran Russia. Mengikuti Revolusi Komunis di Russia, kaum Komunis membeberkan rencana Inggris-Perancis itu pada dunia.

Peta Kesepakatan Sykes-Picot yang dibocorkan oleh Komunis Rusia

Kesepakatan Sykes-Picot (bersama dengan perjanjian-perjanjian semacamnya) menentukan pengaruh Inggris dan Perancis di dunia Muslim setelah jatuhnya Khilafah. Di bawah kesepakatan ini, Inggris diberi kendali atas Yordania, Irak, dan daerah kecil sekitar Haifa. Perancis diberi kendali atas Turki Tenggara, Irak Utara, Suriah, dan Lebanon. Mereka dibebaskan untuk menentukan batas-batas negara. Keputusan sesukanya itulah yang menentukan dunia Muslim terpecah menjadi wilayah-wilayah geopolitik hingga hari ini.

Zionisme Dan Israel

Pemecahbelahan Khilafah juga diikuti oleh berdirinya Israel, dibantu oleh Inggris dengan Deklarasi Balfour yang menciptakan momentumnya pada 1948.


Al-Syam Hari Ini

Negeri Syam hari ini adalah wilayah dalam kobaran api. Perang di Suriah sekarang sudah lebih dari lima tahun, hasil dari 4 dekade lebih umat Islam hidup di bawah penindasan rezim Ba’ath. Menghasilkan krisis pengungsi skala raksasa, belum pernah disaksikan di manapun selain Afrika sejak PD2.

Sementara Israel tetap bercokol di wilayah itu, dia berada dalam posisi tak aman di antara institusi-institusi politik Muslim, mempersenjatai diri sebanyak-banyaknya sebagai persiapan untuk terjadinya benturan tak terelakkan yang suatu hari akan datang. Sementara negara-negara di wilayah Syam (semacam Yordania) adalah contoh kelemahan dan pengkhianatan, tidak mencerminkan sentimen penduduknya dan dunia Muslim yang lebih luas.

Puluhan tahun eksperimen dengan model pemerintahan asing dan ketundukan politik yang endemik kepada kekuatan-kekuatan asing telah membuat kebanyakan orang yakin bahwa keadaan politik saat ini mengindikasikan peristiwa-peristiwa besar yang akan datang. Umat Islam di Suriah sebagai contoh, meski puluhan tahun ditindas, masih bisa menjaga aspirasi politik Islam. Itu menunjukkan bahwa kaum Muslimin masih terhubung dengan warisan politiknya dan terhubung oleh ide-ide persatuan Islam.

Bisyarah Rasulullah menempatkan as-Syam di pusat perhatian, menunjukkan peristiwa-peristiwa besar yang akan berujung kemenangan kaum Muslimin, hingga Yerusalem sebagai ibukota Khilafah masa depan.

Namun sebagaimana biasanya, keberhasilan itu akan didahului oleh cobaan berat dan pengorbanan besar, yang hari ini kita saksikan di Suriah.

Kita memohon pada Allah Yang Maha Tinggi untuk mengembalikan as-Syam ke tempatnya di “pusat Islam” sebagaimana dahulu, dan ini adalah perkara yang mudah bagi-Nya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Download BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam