Unduh BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Minggu, 12 Januari 2020

Mengambil Pelajaran Dari Kaum Nabi Nuh - TAFSIR al-Furqan: 37



Oleh: Rokhmat S. Labib, MEI

“Dan (telah Kami binasakan) kaum Nuh tatkala mereka mendustakan rasul-rasul. Kami tenggelamkan mereka dan Kami jadikan (cerita) mereka itu pelajaran bagi manusia. Dan Kami telah menyediakan bagi orang-orang zhalim azab yang pedih.” (TQS. al-Furqan [25]: 37).

Di antara yang harus diperhatikan oleh manusia adalah berbagai peristiwa yang terjadi di masa lalu. Peristiwa itu bisa menjadi pelajaran bagi manusia dalam menjalani kehidupan.  Dengan begitu, manusia dapat melangkah lebih tepat dan terhindar dari kesalahan. Cukuplah orang lain yang merasakan akibat atas kesalahan yang dilakukan tanpa harus kita terperosok kepada kesalahan yang sama.

Kaum yang Mendustakan

Allah SWT berfirman: Wa qawma Nuuh lammaa kadzdzabuu al-rusul (dan [telah Kami binasakan] kaum Nuh tatkala mereka mendustakan rasul-rasul). Ayat ini masih dalam konteks pemberitaan kepada Nabi Muhammad tentang musuh-musuh para nabi. Setelah sebelumnya diberitakan tentang kaum Nabi Musa As. yang mendustakan beliau, lalu mereka dihancurkan dan dibinasakan, maka dalam ayat ini dibeberkan kisah kaum Nabi Nuh.

Disebutkan bahwa kaum tersebut kadzdzabuu al-rusul (mendustakan rasul). Dalam ayat ini digunakan al-rusul yang bermakna jamak, para rasul. Padahal, yang dimaksudkan adalah satu orang rasul, yakni Nabi Nuh. Kesimpullan ini didasarkan pada realitas bahwa tidak ada seorang rasul yang diutus kepada mereka kecuali Nabi Nuh. Beliau satu-satunya yang diutus untuk menyampaikan kalimah “Laa ilaaha illaal-Laah” dan beriman dengan apa yang diturunkan Allah SWT. Ketika mereka mendustakannya, maka itu berarti mendustakan semua orang yang diutus dengan membawa kalimah yang sama. Demikian penjelasan al-Qurthubi dan para mufassir lain, seperti al-Khazin, al-Biqa'i, dan lain-lain.

Imam al-Qurthubi juga mengutip alasan lain yang mengatakan bahwa: "Sesungguhnya orang yang mendustakan seorang rasul, maka sesungguhnya dia telah mendustakan semua rasul. Sebab, semua nabi itu tidak boleh dibeda-bedakan dalam hal keimanan. Dan tidak ada seorangpun beriman kecuali dia membenarkan semua nabi Allah SWT. Sehingga siapapun yang mendustakan seorang nabi di antara mereka, maka dia telah mendustakan semua orang yang dibenarkan dari kalangan para nabi.”

Tentang diutusnya Nabi Nuh kepada kaumnya diberitakan dalam beberapa ayat, seperti QS al-Mukminun [23]: 23. Juga dalam QS al-A'raf [7]: 59, Hud [11]: 25-26,dan Nuh [71]: 1.

Dakwah yang beliau lakukan terhadap umatnya memakan waktu amat lama, yakni 950 tahun (lihat: QS. al-Ankabut [29]: 14). Beliau telah berdakwah siang dan malam, dengan terang-terangan maupun diam-diam (lihat: QS. Nuh [71]: 5-6). Meskipun demikian, seperti diberitakan ayat ini, mereka mendustakan beliau. Kalaupun ada yang mengikuti beliau, jumlahnya amat sangat sedikit (lihat: QS. Hud [11]: 40). Tak hanya itu, di antara mereka malah menuduh Nabi Nuh berada dalam kesesatan (lihat: QS. al-A’raf [7]: 60). Mereka juga menyebut utusan Allah SWT sebagai orang gila (lihat: QS. al-Qamar [54]: 9).

Balasan

Allah SWT berfirman: Aghraqnaahum (Kami tenggelamkan mereka). Terhadap orang-orang yang mendustakan Nabi Nuh itu, Allah SWT menghukum mereka dengan menenggelamkan mereka dengan banjir besar. Peristiwa ini diberitakan dalam banyak ayat. Selain ini, juga disebutkan dalam QS. al-Ankabut [29]: 14, Yunus [10]: 73, Nuh [71]: 25.

Mengenai gambaran banjir besar yang membinasakan mereka, diberitakan dalam firman Allah SWT: “Maka Kami bukakan pintu-pintu langit dengan (menurunkan) air yang tercurah. Dan Kami jadikan bumi memancarkan mata air-mata air, maka bertemulah air-air itu untuk satu urusan yang sungguh telah ditetapkan.” (TQS. al-Qamar [54]: 11-12).

Azab tersebut ditimpakan kepada mereka setelah benar-benar tidak mau beriman, bahkan menantang kepada Nuh agar mendatangkan azab Allah SWT (lihat: QS. Hud [11]: 32).

Mereka juga mengancam beliau, maka, Nabi Nuh pun mengadukan mereka kepada Allah SWT dan meminta pertolongan kepada-Nya (lihat: QS. al-Qamar [54]: 9. Juga QS. al-Mukminun [23]: 26).

Setelah itu, Allah SWT memerintahkan Nuh as. untuk membuat perahu. Allah SWT berfirman: “Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami (TQS. Hud [11]: 37). Ketika Nuh as. membuat bahtera, kaumnya kembali menunjukkan permusuhan dan kebencian mereka. Setiap kali melewati Nuh, mereka mengejek utusan Allah SWT itu. Akhirnya, azab yang mereka tantang datang berupa banjir besar yang menenggelamkan mereka. Termasuk di antara mereka adalah putra beliau sendiri (lihat: QS. Hud [11]: 37-46).

Berbeda nasibnya dengan orang-orang yang beriman kepada beliau, mereka ikut menaiki kapal Nabi Nuh as. dan diselamatkan (lihat: QS. al-A'raf [7]: 64).

Allah SWT berfirman: Wa ja'alnaahum li al-naas aayah (dan Kami jadikan [cerita] mereka itu pelajaran bagi manusia). Dikatakan al-Qurthubi, itu menjadi 'alaamah zhaahirah (tanda yang terang) atas kekuasaan Allah. Ibnu Jarir al-Thabari berkata, ”Dan Kami jadikan hukuman kami berupa menenggelamkan mereka sebagai pelajaran dan ibrah bagi manusia."

Allah SWT berfirman: Wa a'tadnaa li al-zhaalimiin adzaab[an] a‘liim[an] (Dan Kami telah menyediakan bagi orang-orang zhalim azab yang pedih). Dalam konteks ayat ini, kata al-zhaalimiin adalah kaum musyrik Nabi Nuh. Demikian pejelasan al-Qurthubi dalam tafsirnya. Terhadap mereka, Allah sediakan adzaab[an] a‘liim[an]. Yakni, azab di akhirat.

Dikatakan al-Biqa'i, pada awalnya lahum (untuk mereka). Akan tetapi diterangkan secara umum dan ketentuannya dikaitkan dengan sifat, sehingga disebutkan: li al-zhaalimiin. Yakni untuk semua mereka di setiap zaman dan tempat disebabkan oleh kezhaliman mereka yang meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya.

Demikianlah nasib yang harus dialami oleh kaum yang mendustakan rasul beserta semua risalah yang dibawanya. Kejadian ini seharusnya menjadikan pelajaran bagi siapapun. Bahwa manusia sesungguhnya makhluk yang lemah. Tak mungkin bisa mengalahkan kekuasaan-Nya. Maka tidak ada pilihan lain baginya kecuali tunduk dan patuh kepada-Nya. Terlebih, ketundukan dan kepatuhan itu sesungguhnya akan berakibat baik bagi dirinya.

Jika kaum Nabi Nuh as. yang beriman diselamatkan, demikian pula umat Nabi Muhammad . Siapapun yang beriman dan mengikuti risalah beliau akan selamat. Imam Malik dan para ulama salaf lainnya, sebagaimana dikutip Ibnu Taimiyyah dalam Majmu' al-Fataawa, berkata, ”al-Sunnah kasafiinah Nuuh, man rakibahaa najaa waman takhallafa 'anhaa ghariqa (Sunnah itu seperti kapal Nabi Nuh, barangsiapa yang menaikinya akan selamat dan siapa saja yang tidak menaikinya akan tenggeIam)”.

Allah SWT dengan rahmat dan kasih-sayangnya yang tak terbatas akan memberikan nikmat dan anugerah yang jauh lebih besar ketika hamba mau taat kepada-Nya. Di samping kebahagiaan di dunia, Allah SWT menyediakan Surga yang luasnya seluas langit dan bumi dengan aneka kenikmatan yang luar biasa. Maka, nikmat manakah yang kalian dustakan wahai manusia?

Maka, sungguh amat keterlaluan ada manusia yang mendustakan Allah SWT dan rasul-Nya beserta semua risalah yang dibawanya. Sebaliknya mereka justru menyembah dan tunduk kepada selainnya, mengikuti perintah musuh-musuh-Nya, dan mengambil hukum dan aturan selain syariah-Nya. Tidak ada yang pantas untuk mereka kecuali azab yang pedih di dunia dan akhirat. Wal-Laah a'lam bi al-shawaab.[]

Ikhtisar:
1. Kaum Nabi Nuh as. yang mendustakan dakwah  beliau dibinasakan dengan banjir besar yang menenggelamkan mereka.
2. Nabi Nuh as. beserta orang-orang yang beriman kepadanya diselamatkan.
3. Peristiwa yang menimpa kepada Nabi Nuh seharusnya menjadi pelajaran bagi seluruh manusia.[]

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 147

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Download BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam