Unduh BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Selasa, 18 Februari 2020

Menjadikan Pelajaran Kaum Nabi Luth as. - TAFSIR al-Furqan: 40



Oleh: Rokhmat S. Labib, MEI

“Dan sesungguhnya mereka (kaum musyrik Makkah) telah melalui sebuah negeri [Sadum] yang (dulu) dihujani dengan hujan yang sejelek-jeleknya (hujan batu). Maka apakah mereka tidak menyaksikan runtuhan itu; bahkan adalah mereka itu tidak mengharapkan akan kebangkitan.” (TQS. al-Furqan [25]: 40).

Di antara yang dikisahkan Al-Qur’an adalah sikap dan perilaku kaum Nabi Luth As. Mereka tidak beriman dan membangkang kepada nabi yang diutus kepada mereka itu. Mereka juga mengabaikan larangan melakukan perbuatan keji yang tidak pernah dilakukan kaum sebelumnya. Yakni, mendatangi sesama laki-laki melalui duburnya. Merekalah yang menjadi pelaku homoseksual pertama dalam sejarah manusia.

Ayat ini pun mengingatkan tentang kehancuran kaum tersebut. Mereka harus menerima azab pedih di dunia, setelah mengabaikan peringatan Allah.

Kisah Penduduk Sadum

Allah SWT berfirman: Walaqad ataw 'alaa al-qaryah al-latii umthirat mathar al-saw’ (dan sesungguhnya mereka [kaum musyrik Mekah] telah melalui sebuah negeri. [Sadum] yang [dulu] dihujani dengan hujan yang sejelek-jeleknya [hujan batu]). Ayat ini dan beberapa ayat sebelumnya mengingatkan kepada kaum Quraisy dan bangsa Arab tentang azab yang menimpa kaum-kaum terdahulu. Dalam ayat sebelumnya disebutkan tentang kisah kaum 'Ad, kaum Tsamud, dan penduduk Rass.
Sebelumnya lagi juga diingatkan peristiwa yang menimpa kaum Nabi Nuh as. dan Fir'aun. Semuanya, menuai kehancuran dan kebinasaan.

Sebagian sisa-sisa kehancuran itu masih dapat mereka indera. Sebab, tempat tinggal mereka berada dalam negeri Arab, seperti kaum 'Ad dan Tsamud. Demikian pula yang disebutkan ayat ini, yakni penduduk kota Sadum. Disebutkan dalam ayat ini: Walaqad ataw 'alaa al-qaryah (dan sesungguhnya mereka telah mendatangi sebuah negeri).

Yang dimaksud dengan mereka di sini adalah musyrik Makkah. Mereka adalah kaum yang disebutkan dalam ayat sebelumnya menjadikan Al-Qur’an sebagai sesuatu yang ditinggalkan dan diabaikan.

Sedangkan kata al-qaryah (negeri) di sini menunjuk negeri yang dihuni kaum Nabi Luth as. Negeri tersebut bernama Sadum. Demikian diterangkan para mufassir, seperti al-Thabari, al-Qurthubi, al-Syaukani, dan lain-lain. Kesimpulan ini didasarkan pada sifat negeri tersebut yang disebutkan dalam frasa berikutnya: al-latii umthirat mathar al-saw’ (yang [dulu] dihujani dengan hujan yang sejelek-jeleknya). Diterangkan para mufassir, seperti al-Thabari, al-Qurthubi, Ibnu Katsir, al-Alusi, dan lain-lain yang dimaksud dengan hujan yang paling jelek itu adalah batu-batu yang dihujankan kepada mereka sehingga membuat mereka binasa.

Menurut al-Makkiy, sebagaimana dikutip Abu Hayyan al-Andalusi, kata ataw (mereka datang) di sini bermakna marru (mereka melewati). Ibnu 'Abbas, dalam tafsir al-Qurthubi, berkata, ”Quraisy dalam perdagangannya ke Syam melewati kota kaum Nabi Luth, sebagaimana diberitakan dalam firman-Nya: “Dan sesungguhnya kamu (hai penduduk Makkah) benar-benar akan melalui (bekas-bekas) mereka di waktu pagi” (TQS. al-Shaffat [37]: 137).

Dengan demikian, ayat ini memberitakan tentang pengetahuan bangsa 'Arab terhadap kehancuran yang pernah menimpa kaum Nabi Luth. AKan tetapi, pengetahuan mereka itu tidak menjadikannya sebagai pelajaran penting bagi mereka.

Hal ini disebutkan pada kelanjutan ayat ini: Afalam yakuunuu yarawnahaa (maka apakah mereka tidak menyaksikan runtuhan itu). Huruf hamzah dalam ayat ini adalah istifhaam (kata tanya). Menurut al-Syaukani, istifhaam tersebut bermakna li al-taqrii’ wa al-tawbiikh (celaan dan teguran). Artinya: Mereka telah melihat negeri yang diberitakan tersebut ketika mereka dalam perjalanan ke Syam untuk berdagang karena mereka melewatinya. Tapi mereka tetap saja mendustakan dan mengingkari Rasulullah .

Menerangkan ayat ini, Ibnu Jarir al-Thabari berkata, "Apakah mereka, orang-orang musyrik yang telah mendatangi negeri yang dihujani dengan hujan yang paling buruk itu tidak melihat negeri tersebut dan azab yang diturunkan Allah kepada kaum tersebut yang itu disebabkan karena penduduknya mendustakan rasul mereka. Oleh karena itu, hendaklah mereka menjadikannya sebagai pelajaran dan peringatan, kemudian mereka bertaubat dari kekufuran mereka dan pengingkaran mereka terhadap Nabi ."

Kemudian Allah SWT berfirman: Bal kaanuu laa yarjuuna nusyuur[an] (bahkan adalah mereka itu tidak mengharapkan akan kebangkitan). Kata nusyuur dalam ayat ini: bermakna ba'ts (kebangkitan). Sedangkan pengertian yarjuuna adalah yuuqinuun (meyakini) atau yushaddiquun (membenarkan). Sehingga, pengertian frasa laa yarjuuna nusyuur[an], sebagaimana diterangkan al-Qurthubi, berarti laa yushaddiquuna bi al-ba'ts (mereka tidak membenarkan kebangkitan). Masih menurut al-Qurthubi, bisa pula kata yarjuuna bermakna yakhaafuuna (mereka takut). Juga bisa bermakna, "Bahkan mereka tidak mengharapkan pahala akhirat."

Dengan demikian, ayat ini memberikan celaan dan teguran keras kepada kaum musyrik Arab yang tidak mau mengambil pelajaran dari kehancuran kaum Nabi Luth. Bahkan, mereka tetap saja mengingkari hari Kiamat yang pasti terjadi.

Kisah Kaum Luth

Tentang kisah Nabi Luth dan kaumnya diberitakan dalam beberapa ayat di dalam Al-Qur’an. Sebagai utusan Allah SWT, Nabi Luth as. diperintahkan untuk menyampaikan dakwah kepada kaumnya. Dia memerintahkan kaumnya untuk hanya menyembah Allah SWT dan menaatinya. Allah SWT berfirman: “Ketika saudara mereka, Luth, berkata kepada mereka: "Mengapa kamu tidak bertakwa?" Sesungguhnya aku adalah seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu, maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku.” (TQS. al-Syu‘ara [26]: 161-163).

Secara khusus, Nabi Luth as. juga melarang mereka melakukan perbuatan yang buruk, yakni perilaku homoseksual. Mereka lebih menyukai sesama jenis dan mendatanginya melalui duburnya. Sebaliknya, mereka justru meninggalkan istri-istri mereka. Ini yang dikisahkan dalam QS. al-Syu'ara [26]: 165-166.
Allah SWT juga berfirman: “Mengapa kamu mendatangi laki-laki untuk (memenuhi) nafsu(mu), bukan (mendatangi) wanita? Sebenarnya kamu adalah kaum yang tidak mengetahui (akibat perbuatanmu).” (TQS. al-Naml [27]: 55).

Akan tetapi nasihat tidak didengar. Mereka mendustakan Nabi Luth as. dan tidak menggubris larangannya. Bahkan mereka mengusir utusan Allah SWT tersebut. (QS al-Naml [27]: 56).

Setelah dakwah tidak lagi berguna bagi mereka, mereka pun ditimpa azab yang amat dahsyat. Mereka dihujani batu dan kota tempat mereka dibalik, hingga mereka semua binasa. Allah SWT berfirman: “Dan Kami turunkan hujan atas mereka (hujan batu), maka amat buruklah hujan yang ditimpakan atas orang-orang yang diberi peringatan itu.” (TQS. al-Naml [27]: 58).
Allah SWT juga berfirman: “Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi.” (TQS. Hud [11]: 82).

Itulah kejadian yang menimpa kaum Luth as. Kejadian ini seharusnya dijadikan sebagai pelajaran penting bagi siapapun. Itulah hukuman yang harus diterima orang-orang yang berani mengingkari dan menolak rasul beserta semua risalahnya. Pelajaran itu tidak hanya berlaku bagi kaum musyrik Arab, namun semua umat sesudah mereka.

Sungguh hanya manusia yang tidak menggunakan akalnya yang berani nekat mendustakan rasul, bersikap sombong, dan menolak syariah-Nya. Wal-Laah a’lam bi al-shawaab.[]

Ikhtisar:
1. Kota Sadum dan penduduknya dihancurkan dengan azab yang amat dahsyat, yakni: kotanya dijungkirbalikkan dan dihujani dengan batu.

2. Azab yang amat dahsyat itu disebabkan oleh pengingkaran dan penolakan mereka terhadap rasul dan risalahnya.

3. Kejadian yang menimpa kaum Nabi Luth itu menjadi pelajaran penting bagi semua umat sesudahnya agar tidak melakukan tindakan serupa.[]

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 149


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Download BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam