Unduh BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Senin, 01 Juni 2020

Adab Memanggil Rasulullah SAW - TAFSIR al-Hujurat: 4-5



Oleh: Rokhmat S. Labib, MEI

“Sesungguhnya orang-orang yang memanggil kamu dari luar kamar(mu) kebanyakan mereka tidak mengerti. Dan kalau sekiranya mereka bersabar sampai kamu keluar menemui mereka sesungguhnya itu adalah lebih baik bagi mereka, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (TQS. al-Hujurat [49]: 4-5)

Islam telah menetapkan sejumlah adab bergaul dengan Rasulullah . Di antaranya adalah dalam memanggil beliau ketika berada di dalam kamar istri-istrinya. Tidak diperkenankan memanggil beliau dari luar, apalagi dengan bersuara keras dan kasar. Sebaliknya, harus bersabar menunggu hingga beliau keluar darinya. Inilah di antara yang terangkan oleh ayat ini.

Memanggil dari luar

Allah SWT berfirman: Inna al-Iadziina yunaadawnaka min waraa’ al-hujuraat (sesungguhnya orang-orang yang memanggil kamu dari luar kamar[mu]). Jika di dalam ayat sebelumnya berisi tentang adab berbicara dengan Rasulullah , maka dalam ayat ini diterangkan tentang adab memanggil beliau ketika beliau berada di dalam kamar.

Ada beberapa riwayat tentang sebab turunnya ayat ini. Di antaranya adalah riwayat Mujahid dan lainnya asebagaimana dikutip Imam al-Qurthubi dalam tafsirnya, bahwa ayat ini turun berkenaan dengan orang Arab Badui Bani Tamim. Ada delegasi mereka yang mendatangi Nabi dan masuk masjid seraya memanggil beliau dari luar kamarnya: ”Keluarlah engkau untuk menemui kami karena pujian kami adalah indah dan celaan kami adalah keburukan." Di samping itu, masih ada beberapa riwayat lain yang kejadiannya hampir sama sebagaimana diberitakan dalam ayat ini. Bahwa memanggil Rasulullah min waraa’ al-hujuraat.

Frasa min waraa’ al-hujuraat berarti min khaarijihaa (dari luarnya), baik dari depan maupun dari belakang. Sebab kata waraa‘a berasal dari kata al-muwaarah wa al-istitaar (yang tersembunyi dan tertutup). Maka semua yang tidak terlihat olehmu adalah waraa‘a, baik dia berada di belakang atau di depan. Apabila kamu dapat melihatnya, maka tidak disebut waraa‘aka. Oleh karena itu, ketika kata waraa‘a ini dikaitkan dengan orang yang berada di dalam al-hujuraat (kamar-kamar), maka menunjuk kepada semua yang ada di luar lantaran tertutup dari penglihatan orang yang berada di dalam. Demikian penjelasan Syihabuddin al-Alusi dalam tafsirnya.

Sedangkan kata al-hujuraat merupakan bentuk jamak dari kata al-hujrah. Secara bahasa, kata tersebut bermakna al-ruq'ah min al-ardh al-mahjuurah bi haaith yahuuthu 'alayha (suatu bidang tanah yang dipagari dengan pagar yang memagarinya). Kata khathiirah al-ibil (kandang unta) disebut juga al-hujrah. Demikian penjelasan al-Qurthubi dalam tafsirnya. Termasuk dalam hujrah adalah ghurfah (kamar).

Dalam konteks ayat ini, yang dimaksud dengan al-hujuraat adalah kamar-kamar istri Nabi , yang masing-masing memiliki pintu. Demikian dikatakan al-Zamakhsyari dan al-Jazairi dalam tafsir mereka. Dikatakan juga oleh al-Alusi, istri-istri Nabi yang berjumlah sembilan orang itu masing-masing memiliki kamar.

Menurut al-Zamakhsyari, panggilan mereka dari luar kamar-kamar tersebut mengandung arti bahwa mereka berpencaran pada tiap-tiap kamar, lalu sebagian orang memanggil Rasulullah dari luar kamar yang satu, dan sebagian lainnya memanggil di kamar yang lainnya. Bisa juga, mereka semua mendatangi semua kamar satu per satu dan memanggil beliau dari luar kamar. Atau, mereka memanggil dari luar sebuah kamar yang ketika itu istri-istri Nabi sedang dikumpulkan dalam satu kamar.

Perbuatan tersebut, sekalipun disandarkan kepada semua mereka, akan tetapi bisa saja yang melakukannya sebagian dari mereka, sedangkan yang lain ridha dengan perbuatan tersebut, sehingga seolah-olah dilakukan mereka semua.

Kemudian ditegaskan Aktsaruhum laa ya'lamuun (kebanyakan mereka tidak mengerti). Yang dimaksud dengan laa ya'lamuun adalah bodoh dan sedikit ilmu. Al-Khazin berkata, ”Ini merupakan penyifatan mereka dengan al-jahl wa qillat al-'aql (bodoh dan sedikit ilmu).” Ibnu Jarir al-Thabari juga berkata tentang ayat ini, ”Sebagian besar mereka bodoh terhadap agama Allah SWT. Dan kewajiban mereka itu merupakan hakmu dan sebagai penghormatan terhadapmu."

Dengan demikian, ayat ini mencela tindakan orang-orang yang memanggil Rasulullah dengan suara keras dari luar kamar. Ibnu Katsir berkata, ”Kemudian Allah SWT mencela orang-orang yang memanggil beliau dari luar kamar, yakni kamar-kamar istri beliau, sebagaimana dilakukan oleh orang-orang Arab Badui yang bertabiat kasar."

Patut dicatat, hukum tersebut ditujukan untuk al-aktsar (sebagian besar) dan bukan untuk al-kull (semuanya). Menurut Syihabuddin al-Alusi, karena di antara mereka ada yang tidak bermaksud melanggar adab. Akan tetapi, mereka memanggil untuk suatu urusan yang mereka katakan.

Seandainya Mau Bersabar

Dalam ayat berikutnya Allah SWT berfirman: Walaw annahum shabaruu hattaa takhruja ilayhim (dan kalau sekiranya mereka bersabar sampai kamu keluar menemui mereka). Jika dalam ayat sebelumnya diterangkan tentang orang-orang yang berlaku suu’ al-adab (tidak sopan), yakni berteriak-teriak dan memanggil Rasulullah dari luar kamar, maka dalam ayat ini menerangkan orang-orang yang berlaku sebaliknya. Yakni, orang-orang yang mau bersabar menunggu hingga Rasulullah  keluar dan menemui mereka.

Fakhruddin al-Razi berkata, "Ini mengisyaratkan tentang husn al-adab (adab yang baik) yang berbeda dengan suu’ al-adab (adab yang buruk) yang mereka lakukan. Seandainya mereka bersabar tehadap apa yang mereka butuhkan dan ketika kamu keluar untuk menemui mereka, maka mereka tidak mendatangi kamu pada waktu bersendiri untuk dirimu sendiri, keluarga, dan Tuhanmu karena sesungguhnya dirimu memiliki hak, demikian pula keluargamu.”

Patut dicatat, Nabi memang diutus untuk mendakwahkan risalahnya dan mengurus umat. Dan itu pula dilakukan Nabi . Meskipun demikian, beliau tetap memerlukan waktu untuk istirahat dan mengurus keluarganya. Maka ketika itu sedang beliau lakukan, hendaknya tidak mengganggu beliau. Dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa panggilan kepada Rasulullah dari luar kamar itu dilakukan ketika beliau sedang istirahat siang.

Kemudian Allah SWT berfirman: lakaana khayr[an] lahum (sesungguhnya itu adalah lebih baik bagi mereka). Ini adalah pujian kepada orang-orang yang mau bersabar menunggu Nabi keluar dari kamar istrinya. Dikatakan Ibnu Katsir, ”Jika mereka melakukan hal itu, maka mereka akan memperoleh kebaikan dan kemaslahatan di dunia dan akhirat.”

Imam al-Qurthubi juga berkata, "Seandainya mereka mau menunggu kamu keluar, sungguh itu lebih baik bagi mereka, baik dalam agama mereka maupun bagi dunia mereka. Rasulullah tidak tersembunyi dari manusia kecuali pada waktu-waktu tertentu yang beliau sedang sibuk mengerjakan urusan peribadinya. Maka, panggilan mereka kepada Rasulullah ketika itu merupakan tindakan suu‘ul adab (adab yang buruk).”

Al-Baidhawi berkata, ”Sesungguhnya sikap sabar itu lebih baik bagi mereka daripada tergesa-gesa lantaran sikap tersebut termasuk menjaga adab dan hormat terhadap Rasul yang meniscayakan pujian dan pahala.”

Ayat ini pun ditutup dengan firman-Nya: WalLaah Ghafuur[un] Rahiim[un] (dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang). Dikatakan Ibnu Jarir al-Thabari, ”Allah SWT memiliki ampunan terhadap orang-orang yang memanggilmu dari luar kamar jika mereka bertaubat dari maksiat kepada Allah SWT, yakni panggilan mereka kepadamu dan mau kembali kepada perintah Allah SWT dalam perakara itu dan lainnya. Rahiim (Maha Penyayang) untuk menghukum manusia atas dosanya setelah bertaubatnya darinya."

Ayat ini juga dapat dipahami sebagai dorongan untuk bertaubat dari perbuatan tersebut dan perbuatan lainnya yang melanggar syara'.

Diterangkan juga oleh al-Zamakhsyari, kedua kata itu untuk mengungkapkan keluasan ampunan dan rahmah (kasih sayang). Maka, Dia tidak menyempitkan ampunan dan rahmat-Nya kepada mereka jka mereka mau bertaubat dan kembali  kepada Allah SWT.

Demikianlah. Islam telah menggariskan adab dan tatakrama bergaul dengan Rasulullah . Menurut Sayyid Quthb dalam tafsirnya, umat Islam pun menyadari tentang adab yang tinggi ini. Sehingga adab itu juga mereka terapkan kepada guru dan ulama. Diceritakan dari Abu Ubaid, seorang ulama yang zuhud dan perawi yang tsiqah, dia berkata, "Aku tidak pernah mengetuk pintu ulama hingga ketika dia keluar." Wal-Laah a'lam bi al-shawaab.[]

Ikhtisar:

1. Memanggil Rasulullah dari luar kamar ketika beliau berada di dalamnya adalah tindakan suu'u al-adab (tidak sopan).

2. Husn al-adab (adab yang baik) adalah menunggu beliau hingga keluar dari kamarnya.

3. Jika sudah telanjur berbuat tidak sopan dengan beliau, maka langkah yang harus diambil segera adalah bertaubat dan meminta ampun kepada-Nya.

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 166

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Download BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam