Unduh BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Senin, 22 Juni 2020

Jangan Lemah Berjihad - TAFSIR QS Muhammad: 35



Oleh: Rokhmat S. Labib, MEI


Janganlah kamu lemah dan minta damai padahal kamulah yang di atas dan Allah pun bersamamu dan Dia sekali-kali tidak akan mengurangi pahala amal-amalmu.” (TQS. Muhammad: 35)

Islam adalah dakwah. Agama yang memerintahkan umatnya untuk terus berdakwah dan menyebarkan agamanya ke seluruh dunia. Thariqah atau metode praktisnya adalah dengan berjihad fisabillah. Ini wajib diamalkan oleh umat Islam. Dalam hal ini, umat Islam tidak boleh lemah dan gentar menghadapimusuh-musuhnya. Ayat ini pun menerangkan beberapa sebab yang meniscayakan umat Islam tidak boleh merasa lemah dan meminta orang kafir berdamai.

Ketika Lebih Kuat

Allah SWT berfirman: Falaa tahinuu (janganlah kamu lemah). Dalam ayat sebelumnya, Allah SWT menegaskan bahwa orang-orang kafir dan menghalangi manusia dari jalan-Nya, kemudian mati dalam kafir tidak akan diampuni dosa-dosanya.

Kemudian dilanjutkan dengan ayat ini yang ditujukan kepada hamba-hamba-Nya yang Mukmin. Dikatakan oleh al-Khazin, khithaab atau seruan ayat ini ditujukan kepada para sahabat Nabi , kemudian berlaku umum untuk seluruh kaum Muslimin.

Mereka semua diserukan agar: Falaa tahinuu (janganlah kamu lemah). Makna kata al-wahn adalah al-dha’if (lemah), baik dari segi fisik maupun psikis, seperti dalam firman Allah SWT: Qaala innii wahana al-'azham minnii (Ia berkata "Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah; TQS. Maryam [19]: 4). Juga firman-Nya: Famaa wahanuu limaa ashaabahum (Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka; TQS. Ali Imran [3]: 146). Demikian kata al-Raghib al-Asfahani dalam al-Mufradaat fii Gharib al-Qur‘aan.

Makna ini pula yang dikandung dalam ayat ini. Menurut Imam al-Qurthubi, penggalan ayat ini bermakna: ”Janganlah kalian lemah untuk berperang.” Al-Hafidz Ibnu Katsir juga berkata: ”Janganlah kalian lemah menghadapi musuh." Dikatakan pula oleh Ibnu Jarir al-Thabari, "Maka janganlah kalian lemah, wahai orang-orang yang beriman kepada Allah untuk berjihad melawan orang-orang musyrik dan takut memerangi mereka.”

Dengan demikian, ayat ini melarang umat Islam untuk bersikap lemah dalam berjihad menghadapi orang-orang kafir dan musuh-musuh mereka.

Kemudian disebutkan: Wa tad'uu ilaa al-salm (dan minta damai). Huruf al-wawu di sini adalah 'athf yang menyandingkan dengan kata sebelumnya: Falaa tahinuu (janganlah kamu lemah). Sehingga penggalan ayat ini juga merupakan larangan kepada Muslimin. Mereka dilarang meminta al-salm kepada orang-orang kafir. Makna al-salm adalah al-shulh (perjanjian damai). Demikian menurut Imam al-Qurthubi. Ibnu Katsir juga menafsirkannya sebagai al-muhaadanah wa al-musaalamah (perjanjian dan perdamaian), dan melakukan gencatan senjata antar kalian dengan orang-orang kafir.

Menurut al-Khazin, perdamaian yang dilarang oleh ayat ini adalah perdamaian yang sifatnya abadi. Mufassir tersebut berkata, ”Janganlah kalian mengajak orang-orang kafir kepada perdamaian selama-lamanya. Allah SWT telah melarang mereka untuk mengajak kepada orang-orang kafir kepada perjanjian dan memerintahkan untuk memerangi mereka hingga mereka menyerah."

Jika dikaitkan dengan perintah melakukan jihad dan perintah memerangi orang-orang kafir hingga mereka beriman atau menjadi ahli dzimmah yang tunduk terhadap hukum Islam dan membayar jizyah (lihat: QS. al-Taubah [9]: 29), kesimpulan tersebut menemukan benang merahnya. Itu juga yang diputuskan Rasulullah pada Perjanjian Hudaibiyyah. Dalam perjanjian tersebut, dibatasi dengan masa, yakni sepuluh tahun.

Lalu dilanjutkan dengan firman-Nya: Wa antum al-a'lawna (padahal kamulah yang di atas). Huruf al-wawu di sini merupakan wawu al-haal (yang menunjukkan keadaan). Artinya, larangan untuk berdamai dengan orang-orang kafir itu tatkala kalian dalam keadaan lebih kuat, dan lebih besar, baik jumlah kalian maupun persiapan kalian. Ibnu Katsir berkata, ”Yakni dalam keadaan kalian mengungguli musuh-musuh kalian."

Ketika Musuh Lebih Kuat

Manakala keadaannya sebaliknya, yakni orang-orang kafir lebih kuat dan lebih banyak jika dibandingkan dengan seluruh kaum Muslimin dan imam (atau khalifah ) pun memandang terdapat kemaslahatan pada perdamaian tersebut, maka dia bisa melakukannya.

Hal ini juga dilakukan oleh Rasulullah ketika beliau dihalang-halangi oleh kaum Quraisy untuk masuk ke kota Makkah. Mereka mengajak beliau untuk mengadakan perdamaian dan melakukan gencatan senjata antara mereka dengan beliau selama sepuluh tahun. Beliau pun menerima tawaran mereka. Demikian penjelasan Ibnu Katsir dalam tafsirnya.

Menurut Syihabuddin al-Alusi, sebagian ulama juga beristidlal dengan larangan ini bahwa tidak boleh melakukan perjanjian damai dengan orang-orang kafir kecuali dalam keadaan darurat; dan haramnya meninggalkan jihad kecuali dalam keadaan lemah. (ketika lemah maka harus berusaha untuk menjadi kuat)

Selanjutnya Allah SWT berfirman: WalLaah ma'akum (dan Allah pun bersamamu). Ini merupakan kabar gembira yang besar tentang pertolongan dan kemenangan mereka atas musuh-musuh mereka. Al-Qurthubi berkata, "Yakni dengan memberikan pertolongan dan bantuan.” Ini seperti firman Allah SWT: Wa innalLaah lama'a al-muhsiniin (dan sungguh, Allah benar-benar bersama orang-orang yang berbuat ihsan, TQS. al-Ankabut [29]: 69).

Ayat ini pun diakhiri dengan firman-Nya: Walan yatrakum a'maalakum (dan Dia sekali-kali tidak akan mengurangi pahala amal-amalmu). Menurut Ibnu Katsir, ini berarti: ”Dia tidak akan menghapus dan menghilangkan amal-amal kalian sedikitpun. Bahkan, Dia akan membalas kalian dengan pahala dan tidak akan mengurangi sedikitpun."

Menurut Abdurrahman al-Sa‘di, tiga perkara tersebut masing-masing meniscayakan kesabaran dan tiadanya sikap lemah.

Pertama, al-a'liina (lebih di atas). Ini berarti faktor-faktor yang menjadi sebab kemenangan bagi mereka telah terpenuhi. Di samping itu, mereka juga dijanjikan Allah SWT dengan janji yang benar. Patut dicatat, sesungguhnya manusia tidak akan merasa lemah kecuali dia merasa lebih rendah dan lebih lemah terhadap orang lain, baik dari segi jumlah maupun kekuatan, baik internal maupun eksternal.

Kedua, sesungguhnya Allah SWT bersama mereka. Hal ini disebabkan karena mereka adalah orang-orang Mukmin; dan Allah SWT pun bersama orang-orang Mukmin dengan bantuan, pertolongan, dan pengokohan. Ini mengokohkan jiwa dan keberanian mereka terhadap musuh-musuh mereka.

Ketiga, sesungguhnya Allah SWT tidak akan mengurangi sedikitpun amal mereka. Sebaliknya, Dia akan membalas dengan sempurna pahala bagi mereka, menambah mereka dari karunia-Nya, khususnya dalam ibadah jihad. Sebab, infak jihad balasannya dilipatgandakan hingga tujuh ratus kali lipat, bahkan lebih.

Demikianlah. Islam adalah agama yang diperuntukan bagi seluruh manusia. Sehingga, Islam mewajibkan Rasul dan umatnya untuk senantiasa mendakwahkan Islam. Untuk itu disyariahkan jihad sebagai thariqah atau metode praktis dalam menyebarkan Islam ke seluruh dunia. Jihad dalam rangka nasyr al-Islaam ilaa al'alaam (menyebarkan Islam ke seluruh dunia) dapat dilaksanakan dengan sempurna ketika khilafah  tegak. Wal-Laah a'alam bi al-shawaab.[]

Ikhtisar:

1. Umat Islam tidak boleh lemah dalam berjihad di jalan Allah SWT dan memerangi musuh-musuh-Nya.

2. Umat Islam hanya diperbolehkan melakukan perdamaian dengan orang kafir ketika kondisi mereka dalam keadaan lebih lemah dan khalifah  memandang terdapat kemaslahatan pada perdamaian tersebut.

3. Allah SWT bersama dengan orang-orang Mukmin dan akan membalas semua amalnya dengan sempuma.[]

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 187

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Download BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam