Syariat Islam Sebagai Patokan Tingkah
Laku Manusia
Muqaddimah
Alhamdulillah.
Segala puji bagi Allah Pencipta dan Pemelihara sekalian alam, yang telah
berfirman dalam kitab-Nya yang mulia:
“Sesungguhnya
orang-orang yang mengatakan: ’Tuhan kami ialah Allah’, kemudian mereka tetap
istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula)
bersedih hati.” (Terjemah Makna Qur’an Surat Al Ahqaaf 13)
“Sesungguhnya
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih, mereka itu adalah
sebaik-baik makhluk.” (Terjemah Makna Qur’an Surat Al Bayyinah 7)
Shalawat
dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasul-Nya yang terpercaya dan menjadi
pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa. Beliaulah yang mensucikan kaum
Muslimin, mengajarkan mereka Al-Qur’an dan As-Sunnah walaupun mereka sebelumnya
dalam kesesatan yang nyata. Pada suatu hari shahabat Sufyan bin Abdillah
Ats-Tsaqafi pernah berkata kepada Beliau: “Wahai Rasulullah! Katakanlah
kepadaku satu perkara yang dapat aku jadikan pegangan.” Beliau bersabda:
“Katakan ‘Aku beriman kepada Allah’, kemudian beristiqamahlah” (Hadits Riwayat
Muslim)
Amma
Ba’du,
Sesungguhnya
pemikiran-pemikiran Islam adalah mafahim 1, yaitu suatu pemikiran
yang dapat dijangkau dan difahami faktanya, bukan sekedar pengetahuan yang
hanya cukup dipelajari dan diketahui. Sebab, pemikiran-pemikiran Islam
merupakan patokan bagi tingkah laku manusia dalam kehidupan dunia.
Pemikiran-pemikiran tersebut selain diturunkan sebagai petunjuk, rahmat dan
nasihat, juga sekaligus berfungsi memecahkan problematika yang dihadapi manusia
serta menentukan cara mengatasinya. Oleh karena itu, setiap Muslim harus
memahami nash-nash Syara’ yang diturunkan memang untuk diterapkan dan secara
khusus untuk mengatur aktivitas dan perilaku manusia. Dengan kata lain, setiap
Muslim wajib menyadari bahwa Islam datang dengan membawa mafahim untuk
mengarahkan perilaku manusia di dalam kehidupan dunia, sehingga ia akan
mengambil setiap pemikiran Islam sebagai qanun (perundangan) yang akan mengatur
perilakunya agar sesuai dengan qanun tersebut. Dengan demikian aspek yang
menonjol dalam Islam adalah pengamalan daripada pengajarannya.
1 Mafahim adalah pemikiran yang dapat
dijangkau faktanya oleh akal dan diyakini oleh pemeluknya sehingga mempengaruhi
tingkah lakunya
Demikian
pula harus dimengerti, apabila pemikiran-pemikiran Islam hanya diambil dari
segi pengajarannya, maka akan hilang warna aslinya – yaitu perannya sebagai
qanun yang mengatur perilaku manusia – dan hanya akan menjadi pengetahuan
seperti ilmu Sejarah atau Geografi. Akibatnya, Islam akan kehilangan daya hidup
dan eksistensinya sebagai sebuah ideologi yang lengkap dan sempurna – yaitu
aqidah aqliyah yang melahirkan sistem peraturan yang rinci dan sempurna; dan
pada akhirnya hanya akan menjadi pengetahuan-pengetahuan Islam yang mendorong
setiap Muslim untuk berlomba menyelami dan menguasainya serta selalu mengikuti
perkembangannya sebagaimana layaknya sebuah pengetahuan atau sebuah kegiatan
ilmiyah yang mengasyikkan, tanpa terbersit dalam benaknya keinginan untuk
menjadikannya sebagai patokan bagi tingkah lakunya.
Oleh
karena itu, di antara ciri khas para ulama dari kalangan salafush shalih ialah
masing-masing menerapkan ilmu yang dimiliki dan perbuatannya tidak berbeda
dengan apa yang dikatakannya. Sebab, Allah Swt. telah berfirman:
“Mengapa
kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan dirimu
sendiri, padahal kamu membaca Kitab” (Terjemah Makna Qur’an Surat Al-Baqarah 44)
Mereka
sangat menjaga diri agar tidak termasuk golongan yang disebut-sebut dalam
firman Allah:
“Perumpamaan
orang-orang yang dipikulkan kepada mereka Taurat kemudian mereka tiada
memikulnya adalah seperti keledai yang memikul kitab-kitab yang tebal …”
(Terjemah Makna Qur’an Surat Al-Jumu’ah 5)
Maka
dari itu, upaya mempelajari pemikiran-pemikiran Islam dan hukum-hukum Syara’
tanpa memperhatikan fungsinya sebagai patokan tingkah laku manusia adalah
bencana yang menjadikan pemikiran-pemikiran dan hukum-hukum Islam tidak memberi
pengaruh terhadap sikap orang kebanyakan. Dan tentunya ini mendapat dosa yang
pasti dan siksa pedih pada Hari Kiamat nanti. Yaitu suatu hari yang ketika itu
anak-anak dan harta benda tidak lagi memberi guna, kecuali orang yang menghadap
Allah dengan hati yang suci.
Islam
sangat memperhatikan pembentukan kepribadian para pemeluknya dengan Aqidah
Islam. Dengan aqidah inilah terbentuk Aqliyah dan Nafsiyah seorang Muslim.
Sebab, Aqliyah Islamiyah adalah pola berfikir atas dasar Islam, yaitu hanya
menjadikan Islam sebagai tolok ukur universal bagi pemikiran-pemikirannya
tentang kehidupan. Sedangkan Nafsiyah Islamiyah adalah pola sikap yang
menjadikan seluruh kecenderungannya atas dasar Islam, yaitu hanya menjadikan
Islam sebagai satu-satunya tolok ukur universal pada saat memenuhi segala
kebutuhan hidupnya.
Taqarrub
Kepada Allah
Kunci
Sukses Pengemban Dakwah
Oleh:
Fauziy Sanqarith
Penerbit:
Daarun Nahdlah Al-Islamiyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar