Unduh BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Selasa, 31 Juli 2018

Mengokohkan Keteguhan Dalam Mengemban Dakwah - TAFSIR al-Furqan: 51-52



Oleh: Rokhmat S. Labib, MEI

“Dan andaikata Kami menghendaki, benar-benarlah Kami utus pada tiap-tiap negeri seorang yang memberi peringatan (rasul). Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengannya dengan jihad yang besar.” (TQS. al-Furqan: 51-52)

Di antara keistimewaan Rasulullah adalah beliau diutus sebagai rasul untuk seluruh manusia. Tentu tugas ini mengharuskan kesiapan untuk menunaikannya. Kesabaran, keteguhan, den kesungguhan harus dia miliki sehingga dapat menjalankan amanah itu dengan sukses. Tidak boleh mengikuti kehendak kaum kafir, apalagi takluk kepada mereka. Sebaliknya, mereka harus dihadapi dengan sepenuh kekuatan dan kesungguhan.

Inilah di antara yang diterangkan dalam ayat ini.

Bagi Seluruh Manusia

Allah SWT berfirman: Wa law syi'naa laba'atsnaa fii kulli qaryah nazhiir[an] (dan andai kata Kami menghendaki, benar-benarlah Kami utus pada tiap-tiap negeri seorang yang memberi peringatan [rasul]). Dalam ayat sebelumnya diterangkan tentang diturunkannya rahmat Allah SWT kepada manusia berupa hujan. Air yang diturunkan dalam hujan tersebut merupakan air yang suci dan menyucikan. Dengan air hujan itu pula Allah SWT menghidupkan tanah yang gersang sehingga tumbuh aneka tanaman. Selain itu, air tersebut untuk diminum manusia, hewan, dan semua makhluk hidup lainnya. Kemudian ditegaskan, hujan itu dipergilirkan di antara manusia agar dijadikan sebagai pelajaran bagi manusia.

Lalu dalam ayat ini Allah SWT membicarakan tentang keberadaan Rasulullah sebagai utusan-Nya. Ayat ini diawali dengan kata law syi‘naa (seandainya Kami menghendaki). Dalam bahasa Arab, kata law mengandung makna imtinaa’ al-jawaab li imtinaa‘ al-syarth (tercegahnya jawaban karena tercegahnya syarat). Artinya, karena syaratnya tidak ada, maka realitas yang disebutkan juga tidak terjadi. Sebagaimana diterangkan Fakhruddin al-Razi, ini menunjukkan bahwa Allah SWT tidak melakukan hal itu.

Yang dimaksud dengan nadziir (pemberi peringatan) di sini adalah rasul yang memberikan peringatan kepada mereka. Demikian penjelasan Imam al-Qurthubi, al-Khazin, Ibnu Katsir, Abdurrahman al-Sa'di, dan lain-lain.

Tentang ayat ini, al-Thabari juga berkata, "Seandainya Kami menghendaki wahai Muhammad, niscaya akan Kami utus untuk setiap negeri dan kota pemberi peringatan yang memperingatkan mereka adanya siksaan Kami atas kekufuran mereka terhadap Kami, sehingga Kami meringankan kamu dari beban besar yang harus kamu emban dan menghilangkan darimu berbagai kesulitan besar. Akan tetapi, Kami pikulkan kepadamu beratnya beban dalam memberikan peringatan kepada manusia seluruh negeri, yang mengharuskan kesabaranmu atasnya. Apabila kamu bersabar, maka Allah SWT telah menyediakan kemuliaan dari-Nya untukmu dan kedudukan yang tinggi.”

Dikatakan pula oleh Abdurrahman al-Sa'di, "Rasul yang mengingatkan mereka. Maka kehendak-Nya tidak terbatas hanya itu. Akan tetapi, hikmat dan rahmat-Nya kepadamu dan hamba, ya Muhammad, Kami mengutus kamu kepada semua mereka, yang berkulit merah maupun hitam, bangsa Arab maupun bangsa lainnya, manusia maupun jin mereka."

Dengan demikian, ayat ini menegaskan bahwa Allah SWT menghendaki mengutus Nabi Muhammad sebagai rasul untuk semua negeri dan manusia. Tidak terbatas hanya untuk bangsa dan negeri Arab. Bahwa Rasulullah ditetapkan sebagai pemberi peringatan seluruh manusia juga ditegaskan dalam awal surat ini. Allah SWT berfirman: “Maha Suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqaan (Al-Qur’an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.” (TQS. al-Furqan [25]: 1).

Di samping itu juga dinyatakan dalam beberapa ayat lain. Di antaranya adalah firman Allah SWT: “Katakanlah: "Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua," (TQS. al-A'raf [7]: 15). Disebutkan pula dalam QS. Saba’ [34]: 28. Dalam hadits, beliau bersabda, “Aku diberikan lima perkara yang belum pernah diberikan kepada nabi sebelumku, yakni: Aku diutus untuk orang yang berkulit merah dan berkulit hitam” (HR. Ahmad dari Abu Dzar). Dalam riwayat yang lain disebutkan: ”Para nabi sebelumku diutus untuk kaumnya saja, sedangkan aku diutus untuk seluruh manusia" (HR. al-Bukhari dari Jabir bin Abdillah).

Tidak Menaati Orang Kafir

Kemudian dalam ayat berikutnya Allah SWT berfirman: Falaa tuthi' al-kaafiriin (maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir). Setelah diterangkan tentang tugas Rasulullah sebagai pemberi peringatan untuk seluruh negeri, beliau kemudian diseru agar tidak menaati orang-orang kafir.

Menurut Abu Hayyan al-Andalusi dalam tafsirnya al-Bahr al-Muhiith, yang dimaksud dengan al-kaafiriin adalah kaum kafir Quraisy. Mereka menginginkan Rasulullah kembali kepada agama bapak-bapak mereka, menjadikan beliau sebagai raja atas mereka, dan mengumpulkan harta yang amat banyak untuk beliau. Maka Allah SWT melarang beliau menaati mereka hingga menjelaskan kepada mereka bahwa beliau tidak menginginkan semua itu. Akan tetapi yang beliau inginkan adalah dakwah kepada Allah SWT dan beriman kepada-Nya.

Menurut al-Zamakhsyari, perintah ini dimaksudkan untuk mengobarkan semangat Nabi dan kaum Mukminin, serta untuk menggerakkan mereka.

Kemudian ditegaskan dalam firman Allah SWT: wajaahidhum bihi jihaad[an] kabiir[an] (dan berjihadlah terhadap mereka dengannya dengan jihad yang besar). Kata jaahid merupakan fi'l al-amr dari kata al-jihaad. Menurut al-Asfahani, kata tersebut bermakna istifraagh al-wus' fii mudaafa'at al-'aduwwi (mencurahkan segala kemampuan untuk menghadapi lawan).

Sedangkan secara syar'i, al-jihaad berarti badzl al-wus' li al-qitaal fii sabiilil-Laah (mengerahkan kemampuan untuk berperang di jalan Allah), baik secara langsung maupun membantu dengan harta, pendapat, atau memperbanyak perbekalan perang.

Tentang makna al-jihaad dalam ayat ini, ada yang menafsirkan dengan makna syar'i, yakni berperang. Namun menurut al-Qurthubi dan al-Razi, penafsiran itu tidak tepat. Alasannya, surat ini termasuk Makkiyyah yang turun sebelum perintah untuk berperang. Sehingga menurut al-Razi, jihaad di sini bermakna badzl al-juhdi fii al-adaa' (mengerahkan segala kemampuan dalam menunaikan kewajiban).

Sedangkan pengertian frasa bihi pada ayat ini, menurut Ibnu Abbas berarti bi al-Qur‘aan (dengan Al-Qur’an). Ibnu Zaid memaknainya sebagai bi al-Islaam (dengan Islam). Demikian dikutip Imam al-Qurthubi dalam tafsirnya. Syihabuddin al-Alusi juga mengutip Ibnu Mundzir dari Ibnu Abbas yang berkata, ”Itu dilakukan dengan membacakan apa yang di dalam Al-Qur’an berupa berbagai pelajaran, ancaman, pelarangan, nasihat, dan mengingatkan terhadap berbagai keadaan umat-umat yang mendustakan.”

Adapaun frasa jihaad[an] kabiir[an] (dengan jihad yang besar). Menurut al-Zamakhsyari dan Fakhruddin al-Razi, frasa ini berarti jaami'a[n] likulli mujaahadah (yang menghimpun semua kesungguhan).

Menurut al-Alusi, jika dikaitkan dengan ayat sebelumnya, maka seolah-olah dikatakan kepada Nabi , ”Kami utus kamu untuk seluruh negeri, Kami lebihkan dan Kami muliakan kamu, dan Kami tidak mengutus setiap negeri pemberi peringatan. Maka, terimalah dengan sikap teguh dan sungguh-sungguh dalam dakwah dan memenangkan kebenaran."

Demikianlah, sudah menjadi kehendak-Nya, Nabi Muhammad diutus untuk semua manusia di seluruh penjuru dunia. Tentu saja ini merupakan beban yang amat berat. Oleh karena itu, beliau diminta untuk mengokohkan kesabaran, kekuatan, dan kesungguhan. Tatkala tugas itu dapat dilakukan, maka kemuliaan dan derajat yang tinggilah yang akan didapat.

Sebagai umat Rasulullah , kita pun harus mewarisi sikap yang sama. Kita juga diperintahkan untuk mengemban dakwah kepada seluruh umat manusia. Maka, kita harus meneguhkan kesabaran dan kesungguhan. Jika itu dapat kita lakukan, insya Allah pahala besar dan derajat yang tinggi akan diberikan. Semoga. Wal-Laah a'lam bi al-shawaab.[]

Ikhtisar:

1. Tidak seperti semua nabi dan rasul lainnya yang diutus untuk kaumnya masing-masing, Rasulullah diutus untuk seluruh manusia.

2. Untuk mengemban tugas berat tersebut, beliau diperintahkan tidak mengikuti kemauan kaum kafir dan bersungguh-sungguh menghadapi mereka dengan sepenuh kemampuan.[]

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 156

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Download BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam