Unduh BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Selasa, 17 Juli 2018

HTI Di Hadapan Sekularis-Liberalis



Dalam sidang yang berlangsung Kamis (8/1/2018) pemerintah mendatangkan Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prof. Yudian Wahyudi.

Anggota American Association of University Professors, Harvard University, Amerika Serikat ini duduk sebagai ahli untuk membantah ajaran khilafah yang didakwahkan oleh HTI. Profesor yang melarang penggunaan cadar dan kemudian mencabutnya kembali ini dengan tegas menyatakan bahwa mendirikan khilafah di Indonesia berarti memberontak kepada Allah.

Baginya, khilafah itu ditulis oleh ulama yang hidup di masa khilafah masih ada. Sehingga, ia menyamakan keberadaan para ulama itu sama seperti pegawai negeri sipil/ aparat sipil negara saat ini. ”Kemudian rezimnya berubah seperti sekarang, ASN/PNS tidak harus memilih Golkar, sekarang bebas-bebas saja, berubah sikap,” kata Yudian.

Alumni Fakultas Filsafat UGM ini pun menyatakan khalifah bukanlah pemimpin negara khilafah. Menurutnya, khalifah adalah status terkait keahlian atau profesionalitas. Khalifah, bisa hadir dalam sistem apapun. Ahli juga menyebut Donald Trump sebagai khalifah terkuat saat ini. Jokowi, disebut khalifah level nasional.

Ia menentang ide khilafah. Ahli yang kuliah S2 dan S3 di McGill University, Montreal Kanada ini menolak kesepakatan para ulama empat mazhab yang menyatakan bahwa menegakkan khilafah itu hukumnya wajib. ”Klaim bahwa semua ulama sepakat itu, itu klaim teoritis,” katanya beralasan.

Sayangnya, sang profesor itu tak menunjuk dasar dirinya menyebut dasar hukum ucapannya itu. ”Pada akhir zaman, saat Khilafah Utsmaniyah saja, pada saat seharusnya didukung oleh semua dunia Islam, tokoh-tokoh dari berbagai wilayah menolak kok," katanya.

Namun ketika didesak oleh juru bicara HTI M. Ismail Yusanto, apakah menegakkan khilafah wajib, ia tak bisa mengelak bahwa itu wajib. ”Wajib ditegakkan, tapi tidak seperti yang dikehendaki HTI,” sergahnya.

Lalu Ismail menanyakan lagi, "Apakah menerapkan, melaksanakan syariah Islam itu wajib?"

Yudian menjawab: "Ini tinggal dilihat. Ini bisa berlapis-lapis caranya. Apakah shalat harus dengan khilafah, nggak juga. Kan semua sudah difasilitasi. Wajib tapi lihat ruang dan waktu.”

Ditanya lagi, ”Bersatunya umat Islam itu wajib apa tidak?”

Ia menjawab: "Wajib. Justru karena kita sudah punya persatuan, bi hablillah [dari wa'tasimu bi hablillahi jami'a, -red.] ini jelas, Pancasila. Kalau Anda bikin versi yang lain, pecah kita.”

Ketika ditanyakan kepada ahli filsafat ini bahwa ada ulama yang mewajibkan menegakkan khilafah yang mereka tidak hidup di masa kekhilafahan, Yudian dengan enteng menyatakan: "Mereka membuat tidak sampai pada aksi."

Lalu saat didesak lagi oleh Ismail apakah khilafah itu wajib, ahli yang mengakui semua agama sama ini menjawab: "Iya, itu wajib.”

Namun ia buru-buru mengatakan itu tidak wajib pada masa sekarang. Alasannya, ijmak sahabat sebagai salah satu dasar kewajiban menegakkan khilafah sudah di-mansukh (dihapus) oleh kesepakatan di Indonesia.

"Itu jadi tidak wajib. Saya justru ingin membebaskan umat Islam dari konsep yang (khilafah) itu. Itu bedanya. Kalau bilang wajib, konsep siapa yang lebih berhasil. Saya atau Anda. Nanti kita cek habis ini,” kata Yudian.

Profesor yang punya kantor di Harvard AS ini pun menyatakan fikih itu berkembang sesuai dengan ruang, waktu, dan pelakunya. Semuanya bisa berubah. ”Artinya begini, khilafah tidak persis itu, tapi tujuan-tujuan pemerintahan itu bisa dicapai. Tanpa namanya itu," katanya.

Jadi khalifah versinya adalah orang-orang profesional yang punya nama, menang tanding, dan lolos tes. Sehingga, khilafah yang diperjuangkan HTI itu tidak wajib bahkan menegakkan daulah Islam di Indonesia hukumnya haram.

Ketika ditanya oleh Ismail, apa rujukan yang menyatakan bahwa ijmak sahabat telah di-mansukh oleh ijmak di Indonesia, Yudian menjawab: "Ijmak sahabat itu kan teori. Ijmak yang berlaku itu ya di Indonesia.”

Didesak lagi oleh jubir HTI, dokumen/ landasannya apa yang menyebutkan ijmak di Indonesia me-mansukh ijmak sahabat? Dengan nada tinggi, Yudian menjawab: ”Siapa yang bilang tidak ada. Ijmak itu ada berapa sih? Makanya, kita jadi susah dengan masa lalu yang tidak berlaku itu. Hukum bisa berubah jika ruang dan waktunya dan pelakunya berubah. Siapa yang bikin ijmak itu? Orang sudah mati semua kok. Ijmak hanya pendapat, tidak berlaku di sini.”

Apa yang dikemukakan oleh Yudian ini membuat geram para ulama yang menghadiri sidang tersebut. Terlebih apa yang dikemukakannya hanya atas dasar logika semata, tidak ada rujukannya.

Menanggapi pernyataan Yudian itu, Ketua Hizbut Tahrir Wilayah Indonesia Rokhmat S. Labib mengatakan, "Sebuah kesalahan besar dan tuduhan lancang kepada para ulama, mengatakan bahwa ulama mewajibkan khilafah itu berdasarkan realitas yang ada di sekitar mereka karena khilafah sedang berdiri!”

Menurutnya, menyamakan para ulama dahulu seperti sikap PNS yang ada pada rezim yang ada sekarang ini, merupakan sebuah tuduhan serius, bahwa seolah-olah ulama mengatakan "ini wajib” berdasarkan pada hawa nafsunya.

Padahal, kata Rokhmat, mereka mengatakan "ini wajib” berdasarkan dalil syar'i. Imam Nawawi menegaskan," Bahwa mereka (para ulama) bersepakat bahwa wajib atas kaum Muslimin mengangkat seorang khalifah, kewajibannya berdasarkan syara', bukan akal.”

Rokhmat juga membantah kriteria khalifah ala Yudian ini yakni pertama, profesional; kedua, menang tanding. "Itu sangat aneh sekali, mana ada rujukan atau ulama yang mengatakan bahwa khalifah itu seperti itu. Bahkan menyebut pemimpin orang kafir pun disebut sebagai seorang khalifah. Di mana coba?" tanya Rokhmat.

Ia berani memastikan, tidak ada satu pun ulama muktabar yang mengatakan seperti itu. ”Mana ada Trump seorang khalifah. Khalifah kok memerangi Islam dan kaum Muslimin?” tanyanya retorik.

Ia merasa heran dengan pernyataan Yudian yang menyebutkan sebenarnya yang ditentang oleh Yudian adalah khilafah versi HTI. Padahal, lanjutnya, khilafah sebagaimana yang disampaikan oleh HTI sama dengan yang ada di kitab-kitab para ulama. Bahkan ada di kitab-kitab kuning yang dipakai di pesantren dan bisa dibandingkan isinya.

Baik dalam buku HTI maupun kitab-kitab yang ditulis ulama muktabar, jelasnya, khilafah itu pemimpin secara umum untuk menerapkan hukum-hukum Islam dan untuk mengemban dakwah Islam. Itu juga yang dikatakan para sahabat, Abu Bakar ra. ketika menjadi khalifah, harus ada orang yang memiliki tugas menegakkan agama ini, itulah khalifah.

Apa yang dikemukakan ahli di depan pengadilan, lanjut Rokhmat, sama sekali tidak ada rujukannya, mau kitab tafsir, ataupun kitab fikih. "Tidak ada. Jadi aneh orang seperti itu dikatakan ahli dalam agama. Wong tidak ada rujukannya dari para ulama pendapat yang seperti itu,” jelasnya.

Tak hanya Yudian Wahyudi, sepekan sebelumnya, mantan Ketua Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Irjen Pol (Purn) Ansyaad Mbai pun melontarkan tudingan tanpa dasar di muka pengadilan yang sama.

Ahli yang didatangkan oleh pihak pemerintah itu mengatakan bahwa khilafah merupakan paham radikal. Khilafah juga paham yang sangat berbahaya dan terkait erat dengan terorisme. "Terorisme adalah anak kandung radikalisme,” katanya.

Bahkan Ansyaad menegaskan bahwa radikalisme lebih berbahaya daripada terorisme. Semua aksi kekerasan dan teror di Indonesia terkait dengan paham ini. ”Maka, jika paham radikal ini dibiarkan, maka kita akan terus mandi bom,” ucapnya.

Tak hanya itu, pensiunan polisi ini menyimpulkan semua pelaku bom yang bertujuan ingin menegakkan khilafah ada kaitannya dengan HTI. Ia mengatakan, sebanyak 25 di antara pelaku terorisme adalah pernah menjadi anggota HTI. Lagi pula, kata dia, HT dilarang di 20 negara.

Upaya framing Ansyaad ini pun terpatahkan di persidangan. Juru bicara HTI M. Ismail Yusanto menjelaskan, Hizbut Tahrir di beberapa negara tidak dibubarkan. Turki dan Malaysia, adalah contohnya. HT Malaysia beberapa waktu yang lalu mengadakan Konferensi Khilafah. Sedangkan Turki, jubir justru ikut hadir menjadi salah satu pembicara dalam sebuah forum diskusi yang diadakan HT Turki.

Kuasa hukum HTI menanyakan bagaimana menurut ahli jika HTI dicabut status hukumnya tanpa prosedur? Tanpa mediasi? Tanpa bukti administrasi? Ansyaad hanya terdiam dan mengelak itu bukan bagian dari keahliannya.

Usai sidang Ismail menjelaskan, "Kita bisa pastikan bahwa tidak mungkin anggota HTI terlibat terorisme," tegasnya. Karena, salah satu prinsip utama dari gerak dakwah Hizbut Tahrir adalah non-kekerasan (la unfiyah).

Ismail menyebutkan, kalaulah umpamanya benar bahwa mereka itu pernah aktif di Hizbut Tahrir, itu artinya masa lalu. Ketika dia terlibat terorisme, dia sudah bukan lagi anggota Hizbut Tahrir sehingga tidak bisa dikait-kaitkan dengan Hizbut Tahrir. ”Pengaitan dengan Hizbut Tahrir itu jelas tindakan yang tidak logis, tindakan yang semena-mena,” bebernya.

Bahkan, kalaulah umpamanya pun dia masih aktif, tetap tidak bisa juga dikaitkan dengan Hizbut Tahrir karena itu tindakan yang bertentangan dengan Hizbut Tahrir itu sendiri. Jadi itu tanggung jawab dia. "Jadi sama seperti halnya ada seorang polisi nembak, itu tidak bisa kepolisian sebagai organisasi dipersalahkan, itu adalah tanggung jawab yang bersangkutan," ujarnya.

Ismail menilai, kehadiran Ansyaad Mbai tampaknya dimaksudkan untuk mengaitkan antara ide khilafah dengan terorisme. ”Tujuannya, untuk memberikan image atau citra bahwa Hizbut Tahrir itu dekat sekali dengan terorisme, bahwa khilafah itu sangat berbahaya. Karena itulah benar, kalau Hizbut Tahrir harus dibubarkan. Konstruksinya kan begitu,” paparnya.

Di mata Ismail, tindakan rezim Jokowi ini sangat jahat. ”Kalau menurut saya itu jahat sekali. Ini upaya framing dan generalisasi yang jahat sekali,” terang jubir HTI.

Ketua Hizbut Tahrir Wilayah Indonesia Rokhmat S. Labib pun membantah tudingan ngawur itu. ”Tidak ada satu pun anggota HTI yang terlibat aksi kekerasan!” tandasnya.

Bahkan, setiap ada aksi teror bom di Indonesia, HTI selalu mengeluarkan sikap. “Mengecam keras tindakan tersebut. Lalu bagaimana bisa dituduh terlibat dengan aksi-aksi tersebut?" gugatnya.

Rokhmat menjelaskan, khilafah itu ajaran Islam. Dengan khilafah, semua ajaran Islam bisa diterapkan. ”Sementara tidak ada satu pun ajaran Islam yang buruk, semuanya baik, mendatangkan rahmat, menjauhkan dari murka Allah. Di mana terornya? Jika ada kelompok yang mengatakan berjuang menegakkan khilafah dengan kekerasan, tidak bisa digeneralisir semuanya begitu,” paparnya.

Koordinator Koalisi 1000 Advokat Bela Islam Ahmad Khozinuddin mengatakan bahwa bagi masyarakat yang banyak berinteraksi dengan HTI, tudingan Ansyaad Mbai bahwa HTI sebagai gerakan teroris atau setidaknya menginspirasi terorisme akan dianggap candaan saja. Sebab, telah dikenal secara luas bahwa HTI dalam mengemban misi dakwah Islam murni dengan pemikiran, dakwah amar makruf nahi munkar, tanpa fisik dan tanpa kekerasan.

Bacaan: Tabloid Media Umat edisi 216


Australia Tolak Masukkan Hizbut Tahrir Sebagai Organisasi Teroris

Jaksa Agung George Brandis kembali menolak daftar Hizbut Tahrir sebagai organisasi teroris di Australia Mei lalu beberapa saat setelah pemerintah Indonesia menyatakan bahwa HTI akan dibubarkan karena dianggap menimbulkan konflik di masyarakat.

Sebelumnya, Senator Brandis mencari saran dari Organisasi Intelijen Keamanan Australia terkait dengan organisasi tersebut. Ini mengingat di Australia, HT juga berkembang.

Itu adalah "pandangan kuat" analis ASIO bahwa Hizbut Tahrir Australia -yang menggambarkan dirinya sebagai "partai politik" di situs resminya- tidak sesuai dengan definisi organisasi teroris dalam kode pidana.

Di negara tersebut, ada 23 badan yang terdaftar sebagai organisasi teroris. Daftar itu dikeluarkan oleh jaksa agung setempat setelah menerima bukti kuat yang memuaskan bahwa sebuah organisasi terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam mempersiapkan, merencanakan, membantu atau mendorong dilakukannya tindakan teroris, atau mendukung tindakan teroris.

Nah, HT memang tak pernah terlibat aksi terorisme. Terlibat tidak langsung pun tidak. Lha kok di Indonesia malah dituduh-tuduh seenaknya. Ini ngawur apa fitnah?[] referensi: http://www.news.com.au/ Sumber: Tabloid Media Umat edisi 216

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Download BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam