Unduh BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Kamis, 16 Januari 2020

Menghapus Identitas Muslim Uighur – Di Mana Para Penguasa Muslim?



Komunis telah lama dikenal brutal dan kejam. Dilaporkan bahwa di bawah Josef Stalin 20 juta orang tewas di bawah penindasan aparat komunis [1]. Bahwa lebih dari 40 juta orang mati akibat dari reformasi yang dibawa oleh Mao Zadong, Ketua Partai Komunis China. Kematian itu, di antaranya, akibat dari dogma ekonomi komunis yang menyebabkan wabah kelaparan [2].

China telah lama memandang populasi Uyghur sebagai ancaman. Pertama, karena berbeda etnis dan budaya dibanding dengan mayoritas populasi Han. Kedua, posisi geografis mereka yang strategis di dalam Belt and Road Initiative (BRI) yang ingin diterapkan China. China selalu khawatir jika area ini sulit untuk mereka kendalikan. Tindakan-tindakan yang telah ditimpakan oleh rezim China adalah usaha untuk menghapus penampakan apapun dari Islam dan identitas Uighur di seantero Xinjiang: dengan alasan mencegah terorisme.

Sejumlah besar populasi Uyghur telah dijebloskan ke kamp-kamp interniran. Para pejabat China mengklaim bahwa para tahanan itu justru mendapatkan pertolongan untuk membersihkan diri mereka dari virus pemikiran berbahaya -alias bentuk ketaatan apapun pada Islam. Telah ada laporan-laporan bahwa sementara para pria ditahan, pendatang Han China datang dan tinggal bersama keluarga-keluarga Muslim dan bahkan kejadian pernikahan paksa dan yang lebih parah dari itu. Anak-anak dipisahkan dari orangtuanya dan dikirim ke sekolah asrama di mana mereka dididik di bawah doktrin partai komunis. Itu semua adalah asimilasi paksa atas Umat Islam di daerah itu – paksaan untuk murtad dan menjadi loyal pada Partai Komunis Cina.

Ada pandangan keliru bahwa 11 juta Muslim di Turkistan Timur (Xinjiang) dianggap sebagai kelompok minoritas etnis China. Dalam pandangan Islam asumsi itu salah. Mereka sebagaimana minoritas Muslim di Eropa atau India merupakan anggota Umat Muslim, total 1,8 milyar, sekitar seperempat populasi planet ini. Pandangan Islam terhadap hubungan antar Muslim jelas. Mereka harus saling menolong.

وَالَّذِيْنَ كَفَرُوْا بَعْضُهُمْ اَوْلِيَاۤءُ بَعْضٍۗ اِلَّا تَفْعَلُوْهُ تَكُنْ فِتْنَةٌ فِى الْاَرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيْرٌۗ

“Dan orang-orang yang kafir, sebagian mereka melindungi sebagian yang lain. Jika kamu tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah (saling melindungi), niscaya akan terjadi kekacauan di bumi dan kerusakan yang besar.”
[Q.S. al-Anfāl [8]: 73]

Dengan semua sumberdaya yang dimiliki Umat Muslim, tenaga kerja di sub-benua, kekayaan Teluk dan total angkatan bersenjata hingga jutaan personil: mengapa China sekarang mengumbar kelakuan dengan bebas melawan Kaum Muslimin di daratannya? Benar bahwa para penguasa Muslim juga salah tapi itu hanya urusan di permukaannya. Sebenarnya, mengapa para penguasa di tanah-tanah Muslim bertingkah payah dan lemah, perlu dikaji dan dieksplorasi sehingga ketahuan solusinya.

Tak satupun negeri Muslim yang bertindak menghentikan kelakuan China. Imran Khan Perdana Menteri Pakistan berkoar, “Terus terang saja, Aku tak tahu banyak soal itu” [3]. Mohammad bin Salman Saudi Arabia bilang bahwa kebijakan China itu adalah “hak” China untuk menggunakan taktik-taktik brutal untuk tujuan deradikalisasi dan melawan ekstrimisme. Presiden Cina Xi berterima kasih pada Uni Emirat Arab yang telah mendukung kebijakan represif China terhadap Muslim Uighur [4]. Presiden Turki Erdogan diberitakan mengatakan, “Adalah fakta bahwa orang dari semua etnis di Xinjiang menjalani kehidupan yang bahagia di tengah pembangunan dan kemakmuran China,” meskipun ucapan ini hasil pembahasaan-ulang oleh koran milik pemerintah Cina [5].

Itu jelas menunjukkan bahwa para penguasa Muslim tidak disiapkan untuk menantang kelakuan China. Sementara Perdana Menteri Malaysia Mahatir mengatakan bahwa dia akan menerima para pengungsi Uyghur, dan Turki membolehkan demonstrasi di jalanannya tapi hanya semacam itu saja.

Tekanan paling besar dalam melawan kebijakan China atas Uighur bersumber dari AS. Mereka menaikkan perkara itu sebagai pukulan untuk China. Itu bukan karena AS punya rasa sayang sedikitpun terhadap Umat Muslim. Mereka sendiri telah membantai jutaan Muslim tak bersalah dalam perang yang katanya melawan teror.

Sementara Pakistan mungkin mempertimbangkan CPEC, Negara-Negara Teluk soal pasar China untuk penjualan minyak, dan Turki soal kerjasama persenjataan militer telah membuat marah AS. Problem negara-negara itu adalah tidak sungguhan punya prinsip untuk taat pada Islam sebagai prioritas utamanya. Karena alasan inilah para penguasa dan pemerintah macam begitu acuh tak acuh terhadap kesengsaraan Umat Muslim di Turkistan Timur. Problem ini harus diatasi, tidak cukup hanya disadari.

Banyak Muslim yang merasa simpati atas Muslim Uighur tapi itu tidaklah cukup. Adalah sebuah kewajiban mendakwahkan Islam sebagai asas pemerintahan. Kaum Muslimin keseluruhannya wajib tidak mentolerir bentuk-bentuk pemerintahan yang dicokolkan atas mereka sejak era kolonial. Mereka harus berhenti berpikir bahwa mereka lemah dan harus mengupayakan perubahan keadaan dengan tangan-tangan mereka sendiri.

Umat Islam tak boleh dalam perbuatan mereka menggunakan standar maslahat-madharat menurut akal dan hawa nafsu sebagaimana para penguasa mereka, sebaliknya Umat Islam wajib memahami standar Islam –syariat Islam- yang lengkap dan rinci dan mengharuskan negeri-negeri Muslim untuk mengerahkan semua cara syar’i untuk membela Umat Muslim di manapun mereka berada.

Untuk menolong saudara dan saudari Muslim Uighur kita, kita harus mengusahakan penegakan kembali negara Khilafah. Inilah solusi nyata yang bisa kita lakukan. Kita mungkin saja mengalami kesengsaraan yang sama. Namun jika kita tidak mengupayakannya, berarti hanya akan ada yang semacam si MBS dan Imran Khan, dan itu bukan pertolongan sama sekali!




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Download BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam